Politik

Pemilu dan Indonesia Rusak karena Amandemen

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Di dalam Al Qur’an disebutkan beberapa kali tentang “manusia yang membikin kerusakan di muka Bumi”. Itu adalah salahsatu sifat manusia yang diidentifikasi oleh malaikat, ketika mencoba memprotes penciptaan manusia. Tentu Allah juga Maha Tahu, dan Maha Tahu pula dalam menghukum mereka yang melakukan kerusakan di muka Bumi. Allah juga tahu mereka yang mengingkari merusak muka Bumi, dan selalu merasa telah berbuat yang sebaliknya.

Pasal 6 ayat (1) UUD45 Asli itu berbunyi: “Presiden adalah orang Indonesia Asli”. Tentulah harus diartikan, bahwa Wakil Presiden juga harus orang Indonesia Asli, sebab Wakil Presiden bisa menggantikan Presiden (Pasal 8 UID45 Asli). Oleh MPR Pimpinan Amien Rais, Pasal 6(1) tersebut diganti dengan menghilangkan kata-kata “orang Indonesia Asli”. Sedang pasal 6(2) tentang Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dihapuskan samasekali.

Demikian pula, MPR Pimpinan Amien Rais menambahkan Pasal 6A yang terdiri dari 5 (lima) ayat, pada UUD45 Palsu, di mana Ayat (2) berbunyi: “Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilihan Umum sebelum Pemilihan Umum”.

Menghilangkan “orang Indonesia Asli” serta Diusulkan oleh Partai Politik atau “Gabungan Partai Politik” bagi Capres dan Cawapres itulah yang membikin Pemilu (Pilpres, Pilkadavdan Pileg) serta kehidupan Tata Negara kita menjadi kacau dan rusak berantakan… yang berpotensi menimbulkan malapetaka berkepanjangan, bahkan meniadakan eksistensi NKRI.

Sudah sangat jelas di sini, bahwa Amandemen UUD45 adalah hasil rekayasa pihak Asing dan Aseng yang bekerjasama dengan para Pengkhianat di dalam Negeri, antara lain, Ketua MPR Amien Rais beserta Pimpinan MPR lainnya pada periode tersebut. Dari kedua hal tersebut di atas, yaitu menghilangkan kata-kata Indonesia Asli serta diusulkan oleh Gabungan Partai Politik, dimunculkanlah fenomena ambang batas atau threshold kepresidenan 20% oleh Rezim Jokowi,sehingga soal “Gabungan Partai Politik” mau tidak mau menjadi nyata dan harus terjadi.

Selain Koalisi Partai bukan merupakan Praktek dalam Politik Kenegaraan umumnya, dan khususnya dalam sistim Kepresidenan (presidensiil), banyak yang tidak menyadari bahwa praktek itu membawa bencana bagi Negara dan Kedaulatan Rakyat (baca: Demokrasi). Berikut adalah berbagai bencana yang timbul di Indonesia dewasa ini:

1. Masuknya Agen Asing menjadi orang Nomor Satu.
Sekalipun Pribumi, bisa saja menjadi Agen Asing, apalagi yang bukan Indonesia Asli. Jokowi sudah banyak ditulis dan disebut sebagai Keturunan Cina. Bahkan dengan kebijakannya yang Pro-Mafia Cina dan Pro RRC, maka orang menjadi tidak ragu lagi mengatakan dia keturunan Cina. Seharusnya Polri dan BIN melakukan penyelidikan. Di AS sendiri, Donald Trump yang Bule Asli, dicurigai mempunyai hubungan konspiratif dengan Rusia dalam pemenangan Pemilihan Presiden 2016 lalu. Perihal ini sedang diselidiki oleh FBI dan CIA. Bahkan kata “berperilaku pengkhianat” sudah mulai dilontarkan oleh anggota Kongres kepada Trump, sehubungan dengan pembelaan Trump kepada Putin bahwa tidak ada campurtangan Rusia dalam Pilpres 2016.

2. Hilangnya Integritas Partai
Partai-partai Politik tidak lagi menonjolkan Kwalitas Partai demi memenangkan suara rakyat, tapi lebih mementingkan berkoalisi dengan partai-partai lain sekalipun dengan cara menjual diri dengan harga murah. Partai seharusnya percaya diri dalam membangun platform dan ideologi untuk mewujudkan Indonesia yang Adil dan Makmur, sehingga bisa menuai suara kecintaan rakyat. Ideologi dan Marwah Kepartaian semacam itu sudah hilang diganti dengan Jalan Pintas berupa Koalisi. Rakyat tidak tahu lagi arah dan tujuan Partai-partai dan para Pengelolanya. Mereja hanya punya duit untuk bikin Partai, tanpa mampu merekrut Cerdik-Pandai.

