Ilmu Dagang Ankonvensional, Dagang Memperalat Kebijakan

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Mengetahui ilmu dagang itu penting. Sebab itu menyangkut kehidupan dan keuntungan.

Dagang sudah dikenal manusia sejak zaman kuno. Dia merupakan salah satu cara manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada mulanya manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menangkap dan mengumpulkan makanan dari alam secara langsung. Lambat laun, manusia mengenal dan menguasai cara lain, yaitu pertanian dan peternakan. Baik pertanian maupun peternakan masih mengandalkan produksi sendiri.

Setelah itu manusia beranjak mengatasi keperluan hidupnya dengan mempertukarkan kebutuhan masing-masing. Maka muncullah jenis baru cara memenuhi kebutuhan yaitu dagang.

Dagang bisa dilakukan oleh yang punya langsung komoditi untuk dipertukarkan dengan nilai/keuntungan yang diharapkan atau oleh orang atau pihak yang bukan pemilik komoditi yang bertindak sebagai perantara semata dengan mengambil keuntungan yang sudah ditetapkan oleh yang bersangkutan yang disebut selisih harga/margin.

Maka dikenallah suatu golongan di dalam masyarakat manusia yang berprofesi sebagai pedagang. Dia membeli barang atau komoditi ataupun suatu yang akan dijual kembali oleh dirinya dari dan kepada orang lain. Kadang kala demi mengelola harga dan keuntungan maupun menghindari kerugian, dia menyetok komodoti.

Demikianlah golongan ini pun eksis di dalam masyarakat berbanding posisi dan jumlah dengan golongan konsumen dan produsen dalam membentuk komposisi masyarakat.

Sampai pada sifat dagang semacam itu dengan kerumitan yang belum muncul, cara dagang masih sederhana dan masih menyediakan kesempatan bagi pembeli untuk memilih membeli atau tidak. Dagang macam itu boleh disebut dagang konvensional.

Namun seiring perkembangan zaman dan kompleksnya masyarakat ditambah persaingan dagang yang makin ketat, maka timbullah cara baru dalam berdagang. Cara baru ini hampir dapat dikatakan laiknya dagang paksa. Dagang macam apakah ini?

Dagang ini boleh disebut dagang dengan basis kebijakan. Inilah jenis dagang yang menggunakan kekuatan dan kekuasaan demi meraup keuntungan. Memang syarat berhasilnya dagang paksa semacam ini yaitu hadir dan efektifnya kekuasaan.

Contohnya ada di suatu daerah. Seorang bupati pada awalnya pengusaha. Kemudian terpilih jadi bupati. Maka kekuasaan untuk membelanjakan uang negara di tingkat daerahnya ada pada tangannya.

Lalu pikirannya bekerja. Bagaimana caranya agar komoditi yang dimilikinya dapat dibeli oleh pemda yang dipimpinnya. Kebetulan selama ini dia punya dagangan batu galian C yang dapat dimanfaatkan sebagai komponen jalan raya.

Maka diaturlah oleh dirinya supaya atas nama pemda sebagai pemilik proyek jalan kabupaten membeli ke perusahaannya sendiri. Inilah yang disebut dagang dengan menggunakan kebijakan atau kekuasaan.

Hal semacam ini bisa dilakukan oleh yang bersangkutan sendiri atau pihak-pihak yang memiliki akses kepada kebijakan. Biasanya kelompok atau pengusaha.

Dagang dengan cara menggunakan kebijakan tentu sangat efektif dan efisien. Keuntungannya besar.

Andalannya adalah kekuasaan menentukan suatu komoditi dapat di-ACC atau tidak. Perkara mutu kompetitif suatu komoditi bukanlah ukuran. Ini tentang semata kekuasaan. Maka jelas di sini perkaranya ialah bagaimana mendekati dan mendikte kekuasaan.

Ilmu bantu dagang yang dibutuhkan ialah bukan ilmu konvensional seperti manajemen, akuntansi dan administrasi bisnis. Ini adalah soal ilmu ankonvensional.

Ilmu merayu, ilmu meyakinkan, ilmu jebak,  ilmu intimidasi, ilmu tipu muslihat, ilmu sogok, ilmu servis, dan ilmu-ilmu ankonvensional lainyalah yang paling berperan menentukan sukses tidaknya keputusan untuk membeli oleh pengguna.

Maka jangan heran jika banyak tokoh militer dan intelijen Indonesia sekonyong-konyong muncul sebagai konglomerat. Sebab ilmu yang diterapkannya dalam berdagang atau berbisnis adalah ilmu intelijen.

Demikian apa yang dinamakan ilmu dagang ankonvensional. Yaitu suatu cara berdagang dengan memperalat kekuasaan untuk  mengatur pembelian, harga, keuntungan dan peruntukan.

 

 

~ Syahrul E Dasopang