Budaya

SAMBUNG RASA NASIONAL: Raja, Ratu dan Sultan serta Pemangku Adat Nusantara

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Kemuliaan desa (Deca) dan makrifat adat Nusantara merupakan salah satu topik yang diusung AKKI (Asosiasi Keraton dan Kerajaan se Indonesia pada acara Sambung Rasa Nasional pada 30 Maret – 2 April 2018 di Rejang Lebong, Bengkulu.

Sedangkan topik terkait, yaitu Menyongsong Indonesia Sebagai Pusat Kemakmuran Dunia, pun menjadi harapan juga bagi penyelenggara, Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan AKKI.

Peserta dan Nara sumber meliputi Raja, Ratu dan Sultan serta para pemangku maupun tokoh adat dari seluruh Indonesia. Demikian juga para pakar, serta DPR RI dan DPD RI yang berkepentingan dengan madalah adat dan desa.

Harapan dapat dirumuskannya tatanan kemuliaan adat, serta tersusunnya secara komprehensif RUU Adat berikut konsep pembangunan Indonesia Untuk Masa Depan.

AKKI yang konsisten memperjuangkan kedaulatan Pengetahuan Nusantara dengan revitalisasi daya jawab Keraton terhadap berbagai persoalan bangsa Indonesia yang semakin berat tantangannya pada masa mendatang.

Hak asal usul tradisi yang diakui dalam sistem pemerintahan Indonesia sesuai dengan UU Desa No. 6 Tahun 2014, sama dengan konsep Desa pada jaman Maharaja Dharmawangsa Teguh yang memasukkan segala penahanan kesejarahan, filosofi, psikologi, antropologi dan medan kesadaran serta berbagai aspek didalamnya secara paripurna.

Karena itu sepatutnya desa menjadi kekuatan utama bagi negara bangsa dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga dengan konsep yang sama seperti dipraktekkan dibl Bali (Desa Pakraman), Sumatra Barat (Nagari) sangat memungkinkan desa tetap memiliki otoritas dalam menentukan arah, semiotika, geospiritual dan sistem kepemimpinan yang baik dan pantas untuk masyarakatnya sendiri.

Eksistensi dari fungsi serta konsep adat masing-masing-masing warga masyarakat setempat, sesuai dengan ruang dan waktu hingga dapat memberi kemakmuran yang besar pada kemajuan dan tuntutan jaman.

Konsep “alam takambang jadikan guru” dari Sumatra Barat bisa memicu metode pembelajaran yang pesat. Demikian juga dengan konsep adat “Tuah Emba Aria” di Kalimantan Timur, dapat dijadikan daya hidup masyarakat qutaire di Bumi Mulawarman itu.

Konsep kehidupan yang melibatkan masyarakat kewilayahan desa ini, menurut Shri Lalu Gde Pharma berbasis pada nilai-nilai luhur, kosmigony, kosmology dan medan kesadaran kolektif yang masih tetap terpelihara baik sampai sekarang, hingga layak dan patut dilestarikan.

Setidaknya dalam pemahaman semiotiknya, adat nenawarkan penelusuran tafsir yang dalam. Demikian juga pemaknaan hermeneutikanya yang nemiliki keajaiban pengetahuan yang tidak terbatas.

Pada akhirnya, menurut Shri Lalu Gde Pharna selaku penanggung jawab acara Sambung Rasa Nasional ini, perpaduan konsep desa (Deca) dari masyarakat Nusantara dapat disinergikan menjadi kekuatan pertahanan maupun ketahanan budaya bangsa yang unggul dan kebih bermatabat bagi manusia di muka bumi. Bahjan, kekuatan masyarakat adat Nusantara dapat dijadikan dayasolusi bagi berbagai persoalan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta. [mc]

*Jacob Ereste, Budayawan.

Terpopuler

To Top