Surat Terbuka untuk Ketum GP Ansor

Nusantarakini.com, Cirebon – 

Sudah saya duga sebelumnya, bahwa beringasnya sikap anggota Banser di berbagai daerah, dalam menghadapi HTI, disebabkan doktrin berlebihan yang ditanamkan kepada mereka. Pernyataan kasar anda ketika berdialog dengan Ahmad Dhani di sebuah televisi swasta sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan hal itu.

Bayangkan, di depan kamera yang disaksikan jutaan mata orang saja anda begitu keras menyatakan sesuatu yang sebetulnya tidak layak diungkapkan oleh seorang pimpinan tertinggi satu organisasi kemasyarakatan, bagaimana jika anda sedang berkumpul dengan anak buah anda. Mengerikan sekali. Implikasinya sangat berbahaya bagi ukhuwwah Islamiyyah.

Meskipun begitu, HTI tidak pernah menganggap Banser sebagai musuh. Pimpinan-pimpinan Hizbut Tahrir tidak pernah mengajarkan kepada anggotanya untuk membalas berbagai intimidasi yang Banser lakukan kepada mereka. Saya tau sendiri, setiap kali ada anggota HTI yang menceritakan nasibnya yang dipersekusi, para ustadz HTI cukup menyampaikan satu kata, “sabar.”

Wahai saudaraku, Ketum GP Ansor, anda boleh tuntut HTI secara hukum apabila mereka memang salah. Sebab yang berhak menentukan seseorang (kelompok) itu benar atau salah adalah aparat penegak hukum, Polisi dan Pengadilan, bukan Banser, bukan pula GP Ansor. Tidak boleh masing-masing dari kita main hakim sendiri!

Bukankah Kiai Said Aqil pernah menasehati kita semua, agar kita tidak boleh melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan apapun, agar kita melakukan amar ma’ruf dengan cara yang ma’ruf, dan nahi mungkar dengan cara yang ma’ruf pula.

Jika HTI dianggap sebagai suatu kemungkaran, maka cegahlah mereka dengan cara yang ma’ruf, dengan cara yang baik, bukan dengan cara kasar, apalagi pukul-pukulan. Begitulah kira-kira inti nasehat dari Kiai Said kepada kita.

Dan ternyata, hingga saat ini pihak Kepolisian maupun pihak Pengadilan tidak bisa menunjukkan apa itu tindakkan melanggar hukum yang dilakukan HTI. Itulah sebabnya mengapa hubungan HTI dengan aparat penegak hukum sebetulnya baik-baik saja, sebelum akhirnya Ansor Banser ramai memperkusi mereka.

Kini, setelah dicabutnya Badan Hukum Perkumpulan (BHP) HTI secara paksa, bukan berarti mereka salah dan tidak boleh berdakwah, sebab fungsi dari BHP sendiri tidak lebih seperti Surat Nikah. Walaupun pemerintah tidak mau menerbitkannya, orang yang menikah secara sirri (tanpa surat nikah) tetap sah secara agama. Hanya fasilitas dari negara saja yang mereka tidak bisa mendapatkannya.

Sehingga, walaupun sudah tidak lagi ada BHP yang dimilikinya, HTI masih berhak untuk berdakwah, termasuk mengajarkan perkara Syariah dan Khilafah di bumi nusantara, selama aparat penegak hukum belum bisa menunjukkan apa kesalahan yang telah dilakukannya.

Maka, Haram bagi GP Ansor dan Banser main hakim sendiri dalam menggebuk HTI. Ingatlah dengan Firman Allah swt. ini,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai Orang-orang yang Beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, serta menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu golongan mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.

Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (Qs. Al-Maidah: 8).

HadaaniyAllaahu waiyyaakum. [am/mc]

Cirebon, 1 September 2018.

Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani.