Dilema PDIP dan Masyarakat Sipil Terhadap Tekanan Teroris Supaya RUU Terorisme Disahkan Segera

Nusantarakini.com, Jakarta –

Salah satu implikasi dari aksi teror yang meluas adalah terpaksa harus dipercepatnya pengesahan RUU Terorisme sebagai UU.

Salah satu yang paling risiko dari RUU ini ialah membuka peluang dibungkamnya kebebasan sipil dan diakomodasinya kembali militer ke ranah pemberantasan terorisme setelah sebelumnya hanya ditangani oleh Polisi.

Polisi dan militer dua paradigma yang berbeda. Militer berangkat dari paradigma perang, sedangkan polisi berangkat dari penegakan hukum. Tentu saja akibatnya juga berbeda dalam hal penangan aksi teror.

Tapi memang situasi yang dihadapi bak fait accompli. Mundur kena maju kena. Dilema. Maka dapat dipahami bilamana PDIP sebagai partai yang diisi oleh masyarakat sipil diam dan tidak banyak komentar. Situasi memang amat rumit dan penuh tekanan di sana sini.

Bilamana RUU Terorisme ini betul-betul diundangkan, praktis militer perlahan masuk kembali secara formal ke wilayah yang sensitif.

Penguasa tentu tidak selamanya dari PDIP. Terbayang jika keadaan berbalik, dan penguasa bukan lagi berasal dari masyarakat sipil yang murni, tentu UU Terorisme dapat dimanfaatkan untuk membungkam lawan politik seperti yang terjadi pada UU Subversif di masa Orba.

Barangkali ini hal yang paling memusingkan para pemikir dan aktivis masyarakat sipil yang berbasis di PDIP.

Pengalaman panjang yang pahit di bawah tekanan militer di zaman Orba, tentu tidak mudah dilupakan oleh para aktivis PDIP. Kiranya mereka dapat kembali memikirkan ulang bagaimana seharusnya menangani aksi terorisme tanpa mengulang balik ke masa Orde Baru yang lebih mengedepankan pendekatan kekuasaan ketimbang hukum. (bhg)