Indonesia Pasca Jokowi: Golput!?

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Masih tentang koalisi. Koalisi model Amien Rais di dalam Amandemen UUD45 Pasal 6(2) memang menjadi Perusak terhadap Ketatanegaraan kita. Dalam Sistim Presidensiil tidak dikenal koalisi-koalisian.

Lihatlah contoh Angela Merkel yang menang untuk ke empat kalinya, tapi kali ini suara Partainya, Kristen Demokrat (CDU), masih belum cukup untuk membentuk kabinet. Maka dia mengajak Seehofer, Ketua Partai Sosial Demokrat (SDU), untuk berkoalisi… dan dia mau. Di tengah jalan, dengan meningkatnya imigran ke Eropa dan Jerman, Seehofer, sebagai Menteri Imigrasi, menginginkan perubahan kebijakan. Koalisi hampir saja pecah, tetapi bisa diselamatkan, sesudah Angela Merkel setuju membatasi jumlah imigran.

Itulah koalisi dalam Sistim Parlementer. Sekalipun begitu, Platform Partai tetap terjaga oleh karakter pemimpinnya. Tidak ada jual-beli. Tidak ada transaksi. Tidak ada suap-menyuap.

Jokowi menggunakan Pasal 6 (2) dan memanipulasinya dengan memaksakan adanya Threshold Kepresidenan, yang mengakibatkan terjadinya Koalisi Partai-partai lainnya untuk Pencalonan Presiden. Berapa pun angka threshold tersebut, ide koalisi partai-partai dari Amien Rais ini adalah pengkhianatan terhadap Ketatanegaraan umumnya dan khususnya UUD45 Asli.

Inilah awal dari Sistim Jahiliyah yang kita rasakan dewasa ini. Sekalipun, di Era SBY sistim Koalisi di DPR dan Kabinet pun sudah mulai ada. Bahkan, ketika Megawati (PDIP) menjadi Presiden, dia pun memilih Hamzah Haz (PPP) sebagai Wapresnya. Sekalipun tanpa Wapres Mega bisa jalan, karena Sidang MPR 2001 itu tidak dimaksud untuk memilih Wapres. Kesalahan Amien Rais, bahkan sudah terlihat ketika Megawati yang sudah kalah dalam Pilpres di MPR 1999 masih bisa dipilih dalam Pilwapres berikutnya. Bandingkan dengan Pak Harto yang selalu memilih Wakilnya yang berasal dari (Partai) Independen (bukan PDI dan bukan PPP), tapi harus setia kepada Golkar.

Coreng-moreng Ketatanegaraan kita sudah terjadi lama. Yang membuat aneh adalah para Ahli Hukum Tata Negara kita. Ke mana mereka, sampai tidak bisa mencegah terjadinya berbagai kerusakan ini?! Ke mana Yusril Ihza Mahendra yang legendaris itu?!

Memang Yusril sedang sibuk waktu itu mendirikan PBB. Bahkan dengan PBB-nya itu, Yusril sempat mencalonkan diri untuk Pilpres 1999. Tapi konon dicegah oleh beberapa tokoh Muhammadiyah, termasuk Amien Rais. Tapi sekalipun begitu, Yusril hampir tidak pernah meninggalkan Pos-nya sebagai seorang Menteri. Yusril dijuluki sebagai the All Presidents Man, karena melayani semua Presiden RI, selain Soekarno dan Jokowi; pada saat berbagai kerusakan terjadi.

Yusril adalah Pembantu setia Soeharto, bahkan masih membelanya pada 19 Mei, dua hari sebelum Soeharto mundur. Selain membantu Habibie, yang bakal menjadi pesaingnya dalam Pilpres 1999 seandainya jadi mencalonkan diri, juga menjadi Pembantu setia Gus Dur dan Megawati. Itulah saat-saat terjadinya Amandemen UUD45, dari 1999 sampai 2002! Tidak pernah ada suara Yusril menolak Amandemen UUD45 Asli, khususnya pada Pasal 1 (2), Pasal 6, Pasal 16 dan Pasal 33.

Apakah Yusril setuju dengan Amandemen?! Kelihatannya begitu. Tapi dia sibuk melayani para presiden, sehingga menelantarkan partainya, sehingga pada 2014 tidak mendapat kursi di DPR. Dan sekarang terjebak oleh Presidential Threshold. Kalau dia masih bernafsu menjadi presiden, pada saat tidak mempunyai kursi di DPR, maka pilihannya ada tiga: Mengajukan Uji Materi untuk menolak threshold kepada MK, merengek-rengek kepada partai lain untuk diangkat menjadi Capres atau Cawapres Partai lain, termasuk membayar mahar demi koalisi itu kepada Jokowi atau lainnya. Atau melawan Jokowi habis-habisan sebelum Pilpres 2014, yaitu dengan bergabung dalam People Power Indonesia. Memang, setiap orang harus membayar kembali segala perbuatannya yang lalu, yang telah merugikan rakyat banyak. Pilihan Yusril akan menentukan siapa jati dirinya! Amien Rais juga harus begitu.

