Dakwah Dengan Pendekatan Pemasaran (bagian 1)

Jakarta, Nusantarakini.com

Judul ini mengesankan pencampuran antara Yang agamis dan profan sekuler. Terkesan asing dan baru, sesungguhnya tidak. Menggunakan ilmu luar untuk tujuan Islam bukan hal baru, sesungguhnya. Sebagai misal ada perintah sholat dalam Al Quran dan Hadith. Tapi tidak ada petunjuk praktisnya. Maka generasi tabiin dan tabiin tabiin (generasi imam fiqih) mencari petunjuk praktisnya dengan penyelidikan atas praktik para shahabat dan putra sahabat, mereview validitasnya dan tingkat kepercayaannya. Hasil penelitian itu dirumuskan dalam bentuk fiqih dan ushul fiqh. Ilmu fiqh yang kini tergolong Ilmu agama melibatkan nalar yang tidak disediakan oleh teks Al Quran , tapi tersedia dalam bentuk praktik para sahabat berislam. Ilmu fiqih kini menjadi sumber dalam mempraktikkan perintah dalam alquran. Itu menunjukkan penggunaan ilmu dari luar untuk tujuan islam, adalah hal yang biasa. Walaupun itu tidak berarti kita harus menerima mentah2 ilmu dari luar tanpa menghitung nilai-nilai yang dikandungnya.

Untuk menjalankan perintah ibadah mahdhah, kita telah mendapatkan petunjuk praktisnya dari Ilmu fiqih yang notabene di luar Al Quran. Ilmu fiqih meliputi proses pengumpulan fakta tentang praktik pada zaman salafus salih, lalu seleksi tentang validitas, mana yang paling persis dengan nabi. Itu adalah kegiatan akal pikiran.

Dengan demikian, pemanfaataan akal pikiran untuk memahami dan menerapkan ajaran adalah sesuatu yang bisa diterima.

Ini selaras dengan gagasan Pak Kuntowijoyo. .Saya tidak lagi memakai “Islamisasi Pengetahuan”, dan ingin mendorong supaya gerakan intelektual umat sekarang ini melangkah lebih jauh, dan mengganti “Islamisasi Pengetahuan” menjadi “Pengilmuan Islam”. Dari reaktif menjadi proaktif …. “Pengilmuan Islam” adalah proses, “Paradigma Islam” adalah hasil, sedangkan “Islam sebagai Ilmu” adalah proses dan hasil sekaligus …. (Prof. Dr. Kuntowijoyo)

Dengan melibatkan ilmu rasional dan empiris, perbaikan dakwah lebih terukur dan dilakukan dengan lebih teroptimasi.

ilmu pengetahuan itu dapat dikonstruksikan melalui pengalaman sehari-hari yang terorganisir dan sistematis, dan karenanya norma agama sebagai pengalaman manusia juga dapat dikonstruksikan menjadi ilmu secara objektif bukan subjektif, yakni dari teks ke konteks, yang dalam istilahnya disebutkan bahwa gerakan intelektual Islam harus melangkah ke arah “Pengilmuan Islam”, bukan “Islamisasi Pengetahuan” yang merupakan dari konteks ke teks (konteks ] teks)

Lihat bagian kedua, terinspirasi dari pengalaman pergeseran dari selling ke marketing, saya menerapkannya pada dakwah.