3. Praktek Suap-Menyuap dalam Pilpres oleh Para Mafia.
Bukan lagi rahasia ketika Jokowi bersama-sama Cina Mafia di belakangnya meminta agar PDIP menjadikannya Capres dengan bayaran tinggi. Bukan kwalitas Calon yang penting, melainkan “wani piro” yang menjadi ukuran. Tentulah karena tahu, bahwa Jokowi bukan Indonesia Asli, tapi kesempatannya dibuka oleh UUD Palsu. Dan untuk melindungi kerentanan itu, diundanglah si Pribumi Jeka untuk menjadi pendamping juga dengan mahar yang tidak murah. Situasi itu kemudian dibudayakan di antara partai-partai yang tidak mempunyai Calon yang berkwalitas: siapa yang mau menjadi Capres/Cawapres, maka harus berani bayar! Kesempatan ini dibuka seluas-luasnya sebelum Pilpres oleh UUD Palsu. Hasilnya sungguh menakjubkan, yang berani membayar justru manusia-manusia berduit, tapi Kerdil dan tidak punya Kualitas. Di belakang mereka adalah Gerombolan Mafia!

4. Membudaya sampai ke Wakil-Wakil Rakyat dan Daerah-daerah.
Masuknya Jokowi yang sejak awal sudah diplot oleh pihak Asing (baca: AS dan Koalisi Baratnya) dan Aseng (baca: Mafia Cina Indonesia dan RRC) memang tidak hanya merusak sampai di tingkat kepresidenan, melainkan juga untuk semua lini, termasuk pada Pemilihan Anggota LegIslatif Wakil Rakyat dan Kepala-kepala Daerah. Maka berlakulah di situ Praktek-Praktek Koalisi Kepartaian dan Suap-menyuap. Seorang Calon Kepala Daerah yang tidak jelas “siapa dia” dan kualitasnya bisa didukung oleh beberapa Partai yang menjanjikan suara bagi pemenangannya, asal berani bayar! Seorang Calon Anggota Legislatif dari sesuatu partai bisa “ditransfer” ke partai lain dengan uang transfer yang lumayan, dengan pertimbangan di luar kekualitasan; termasuk di situ upaya penghancuran karakter si Calon sendiri.

5. Pilpres 2019 Berpotensi Melenyapkan NKRI.
Sudah hampir bisa dipastikan, bahwa Praktek-praktek Koalisi Kepartaian dan Suap-menyuap mewarnai Pilpres 2019 dengan Calon-calon Presiden Khianat, baik yang Pribumi maupun yang Keturunan. Bahkan yang Keturunan ini tidak hanya dari Nenek-moyang Cina saja, melainkan sudah siap pula dari Arab, India, Pakistan, bahkan Turki dan lain-lain. Republik Indonesia memang bisa menerima orang asing dan keturunan asing menjadi warganegara Indonesia, tapi tidak untuk menguasai, merusak, atau bahkan menjajah. Setelah 250 tahun merdeka, AS baru bisa menerima Barack Obama. Bahkan Eropa tidak mengenal adanya keturunan Asing menjadi Presiden, melainkan hanya setingkat Walikota. Soekarno dan Soeharto hanya menerima sampai tingkat Menteri. Indonesia kecolongan dengan naiknya Jokowi. Maka bisa dibayangkan, kalau Pintu Pasal 6 (dan Pasal 6A) UUD Palsu ini dibuka terus, termasuk dibuka dalam Pilpres 2019, maka bisa dibayangkan, siapa pun Presiden yang terpilih, Indonesia akan menuai bencana dan malapetaka yang lebih besar, antara lain, puluhan juta orang Cina akan masuk ke NKRI, dan Kekayaan Alam kira akan dihabisi oleh Pihak Asing dan Aseng, dan Indonesia tidak punya masa depan. Pribumi dan yang berpredikat Ustad, yang terpilih sekalipun, selain tidak berkwalitas, juga punya potensi berkhianat, melanjutkan Sistim Mafia ini sampai Indonesia lenyap. Bukankah Duit adalah “yang maha kuasa” sekarang ini…?! [mc]

*Sri-Bintang Pamungkas, Aktivis Senior, Akademisi Universitas Indonesia.

Terpopuler

To Top