Warkop-98

UANG ITU BERARTI PERINTAH. Simak Kisahnya di Sini!

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Tahun 90-an saya pernah dapat tawaran dari relasi di Singapore. Bahwa dia minta saya membangun kebun sawit dan kemudian dia akan membeli kebun itu dengan harga ditentukan didepan. Bagaimana modal? Engga usah kawatir. Dia akan kasih pinjam. Nanti akan di perhitungkan ketika lahan siap ditanam. Katakanlah perhektar dia buka harga Rp. 25 juta. Sementara ongkos real untuk buka lahan hanya Rp. 20 juta. Jadi saya untung Rp. 5 juta. Nah kalau 5000 hektar, hitung sendiri berapa saya untung? Tapi bisnis mudah itu saya tolak. Karena secara moral tidak bisa saya terima. Saya tahu persis dia hanya ingin memanfaatkan kelemahan saya saja untuk dapat untung besar. Mengapa? Mari saya ceritakan…

Contoh ada teman broker. Ia dapat order jual kebun sawit kepada pengusaha Singapore. Dia buat PT untuk dapat izin Perkebunan Besar Sawit. Dia tidak ada modal. Namun pengusaha Singapore kasih dia modal untuk membuka kebun itu. Bila lahan masih hutan, dia tebang. Kayunya dia jual. Hasil jual itu masuk ke kantongnya. Kalau lahan rakyat, dipaksa jual oleh aparat dengan harga murah. Lahan dibersihkan dengan menyerahkan kepada kontraktor land clearing agar bisa di tanam sawit. Setelah proses land clearing selesai, tuganya selesai.

Selanjutnya transaksi jual beli saham antara dia dan pengusaha Singapore dilakukan. Pengusaha Singapore menunjuk proxy lokal sebagai pemegang saham. Dia menerima uang penjualan saham itu setelah dipotong modal awal yang dia terima. Kesimpulannya dia tidak keluar modal. Hanya mengandalkan kedekatan dengan penguasa, dia bisa kaya raya tanpa resiko apapun.

Tapi apa yang terjadi dari proses bisnis tersebut di atas? Banyak pihak yang tanpa alasan rasional menerima uang. Saya katakan tidak rasional karena memang tidak ada alasan yuridis atau moral mereka terima uang.

Siapa itu? Lurah, camat, Bupati sampai Gubernur kebagian uang. Belum lagi pejabat yang berkaitan dengan perizinan konsesi itu semua terima uang. Kemudian para kontraktor land clearing mendapatkan uang tidak wajar karena dia hanya membakar lahan dan engga peduli dampak lingkungan. Konsultan lingkungan dapat uang tidak wajar karena dia buat studi hanya copy paste dari studi yang pernah di buat tanpa melalui studi menyeluruh secara objective. Konsultan projek membuat perencanaan juga dapat uang tidak wajar karena dia juga hanya copy paste. Seharusnya mereka di bayar karena skill nya tapi mereka kerja ala kadarnya. Karena tahu pekerjaannya hanya pelengkap formal syarat di keluarkannya izin. Dan tahu bahwa pejabat juga tidak peduli kalau syarat itu benar valid atau tidak.

Kemudian setelah transaksi pelepasan saham dilakukan, pengusaha Singapore menyediakan equity 30% dari nilai proyek kebun sawit + PKS, dan 70% dari bank lokal untuk melakukan proses penanaman dan produksi. Ketika produksi, CPO di beli oleh pengusaha singapore dengan harga murah. Maklum itu memang kebun dia sendiri. Pemegang saham hanya proxy saja.

Jadi kesimpulannya pengusaha Singapore dapat resource dan dapat juga modal dari bank lokal. Dan mereka mendapatkan laba dengan pengorbanan kecil. Dari skema bisnis inilah membuat para pejabat kaya raya, anggota DPR kaya, Konsultan kaya, kontraktor kaya, LSM dan Ormas kaya, semua kecipratan uang dari menjarah sumber daya lahan nasional.

Mengapa? karena merekalah gerombolan bandit kelas menengah yang saling melindungi agar hidup makmur. Mereka membuat Singapore makmur. Bergaya hidup hedonisme di kota kota mahal di luar negeri. Memanjakan diri di tempat berkelas. Punya selir di semua apartemen mewah yang dibelinya, anak-anak sekolah di luar negeri.

Bagaimana dengan Rakyat kecil? Mereka hanya jadi buruh kasar. Kadang tanahnya dirampas paksa. Kalau harga CPO jatuh , pengusaha sawit surrender. Yang korban ya bank dan rakyat. Untunglah, setelah melalui perjuangan keras di tataran elite politik akhirnya sejak tahun 2016 Jokowi berhasil menghentikan skema ini yang telah berlangsung puluhan tahun. Pemerintah mengeluarkan moratorium terhadap usaha perkebunan Sawit dan yang telah ada di tetapkan syarat ketat dengan kewajiban mengolah dalam negeri sampai ke tahap downstream. Hanya pengusaha yang punya akses modal, tekhnologi dan market yang bisa bisnis sawit. Tidak ada lagi broker dan proxy yang kaya raya. Tidak ada lagi mereka yang masuk gerombolan bandit kaya raya hanya mengandalkan akses kepada penguasa entah di tingkat daerah atau pusat. Kalau mau uang ya harus pastikan anda qualified menerima uang. Kalau mau ya harus kerja. Kerja. PESTA USAI…! [mc/mex]

*Erizeli Jely Bandaro, Penulis Lepas.

Terpopuler

To Top