Debat Pilkada Morowali: Bangun 10 Ribu Rumah, Tak Masuk Akal

Sejumlah pengamat dan akademisi menilai, banyak program yang diusung Pasangan Calon (Paslon) Bupati Morowali, irasional alias tidak masuk akal.

Hal ini terlihat saat debat terbuka kandidat lima Paslon Bupati Morowali tahap ll di Gedung Serbaguna, Bungku Tengah, Morowali, Jumat (27/4) malam.

Debat tersebut, menurut akademisi Dr. Irshan A Rahman, bahwa program 10 ribu rumah yang diusung salah satu Paslon, irasional alias tidak masuk akal. Pasalnya program tersebut tidak mengkaji Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan anggaran yang tersedia.

“Jelas nga masuk akal. Dari mana asal hitungan membangun 10 ribu unit rumah itu,” kata Rahman kepada wartawan di Jakarta.

Rahman menguraikan program 10 ribu rumah itu diasumsikan Rp50 juta per unit, maka dibutuhkan anggaran Rp500 miliar. Artinya, budgeting itu memakan satu periode jabatan atau setara dengan Rp100 miliar per tahun untuk membangun 2.000 unit rumah per tahun.

“Analisis ini sama saja menguras budget negara untuk satu program kampanye. Nga logis. Tak masuk akal?” tegas lelaki yang mengajar di universitas Bekasi ini.

Rahman menambahkan, dana untuk membangun 10 ribu rumah itu dari mana. Sedangkan saat ini Pemerintah Kabupaten Morowali masih defisit sejak 2013 dan 2016 mencapai sekitar Rp170 miliar lebih dari APBD Rp1,1 triliun dan 2017 meningkat jadi sekitar Rp195 miliar lebih dengan APBD Rp1,3 triliun.

Kata Rahman, belum lagi masalah jeratan hutang Pemkab Morowali dengan pihak kontraktor. Ditambah beban beban atas hutang dengan Kabupaten Morowali Utara. Nilainya bahkan sampai puluhan miliar. Tentu ini menjadi tugas berat bupati mendatang.

“Kondisi Pemkab Morowali sudah defisit, jadi harus realistis bila membuat program unggulan membangun rumah untuk warga,” ungkap dia.

Hal ini juga disampaikan Pengamat lainnya, Ir Purta Sailing MSi, bahwa program unggulan yang dijual ke pemilih (warga) hanya sebatas lipstik semata alias pemanis buah bibir. Baik itu pembangunan 10 ribu rumah.

Analisisnya, kata Purta, bahwa pembangunan rumah layak huni jika dihitung satu unit membutuhkan biaya minimal Rp55-60 juta dengan spesifikasi semi permanen Tipe36 memiliki dua kamar tidur, dan satu ruang tamu dan keluarga.

Jika kondisi rumah dibangun di daerah kepulauan, sebut Purta, akan menelan biaya sebesar Rp60-70 juta per unit, naik hingga 15-20 persen, tergantung aksesbilitasi wilayah dan persediaan bahan baku.

“Jadi sebaiknya, Paslon harus benar-benar mengedepankan logika berpikir sesuai dengan alokasi dana yang dibutuhkan. Jangan hanya sekedar lipstik dan ujung-unjungnya menipu masyarakat,” sebut Purta, lulusan teknik sipil ini.

Untuk itu, kata Purta, dalam analisis perencanaan pembangunan rumah layak huni (RLH), harus mempertimbangkan kondisi keuangan daerah. Apakah layak atau sekedar dipaksakan. Harusnya, kuantitas dapat dikurangi, jika ingin mengandalkan pembangunan rumah tersebut.

“Jangan terlalu dipaksakan jika ingin tetap mengandalkan 10 ribu rumah. Namun jumlahnya dapat dikurangi, misalnya 3.000 unit. Ini lebih logis sesuai PAD Morowali yang terbatas,” kata dia, juga pengamat perumahan ini.*