Tausiah

Ketauladanan Ibrahim AS dalam Pengabdian dan Kepemimpinan

Nusantarakini.com, Semarang – 

‎الله اكبر الله اكبر الله اكبر
‎الله اكبر الله اكبر الله اكبر
‎الله اكبر الله اكبر الله اكبر.
‎الله اكبر ولله الحمد!
‎الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا
‎لااله الاالله صدق وعده ونصر عبده واعز جنده وهزم الاحزاب وحده
‎اشهد ان لااله الا اله الا الله الواحد القهار الفرد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا احد. واشهد ان سيدنا وحبيبنا وشفيعنا محمدا عبدالله ورسوله لا نبي بعده ابدا.
‎صلوات الله وسلامه عليه دائما متلازما وعلي اله وازاجه وال بيته واصحابه واتباعه الي يوم القيامة. اما بعد، فياعبادالله اصيكم واياي بتقوي الله عز وعلي، فانه قد افلح من اتقي.
‎الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد،

Sidang Jamaah Idul Adha rahimakumullah!

Di pagi hari yang mulia dan penuh barokah ini, mari kita semua menundukkan wajah kita yang mulia, merendahkan jiwa kita yang hanif, merenungkan “azhomatullah” (keagungan Allah) seraya mensyukuri segala nikmatNya yang tiada batas yang dikarunikan kepada kita semua.

Allahu akbar 3x walillahil hamd.

Kebesaran Ilahi yang kita kumandangkan di pagi hari ini dengan alaunan “takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil” adalah ekspresi iman, sekaligus bentuk komitmen kita untuk menjadikan Allah Jalla Jalaaluh sebagai “sentra kehidupan” kita. Bahwa dalam hidup ini semuanya bermuara dari satu sumber, Allahus Shomad.
Kita ada atau tiada, kita berada atau tidak berada, kita kuat atau lemah, menguasai atau dikuasai, bahkan kita hidup dan pasti suatu saat akan mati, semuanya karena kuasa Allah SWT.

Esensi filsafat hidup yang seperti inilah yang tersimpulkan dalam pengakuan iman kita: “لا اله الا الله”. Bahwa tiada yang punya hak kekuasaan, kenikmatan dan pujian kecuali Allah, Tuhan langit dan bumi.

Ini pulalah yang diikrarkan oleh jamaah haji ketika memulai niat manasiknya:

‎لبيك اللهم لبيك لا شريك لك ان الحمد والنعمة لك والملك لإشراك لك
“Kami datang ya Tuhan memenuhi panggilanMu, tiada sekutu bagiMu. Sesungguhnya seluruh pujian, kenikmatan dan kekuasaan adalah milikMu. Tiada sekutu bagiMu”.

Allahu akbar 3x walillahil hamd.
Pengakuan iman seperti inilah yang menjadi pegangan solid yang disebut dengan: “العروة الوثقي”

Allah menegaskan itu dalam Al-Quran:

‎“فمن يكفر بالطاغوت ويومن بالله فقداستمسك بالعروة الوثقي لاانفصام لها”

“Ma’iyatullah” (kebersamaan dengan Allah) inilah yang memberikan ketenangan dalam hidup, bahkan di saat-saat genting sekalipun. Pengalaman baginda Rasul direkam dalam Al-Quran:

‎اذ هما في الغار اذ يقول لصاحبه لاتحزن ان الله معنا فانزل الله سكينته عليه وايده بجنود لم تروها

“Ketika mereka berdua berada di dalam gua, dan dia berkata kepada sahabatnya: janganlah engkau bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita. Maka Allah menurunkan ketentraman kepadanya, dan menguatkannya dengan bala tentara yang belum pernah kamu saksikan”.

Allahu akbar 3x Walillahil hamd.

Keagungan Allah itu terefleksi dalam keagungan ciptaanNya. Penciptaan kita sebagai manusia sendiri Sungguh sebuah karunia yang luar biasa.