Tentu termasuk TGB yang harus mengalami nasib sama. TGB sebenarnya tidak pernah dikenal. Dia hanya seorang Gubernur yang mendadak namanya naik setelah adu argumen dengan seorang Cina, Steven, di Bandara, yang menyebutnya “Tiko”. Begitulah kebanyakan orang kita, gampang kagetan, terlalu reaktif, lalu membela, kemudian mendukung tokoh yang mendadak menjadi buah-bibir akibat hal-hal sepele. Ternyata TGB tidak lebih dari tokoh daerah yang kebanyakan korup. Baik korup uang maupun yang lain. Intinya TGB tidak mampu membawa amanat rakyat, dan masih gampang tergoda oleh tahta, wanita dan harta. Tergoda oleh perempuan muda lain, sampai-sampai isteri yang melahirkan anak-anaknya pun diceraikannya. Kedoknya sebagai Cebong semakin ketahuan, saat diperiksa petugas ke mana uang hasil divestasi Newmont dilarikan, lalu minta tolong Jokowi untuk menyelamatkannya.

Itu adalah sifat khas Cebong-cebong menjelang Pilpres 2019. Termasuk mereka yang gila pangkat dan lalu merengek-rengek menjilat pantat untuk bisa menjadi Wapres-nya Jokowi. Sebut saja, nama-namanya pun sudah tercatat di masyarakat. Inilah Sistem Jahiliyah yang sudah merasuki jiwa banyak tokoh, termasuk mereka yang mengaku Pancasilais dan Ahli Islam.

Amat disayangkan, kalau Anies Baswedan juga tergoda untuk menjadi Capres 2019. Dia harus ingat, bahwa kerusakan Indonesia sekarang ini telah mencapai puncaknya sebagai akibat Amandemen UUD45 yang dimotori oleh Asing dan Aseng. Jangan terlalu bangga menjadi Anak Emas Amerika Serikat, dengan predikat Islam Moderat, bersama Koalisi Baratnya. Pasti ada Udang di Balik Batu yang bakal merugikan Negara dan Rakyat Indonesia. Jangan pula lupa Rekayasa Jokowi dan Ahok serta para Mafia Cina, agar Non-Pribumi dan Non Islam bisa menduduki jabatan Presiden dengan berbagai cara, termasuk menghancurkan Pribumi dan Islam.

Jadi Yth Habib, itulah wajah para tokoh Muslim kita. Prabowo, Amien, SBY, Yusril, TGB, Mahfud, Tito, Budi, Anies… dan masih banyak lagi yang belum disebut. Apalagi yang non-Muslim. Jadi, Golput adalah sebuah perlawanan terhadap Sistem Jahiliyah yang mengakibatkan kerusakan moral pada para Calon Pemimpin kita. Sesuatu yang harus kita pertanggungjawabkan pada Hari Akhir. Jangan mudah mengharamkan yang tidak diharamkan, dan jangan menghalalkan yang tidak dihalalkan. Golput adalah People Power yang melawan Kebatilan yang ditunjukkan oleh Sistim Kepartaian dan Pemilu sekarang ini.

Juga kepada Rizal Ramli yang telah sempat melamar partai ke mana-mana, karena tidak mempunyai kendaraan sendiri. Termasuk mereka yang berkualitas, punya potensi menjadi Presiden Republik ini sebaik Soekarno-Hatta, tapi lebih memilih diam sementara ini. Rizal mungkin saja bisa mendapat perhatian dari Rachmawati yang
ternyata adalah Wakil Ketum Gerindra. Siapa tahu Prabowo menyerahkan Kecapresannya kepada Rachma atau Rizal. Atau seperti diharapkan kepada Yusril, untuk bergabung dengan People Power Indonesia. Ikut dalam Pilpres 2019 sama saja dengan meneruskan Sistim Jahiliyah untuk berlanjut terus-menerus sampai NKRI bonyok. Lebih baik ikut dalam Barisan Golput, dengan menghentikan Joko-Jeka sebelum 2019, untuk Kembali Memberlakukan UUD45 Asli. Barulah menjadi Capres terhormat! Amin!

Merdeka!

8 Juli 2018

*Sri-Bintang Pamungkas, Aktivis Senior.