Rest in Peace (RIP), Ungkapan Yang Salah Kaprah. Harusnya Ini

Nusantarakini.com, Bekasi –

Istirahatlah dengan damai, rest ini peace, begitu yang kerap kita temukan dalam iklan kematian di koran-koran. Padahal ini merupakan ungkapan yang keliru disematkan pada orang yang wafat. Seolah menyimpulkan bahwa yang wafat tengah memasuki masa istirahat setelah sebelumnya hidup dalam masa sibuk dan masa bekerja. Apa iya betul begitu? Rasanya itu harapan konyol manusia saja.

Tentu saja sebagai ungkapan, hal itu tidak tepat. Yang wafat tidak tengah istirahat. Yang sebenarnya ialah si mayat tengah kembali atau pulang ke alam asalnya. Dari alam lahir, alam dunia, ke alam baqa, suatu alam yang kriteria dan wujudnya bukan lagi seperti waktu di dunia.

Entah apa yang terjadi pada yang bersangkutan setelah wafat. Seturut agama, yang wafat tengah menanti hari pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatannya selama di dunia.

Menurut yang masuk akal ialah bukan istirahat, tapi pulang. Pulanglah dengan damai, rasanya ungkapan macam itu lebih logis untuk disematkan. Sebab kenapa?

Pada kenyataannya, manusia tengah pulang saat mengalami kematian. Dia pulang ke asal. Asalnya tiada dan kembali kepada tiada.

Soal Pulang

Soal pulang ini tentu ada macam-macam dan kondisinya. Tentu yang paling indah ialah pulang dalam keadaan puas dan memuaskan. Inilah yang disebut “ya ayyatuhannafsul muthmainnah irji’iy ila rabbiki raadliyatan mardliyyah”.

Kenapa kondisi pulang yang indah begini dapat diraih? Karena segala urusan di dunia menyangkut hubungan dengan Allah dan sesama manusia telah ditunaikan dengan sempurna dan tanpa meninggalkan cacat. Maka ruhani pun pulang kepada Tuhannya dengan rasa puas dan damai.

Sementara itu, ada yang pulang dengan keraguan. Ragu apakah akan diterima atau ditolak oleh Allah. Karena amal ibadah selama di dunia jauh dari rasa yakin untuk dibanggakan kepada Allah.

Ada pula pulang dengan rasa takut, cemas dan was-was. Sebab tersadari bahwa amal yang dibawa tidak memadai dan lebih banyak dosa yang dipikul ketimbang pahala. Apakah karena hal semacam ini sehingga ekspresi wajah dan mata saat sakaratul maut terlihat tegang? Semoga kita  jangan sampai termasuk kelompok yang semacam ini.

Nah, yang sial ialah pulang kepada Allah dengan rasa tersiksa. Belum pulang saja sudah menderita oleh tekanan dan kebimbangan yang menyiksa. Sudah terbayang tidak terandalkannya tabungan amal saleh yang dimiliki. Sebab dosa kepada manusia, menggunung, dan untuk menyelesaikannya saja tidak yakin dapat dilakukan akibat waktu yang tersedia tidak mencukupi lagi. Adapun amal saleh, masih terasa sangat kecil.

Belum pulang saja kepada Allah sudah tersiksa, apalagi jika nyawa sudah berpisah dari badan. Maka kerap kita saksikan ada orang mati dengan sangat tersiksa, sampai-sampai mata mendelik menahan rasa sakit.

Walhasil, marilah gunakan waktu agar kita pulang kepada Allah setidak-tidaknya dengan hati yang damai dan tenang. Lebih bagus lagi pulang dengan hati menang dan puas karena dosa kepada manusia terasa sudah tertebus, dan tabungan amal saleh terlihat mencukupi untuk dibawa sebagai bekal di alam kubur.

Sudahkah Anda siap pulang kepada Allah dengan damai, tenang, menang dan hati puas?

Lain kali yuk kita ganti ungkapan dari rest ini peace (RIP) jadi back in peace (BIP).

 

 

~ Kyai Kampung