Penciptaan kita adalah penciptaan terbaik, “the best design” (ahsanu taqwiim).
‎ لقد خلقنا الانسان في أحسن تقويم

“Keindahan, kenyamanan dan kesempurnaan penciptaan kita sebagai manusia, sungguh kenikmatan yang harusnya menggugah kesadaran bersyukur dari kita semua.

Diciptakannya manusia dengan akal pikiran menjadikannya mampu mengemban tugas-tugas “kekhilafahannya” dalam memakmurkan bumi ini.

‎وعلم ادم الاسماء كلها ثم عرضهم علي الملاءكة فقال أنبئوني بأسماء هاولاء ان كُنتُم صادقين.

Dengan akal fikiran dan ketajaman hati inilah umat Islam telah membuktikan “khaeriyah” (their excellence) dalam mengembangkan peradaban dunia.
Allahu akbar 3x walillahil hamd.

Dari ragam nikmat yang tiada batas itu, nikmat iman dan Islamlah yang menjadi kunci segala nikmat. Tanpa iman dan Islam, nikmat boleh jadi berubah menjadi “niqmah” atau bencana.

Dunia Barat dengan segala kemajuan material, dengan perkembangan sains dan teknologi, telah gagal memberikan ketenangan dan kebahagiaan hidup. Hal itu membuktikan bahwa hidup tanpa iman dan Islam adalah hidup yang gagal, walau bergelimang materi.

Matthew, seorang Amerika asli baru saja memerlukan Islam karena dalam Islamlah dia menemukan ketenangan itu. Dan Matthew hanya satu dari sekian manusia di Barat yang sedang mengembara dalam pencarian setitik kebahagiaan itu.

Allahu akbar 3x walillahil hamd.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

Idul Adha yang kita rayakan di pagi hari yang mulia ini, sarat dengan makna dan nilai-nilai kehidupan yang sangat luar biasa.
Ada makna hidup dan ujian, makna ketaatan dan pengorbanan, makna soliditas mental dan kekokohan iman, sekaligus mengajarkan nilai-nilai kehidupan kolektif dan kepemimpinan.

Dan yang teristimewa dari semua itu adalah kenyataan bahwa semua ini sangat erat dengan sejarah hidup Ibrahim AS dan haji.

Ibrahim di satu sisi menjadi simbol kesempurnaan dalam pengabdian dan kemuliaan akhlak. Haji di sisi lain adalah ibadah yang menjadi miniatur kehidupan manusia.

Kita kenal bahwa Ibrahimlah yang pertama kali diperintahkan untuk mengumandangkan kewajiban haji kepada umat manusia:

‎ واذن في الناس بالحج يأتوك رجالا وعلي كل ضامر يأتين من كل فج عميق

“Dan kumandangkan kepada manusia (kewajiban) haji. Niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kali dan mengendarai onta, datang dari berbagai penjuru yang jauh”.

Allahu akbar 3x walillahil hamd.
Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah!

Pelajaran pertama dari perjalanan hidup Ibrahim adalah bahwa proses menemukan keyakinan atau keimanan bukan “taken for granted”. Tapi melalui proses panjang dan melalui ragam ujian.

Langkah awal dalam proses itu adalah maksimalilasi rasionalitas manusia untuk memenuhi tabiat kuriositas atau keingin tahuan manusia.

Kisah pencarian Ibrahim untuk menemukan kebenaran diceritakan secara gamblang oleh Al-Quran, Al-A’am: 76-78.

Dimulai dengan proses nalar tentang ciptaan Allah, bintang-bintang, bulan, matahari, yang pada akhirnya Ibrahim sampai kepada kesimpulan yang tegas:

‎أني وجهت وجهي للذي فطر السماوات والأرض حنيفا وماانا من المشركين.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang mencipatakan langit dan bumi, menerima agama yang lurus. Dan aku bukanlah orang yang mempersekutukan Allah” (Al-An’am: 76-79).

Maka keyakinan bukanlah perasaan emosi semata. Tapi sebuah kemantapan jiwa melalui cerna rasionalitas yang kokoh.
Keimanan yang dilandasi oleh rasa emosi semata akan melahirkan karakter keagamaan yang sempit, dan kerap kali melahirkan prilaku emosional yang destruktif.

