Budaya

HUKUM KEHIDUPAN: Seberapa Besar dan Presisi Energi Yang Kau Kerahkan, Maka Itulah Hasilmu

Nusantarakini.com, Bekasi –

Kita hidup dengan hukum-hukum alam yang sudah baku. Hukum-hukum alam itu rancangan Tuhan. Maka kita wajib mensyukuri ciptaan Tuhan itu. Ibarat kita menciptakan software, tentu ada hukum atau sistem bakunya. Ketika kita tidak mengikuti hukum itu, kita tidak akan memperoleh hasil optimal seperti yang diinginkan.

Kadangkala, kita menemukan pemahaman yang menyederhanakan hukum alam, padahal sejatinya menolak hukum alam. Bukannya berupaya menemukan hukum alam yang berlaku, malahan mengabaikan adanya hukum alam itu. Misal, ketika seseorang terpilih dalam pilkada, dengan mudahnya dikeluarkan sebuah kesimpulan bahwa hal itu telah tertulis di Lauh Mahfudz.

Kesimpulan semacam ini bukannya mendidik, malahan memperosokkan orang kepada kesimpulan simplifikasi yang sama sekali tidak memecahkan masalah. Padahal harusnya, ditemukan hukum alam yang berlaku, kenapa yang satu menang, dan kenapa yang lain kalah. Mustilah ada hukum yang bekerja di situ. Hukum itulah yang harus ditemukan dan dijadikan sebagai pelajaran untuk progress.

Simplifikasi berwarna agama semacam itu bukan tidak boleh, tapi dapat membuat orang pasif dan fatalis. Akibatnya pula, hilanglah dinamika dalam hidup. Ini memang akan membawa kita pada diskusi takdir dan ikhtiar. Sampai di mana batas-batas ikhtiar, sampai di situlah wilayah takdir beroperasi, kira-kira begitu titah Umar bin Khattab. Jadi janganlah cepat-cepat menyimpulkan bahwa apa yang dihadapi, itu adalah takdir. Kenapa tidak diselidiki dan ditemukan, hukum apa yang bekerja sehingga hasil yang diterima seperti hal itu.

Ada satu hukum yang dapat dijadikan pegangan. Hukum itu berbunyi seperti ini. “Seberapa besar tenaga/energi yang kamu kerahkan, maka itulah hasilmu. Dan itu belum cukup. Seberapa presisi sasaran tenaga yang kau kerahkan, maka itulah hasilmu.”

Apa artinya hukum ini? Kadangkala kita merasa sudah mengerahkan tenaga, pikiran, dan uang demi mencapai target yang kita inginkan, namun capaian tidak sesuai keinginan. Boleh jadi ada yang keliru soal presisinya. Dimana?

Mungkin kadar tenaganya kelebihan dosis, sehingga memang ada takaran dosisnya. Seperti obat, jika kelebihan dosis, bukan sembuh yang diperoleh, malahan penyakit baru. Kemungkinan kedua, boleh jadi sasarannya ngawur alias tidak tepat sasaran. Makanya di sini penting sekali diagnosis yang tepat dan akurat.

Banyak orang menyangka, dia sudah merasa bekerja maksimal, kok hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan? Mungkin saja salah sasaran. Haruslah jelas dikenali dan ditemukan titik, identitas, karakteristik dan letak masalahnya, sehingga tenaga yang dikerahkan, tidak mubazzir dan salah sasaran.

Artinya, untuk mencapai hasil maksimal, volume tenaganya harus tepat, sasarannya juga tepat, dan metodenya pun harus tepat. Bukankah hal ini mempersyaratkan dikenalinya dan dipahaminya hukum apa yang bekerja pada suatu objek? Ini adalah hukum alam. Hukum alam ini diberikan Tuhan bagi manusia untuk mereka pelajari sehingga memberi jalan bagi manusia untuk menguasai alam dengan mudah dan ringkas. Bukan malah masa bodoh dan cepat-cepat menyerahkan urusan bahwa perkara itu tidak dapat diketahui, lalu buru-buru menyimplikasi dengan menyatakan, biarlah, itu sudah tertulis di Lauh Mahfudz alias serahkan saja sama Takdir.

 

 

~ Kyai Kampung

Terpopuler

To Top