Atiq Tajudin: Ada Kok Solusi Selain Perpres 20/2018 untuk Atasi Serbuan TKA ke Indonesia

Nusantarakini.com, JJakarta –

Perpres Nomor 20 Tahun 2018 yang dikeluarkan Maret lalu menciptakan kehawatiran di berbagai kalangan. Pasalnya, Perpres tersebut memberi alas legal bagi masuknya tenaga kerja asing secara besar-besaran.

Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat saat ini ada 126 ribu TKA yang ada di Indonesia per Maret 2018. Angka ini bertumbuh 69,85 persen jika dibandingkan posisi akhir 2016 yakni 74.813 orang.

Salah satu yang paling mendapat sorotan dengan adanya Perpres yang dikenal dengan Perpres TKA ini ialah kehadiran TKA yang berasal dari China. Pasalnya, China belakangan dikenal agresif menanamkan investasinya di berbagai belahan dunia, termasuk ke Indonesia.

Tidak seperti umumnya investor asing, China menerapkan investasinya dengan mengikutsertakan tenaga kerja dari negerinya secara besar-besaran. Bahkan untuk posisi pekerjaan sopir dan buruh kasar pun, diraup habis oleh PMA China. Hal ini membawa dampak bagi sempitnya peluang pekerjaan bagi masyarakat lokal untuk dapat diterima sebagai tenaga kerja kasar. Beberapa kasus telah meledak menjadi kemarahan.

Atiq Tajudin, berharap Perpres TKA yang tengah jadi sorotan itu jangan sampai digunakan untuk memberi pintu masuk seluas-luasnya bagi TKA dengan skill rendah. Sebab hal itu dapat merugikan masyarakat yang masih banyak memerlukan pekerjaan.

“Perpres itu hendaknya dapat digunakan sebagai alas legal bagi memperketat masuknya tenaga kerja asing. Bukan sebaliknya,” ujarnya.

Dia berharap, implementasi Perpres tersebut harus benar-benar diwujudkan dengan baik. Terutama menyangkut pengawasannya.

Saat mana masuknya TKA tidak bisa lagi dihindarkan pada era sekarang ini, Atiq mengusulkan, supaya tenaga kerja lokal kompetitif dengan kebutuhan investasi asing, oleh pemerintah diberikan pelatihan dan pendidikan sesuai spesifikasi investasi yang masuk. “Jangan biarkan warga lokal di mana perusahaan asing itu berada, hanya menonton dan memungut ampasnya saja. Itu harusnya tidak terjadi. Pemda dan pemerintah pusat, harus memberikan solusi atas hal tersebut,” pungkasnya. (bgt)