Inilah rahasianya kenapa ayat-ayat pertama Al-Quran yang diwahyukan kepada baginda Rasul adalah perintah untuk memaksimalkan daya nalar. Perintah membaca: اقرأ.

Keimanan yang solid melahirkan kekuatan dan kematangan hidup. Rasionalitas berpikir melahirkan kedewasaan dan kebijaksanaan dalam berpikir dan bersikap.

Dan hanya dengan partautan kedua pilar utama manusia ini, akal dan hati, dzikir dan fikir, peradaban manusia (human civilization) dapat diwujudkan. Catatan tintah emas sejarah mencatat kontribusi Islam dalam mewujudkan peradaban tinggi manusia.

Allahu akbar 3x walillahil hamd!

Hikmah kedua dari perjalanan hidup Ibrahim AS adalah bahwa hidup itu sebuah “cicle” (perputaran dari satu titik ke titik yang sama). Bagaikan tawaf, berputar berkeliling dengan irama dan tujuan yang sama.

Dalam perputaran hidup itu terjadi goncangan yang sangat luar biasa. Hidup dunia ini bagaikan berlayar di tengah samudra luas. Hempasan tiada henti hingga masa berlabuh.

Untuk melalui bumpy road (perjalanan yang berat) itu, Allah menempa hamba-hambaNya. Ujian demi ujian, ragam cobaan, akan berlaku dalam hidup.

Dengan ujian itu manusia akan membangun kematangan dan soliditas mental untuk menjalani hidupnya.

Di sinilah Ibrahim AS tampil sebagai sosok tauladan yang sangat luar biasa. Ibrahim AS mengalami tempaan itu dari awal perjalanan hingga mencapai tingkat kematangan hidupnya.

Ujian demi ujian, dari resistensi keluarga, sanak family, kerabat dan teman, hingga kepada ujian dari kekuasaan pada masanya.

Al-Quran mengisahkan rentetan persitiwa-peristiwa dalam hidup Ibrahim itu secara gamblang dan rinci. Satu di antaranya adalah kisah perlawanan beliau kepada kemusyrikan.

Kegigihan Ibrahim dalam perjuangan menegakkan “tauhidullah”, dihadapkan kepada resistansi yang dahsyat. Ibrahim ditangkap dan dieksekusi dengan hukuman mati dengan dibakar hidup-hidup.
Tapi Ibrahim semakin matang dalam iman. Ibrahim kuat dan tegar menghadapinya. Tawaran bantuan malaikat pun ditampik karena yakin bahwa hidup semuanya ada dalam satu kendali, kendali Penguasa langit dan bumi.

Dengan keyakinan inilah Allah memerintahkan api yang menggunung itu menjadi dingin dan menyenangkan bagi Ibrahim:
‎يا نار كوني بردا و سلاما علي ابراهيم
“Wahai api, dinginlah dan menjadilah keselamatan bagi Ibrahim”.

Benar semua ada dalam genggamanNya. Api membakar hanya dengan izinNya. Air menjadi penyejuk hanya dengan izinNya. Ibrahim telah ditempa untuk menyikapi hidup dengan penuh tawakkal.
Hadirin/hadirat yang mulia!

Satu catatan penting dari peristiwa ini. Ketika terjadi dialog antara sang raja dan Ibrahim. Dialog ini mengajarkan kita ketajaman logika dan communication skill (kemampuan komunikasi) Ibrahim.

Dua tahun lalu seorang mahasiswi Amerika keturunan India ingin menguji logika Islam. Dia menantang: “Kalau anda mampu memberikan sesuatu yang unik dari agamamu, saya masuk Islam”.

Singkat cerita ketika saya katakan: Kita percaya kepada Tuhan yang satu”
Dia menjawab: “kami juga percaya kepada Tuhan yang Satu.
“Lalu bagaimana dengan paring-patung yang anda sembah?”, tanya saya.
Jawabnya: “patung-patung yang anda lihat itu hanya “representasi” dari aspek-aspek ketuhanan”.
Lalu saya katakan: “As an American, jika anda ingin ketemu presiden anda, mana yang lebih anda pilih? melalui sekertaris, asisten atau security? Atau langsung kapan saja tanpa perantara?
Dijawabnya: “tentu yang langsung tanpa antara”
Saya katakan: itulah yang unik tentang Islam. Dalam interaksi kita dengan Tuhan, semuanya tanpa perantara”.

Dan diapun menerima Islam karena logika sederhana itu.

Allahu akbar 3x walillahil hamd!

Kelemahan logika dan ketidak mampuan mengkomunikasikan kebenaran melahirkan da’i-da’i, ustadz-ustadz, bahkan ulama-ulama yang kerap bermain dogma, mudah menyalahkan, bahkan mengkafirkan.

Yang lebih berbahaya ketika para da’i melakukan dakwah “bolduzer”. Menghancurkan harapan hidayah. Mengusir, bukan mengajak kepada jalan Allah.

Allahu akbar 3x walillahil hamd!
Setelah Ibrahim dan keluarganya “settle” (menetap) di Jerusalem, ujianpun berlanjut.

Setelah sekian lama Ibrahim menikah dengan isterinya Sarah, mereka tak kunjung juga dikaruniai anak. Bahkan keduanya telah mencapai umur uzur.

Ibrahim pun semakin khawatir akan kesinambungan dakwahnya. Hal ini disadari oleh isterinya, Sarah, maka Ibrahim diminta olehnya untuk menikahi hamba sahaya mereka saat itu, Hajar.

Dari Hajarlah Allah mengaruniakan seorang putra yang diberi nama Ismail AS. Tentu alangkah bahagianya Ibrahim dengan karunia anak yang telah lama ditunggu-tunggu itu.

Ternyata ujian besar dari Allah kembali diterimanya. Ibrahim diperintah untuk membawa anaknya yang baru lahir, Ismail bersama ibunya, Hajar, ke sebuah lembah yang tiada tumbuhan: بواد غير ذي زرع عند بيتك المحرمً.

Tiada tumbuhan berarti tiada air. Tiada air berarti tiada kehidupan. Tapi dengan kamatangan iman, Ibrahim meninggalkan mereka berdua tanpa siapapun dan dengan perbekalan sekedarnya di lembah itu.

Lembah itulah yang kemudian kita kenal dengan Kota Suci, Makkah Al-Mukarromah.

Allahu akbar 3x walillahil hamd!

Demikianlah, bertahun-tahun Ibrahim meninggalkan anak dan isteri tercinta. Hingga suatu ketika datanglah ujian terbesar dalam hidupnya.

Anak satu-satunya, yang lama ditunggu-tunggu kehadirannya, dan sangat disayangi itu, bahkan menjadi harapan masa depan dakwahnya, diperintahkan oleh Allah untuk disembelih.

Peristiwa ini dikisahkan dalam Al-Quran:

‎فلما بلغ معه السعي قال يا بني اني اري في المنام أني أذبحك فانظر ماذا ترا؟ قال يا أبتي افعل ما تؤمر ستجدني ان شاء الله من الصابرين.
“Maka ketika anaknya mencapai umur balig dia berkata: Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi jika aku menyembelihmu. Apa pendapatmu? Dia (sang anak) berkata: Wahai ayahku lakukan apa yang diperintahkan kepadamu, niscaya engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang bersabar”.
Tapi Allah Maha bijaksana dan Maha Kasih. Sembelihan itu diganti dengan seekor domba. Itulah tradisi yang kita rayakan melalui syariatnya Rasulullah Muhammad SAW dengan korban atau adha.

Ruhiyah udhiyah atau semangat pengorbanan sebagai komitmen iman itulah yang kita rayakan. Merayakan komitmen pengabdian dan penghambaan, dengan semangat pengorbanan. Itulah esensi ketakwaan:
‎لن ينالالله لحومها ولا دماءها ولكن يناله التقوي منكم
“Bukan daging atau darah yang sampai kepada Allah. Tapi ketakwaanlah yang bernilai di sisiNya”.

Allahu akbar 3x walillahil hamd.
Jamaah Idul Adha yang dimuliakan!

Setelah melalui proses proses penempaan yang dahsyat, dan semua dilalui dengan kesempurnaan: فاتمهن….

Ibrahim kini matang dan siap menjalani hidup “in excellence” (terbaik). Maka Allah memutuskan untuk menjadikannya sebagai pemimpin global: اني جاعلك للناس اماما
(Sesungguhnya Aku mengangkatmu jadi pemimpin untuk manusia).

Hadirin yang mulai!

Kepemimpinan adalah pilar kehidupan. Karenanya semua manusia pada dasarnya adalah pemimpin dalam hidupnya. Rasulullah SAW menggambarkan hidup itu seolah gembalaan yang harus dijaga, sekaligus dipertanggung jawaban.
‎كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
“Setiap kalian adalah gembala dan semua kalian akan diminta pertanggung jawaban tentang gembalaannya”.

Kepemimpinan bisa dicari. Atau dalam bahasa politik modern, ikut mengambil bagian dalam kompetisi politik. Ibrahim pun meminta itu:
‎ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما.
“Wahai Tuhanku karuniakan kepada kami pasangan-pasangan dan anak keturunan yang menyejukkan hati. Dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”.

Tapi kepemimpinan yang dicari, kepemimpinan yang diminta, kepemimpinan yang diperjuangkan bukan sekedar kepemimpinan. Tapi kepemimpinna yang berasaskan ketakwaan. Kepemimpinan yang membawa umatnya kepada kesalehan individu maupun kolektif.
Allahu akbar 3x walillahil hamd.

Secara mendasar, kepemimpinan Ibrahim AS memiliki tiga karakteristik dasar, seperti yang digambarkan dalam Al-Quranul Karim:

‎وجعلنا منهم اءمةيهدون بأمرنا لما صبروا وكانوا بآياتنا يوقنون
“dan Kami jadikan dari kalangan mereka pemimpin-pemimpin yang berpetunjuk dengan urusan Kami, memilki kesabaran, dan mereka yakin dengan ayat-ayat Kami”.

‎يهدون بأمرنا berarti mereka berpegang teguh dengan nilai-nilai kebenaran. Perpegang teguh juga berarti memiliki kapasitan keilmuan dan pemahaman dengan masalah-masalah (understanding the issues) yang dihadapi oleh kepemimpinannya. Dalam bahasa politik inilah yang disebut “kapabilitas”.

‎لما صبروا berarti memiliki mentalitas baja dalam menghadapi berbagai ringangan kepemimpinan. Rintangan yang kita maksud bukan saja kesulitan-kesulitan yang ada. Tapi yang lebih penting untuk dihadapi dengan kesabaran ini adalah godaan-godaan (temptations) dalam kekuasaan. Sabar dengan kesulitan itu mudah dan wajar. Tapi sabar menghadapi godaan itu jauh lebih berat dan kadang terlihat aneh.
‎وكانوا بآياتنا يوقنون berarti yakin dan meyakinkan. Dengan kata lain kepemimpinan Ibrahim itu dibangun di atas optimisme yang kuat. Sekaligus memberikan optimisme yang tinggi. Optimisme dan harapan yang tentunya bersifat realistis.

Allahu akbar 3x walillahil hamd!

Satu catatan manis dalam sejarah kepemimpinan Ibrahim adalah kemauan mendengarkan aspirasi umat.

Ini tergambar dalam menyikapi perintah Allah menyembeliah anaknya. Ibrahim yakin itu perintah Allah yang tidak dapat ditawar. Tapi beliau tetap ingin mendengarkan pendapat anaknya: فانظر ماذا تري (apa pendapatmu Wahai anakku?).

Keinginan untuk mendengarkan, walaupun dari seorang anak sendiri yang masih remaja, dan berkenaan dengan urusan keyakinan, menjadikan Ibrahim menjadi sosok “imaam” atau pemimpin yang ideal.

Mungkin tidaklah berlebihan jika dengan memakai bahasa politik modern saya menyebutnya sebagai “master of democracy” (pelopor demokrasi).

Allahu akbar 3x walillahil hamd.
Hadirin-hadirat yang mulia!

Kepemimpinan itu bukan prestise dan kehormatan.
Tapi “karunia amanah” dan kesempatan (opportunity) yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki untuk melakukan pengabdian kepadaNya melalui pelayanan publik.

Karenanya pemimpin yang adil akan berada di posisi para nabi di hari Akhirat. Bahkan mendapat naungan khusus di hari Akhirat kelak.

‎سبعة يظلهم الله يوم لاظل الاظله.
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari tiada naungan kecuali naunganNya”. Salah satunya adalah امام عادل

Allahlah yang menentukan kepada siapa kepemimpinan itu diberikan.
Al-Quran menegaskan:

‎قل اللهم مالك الملك تؤتي الملك من تشاء وتنزع الملك من تشاء
“Wahai Allah, Engkau memberikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendak”.

Manusia yang menyadari hakikat ini tidak akan berambisi buta dalam memperebutkan kepemimpinan. Tidak perlu menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Tidak akan melakukan fitnah, menyebar hoax, dan cara-cara busuk lainnya demi meraih kepemimpinan itu.

Allahu akbar 3x walillahil hamd.
Sidang jama’ah Idul Adha yang mulia!

Akhirnya Al-Quran menyampaikan tiga tujuan pokok dari kepemimpinan Ibrahim AS:

‎واذقال ابراهيم رب اجعل هذا البلد امنا وارزق أهله من الثمرات من أمن منهم بالله واليوم الاخر قال ومن كفر امتعه قليلا ثم اضطره الي عذاب إنار وبئس المصير.

“Dan ingat ketika Ibrahim berdoa: wahai Tuhan kami jadikanlah negeri ini negeri yang aman, dan karuniakan kepada penduduknya buah-buahan bagi yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat. Dia (Allah) berfirman: tapi barang siapa yang ingkar maka Kami akan berikan kesenangan sejenak, lalu kami tarik mereka ke dalam api neraka, tempat kembali yang buruk”.
Ayat Al-Quran yang mulia ini menyampaikan tiga orientasi utama dari kepemimpinan Ibrahim AS:

Pertama, Al-amnu (keamanan). Bahwa kepemimpinan itu harus mampu mencipatakan keamanan dan rasa aman bagi semua. Dengan keamanan itu akan tercipta stabilitas umum.
Kedua, Ar-Rizqu (karunia rezeki). Bahwa kepemimpinan itu harus mampu mengupayakan “kesejahteraan umum.

Ketiga, Al-adlu (keadilan). Bahwa kepemimpinan harus mampu menegakkan keadilan yang setara tanpa memihak. Kesejahteraan yang tidak adil rentang mengakibatkan ketidak amanan, dan instabilitas.
Hadirin-hadirat yang terhormat,
Jika kepemimpinan ini kita kontekstualisasikan dalam kehidupan berbangsa kita, maka semua itu secara substantif tertuang dalam pasal-pasal di falsafah hidup berbangsa dan bernegara kita, Pancasila.

Soliditas keimanan atau spiritual solidity yang terpatri dalam kepemimpin Ibrahim AS itu terwakili dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kesabarannya membangun kepemimpinan yang berkarakter Itu terwakili dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab

Sosok Ibrahim sebagai ummah (pemersatu) tertuang dalam sila Persatuan Indonesia.

Kepribadian dan akhlak kepemimpinan, yang inklusif, elegan, mau mendengarkan aspirasi rakyat, itulah yang terpatri dalam sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Sementara tujuan kepemimpinan untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan kesejahteraan umum tersimpulkan dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Allahu akbar 3x walillahil hamd.
Hadirin yang mulia!

Kerap kali ada yang mempertanyakan posisi nasionalisme dalam beragama. Padahal dalam konteks keindonesiaan kita, agama dan nasionalisme adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Doa Ibrahim untuk penduduk Mekah adalah bentuk “cinta negeri “ (hubbub wathon). Dan karenanya nasionalisme, selama dimaksudkan untuk kepentingan umum dalam berbangsa dan bernegara adalah bagian dari spirit Islam.

Hadirin dan hadirat rahimakumullah!

Karenanya, di pagi hari yang penuh barokah ini, kita rayakan pengorbanan Ibrahim, sekeligus kita bangun komitmen kepemimpinan yang berkarakter, berakhlakul karimah. Kepemimpinan yang menjunjung tinggi “rahmah”, kasih sayang dan mengedepankan “maslahah ‘aammah” atau pepentingan umum di atas kepentingan partisan.

Dengan semangat kebersamaan dan kasih sayang umat Islam di Nusantara ini, bersama seluruh elemen bangsa, kita bangkit dan menjadi pelopor bahkan menjadi pemimpin global dunia. اماما للناس

Dengan semangat ini pula kita bangun kebersamaan dengan seluruh elemen bangsa dalam semangat “تعاون علي البر والتقوي” (saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan) untuk menbangun negeri yang berkarakter Qurani:
‎بلدة طيبة ورب غفور.

‎اللهم اجعلنا من الذين يستمعون القول فيتبعون أحسنه. أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم وًلساءر المسلمين والمسلمات فاستغفروه انه هوالغفورًالرحبم.

KHUTBAH KEDUA

‎ الحمدلله فاطر السماوات والأرض و جاعل الظلمات والنور ثم الذين كفروا بربهم يعدلون. اشهد ان لاإله الا الله الملك الحق المبين واشهد ان محمدا رسول الله صادق الوعد المبين.
Sidang jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah!

Perkenankan saya di khutbah kedua ini, sekali lagi mengingatkan diri saya, sebagai putra bangsa yang bangga dengan negeri ini, dan kita semua, bahwa Indonesia dengan segala dinamikanya yang ada adalah bangsa yang besar. Bangsa dengan potensi yang dahsyat.

Membangun bangsa bukan hanya tugas para Pejabat negara. Membangun negeri ini untuk menjadi negeri yang “baldah thoyyibah” negeri yang Indah, kuat, aman, makmur dan berkeadilan, adalah kewajiban kolektif kita bersama.

Karenanya izinkan saya mengakhiri khutbah ini dengan dua catatan:

Satu, jangan pernah mencoba membangun pessimisme. Bangunlah optimisme. Karena kita memiliki modal langit dan bumi untuk menang. Bangsa kita adalah bangsa yang beragama. Itulah modal langit. Negara kita adalah negara besar dan Kaya raya. Itulah modal bumi. Dengan modal langit dan bumi ini, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa besar, bahkan menjadi pemimpin global. Karenanya jangan pernah mencoba memisahkan modal langit dan modal bumi bangsa ini.
Dua, mari kita selalu ingat bersama bahwa salah satu “aset” terbesar bangsa ini adalah Persatuan dalam keragaman (unity in diversity). Persatuan yang menjunjung tinggi keragaman. Persatuan itu kekuatan. Dan keragaman itu keindahan. Dengan keduanya bangsa ini menjadi kuat dan Indah.

Semoga Allah SWT meridhoi setiap langkah hidup kita. Semoga kita dijaga dalam iman dan Islam. Semoga kita secara kolektif dijaga dalam persaudaraan dan kesatuan. Dijauhkan dari berbagai prasangka buruk dan kebencian di antara kita.

‎ان الله وملاءكته يصلون علي النبي ياايها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.
‎اللهم صَل وسلم وبارك علي سيدنا محمد وعلي ال سيدنا محمد كما صليت وسلمت وباركت علي ابراهيم وعلي ال ابراهيم في العالمين انك حميد مجيد.

‎(الدعاء).

واللهًالموفق الي اقوم الطريق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

*Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation, Khutbah Idul Adha yang disampaikan di masjid Agung Jawa Tengah, Semarang, pada tanggal 22 Agustus 2018. [mc]

Terpopuler

To Top