Sidang Perdana Korban ‘Lippo Way,’ Nelly Langsung Ajukan Eksepsi

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Sidang pengadilan perdana terhadap Nelly Juliana Rosa Siringoringo terdakwa korban tuduhan pelanggaran UU ITE dari pihak Group Lippo yang mempersoalkan beredarnya tulisan tentang The Lippo Way digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis petang (11/1/2017).

Setelah diajukan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dinar Tirtawati, Majelis Hakim Nelson Sianturi mempersilahkan kepada terdakwa untuk berunding dengan tim pengacara apakah akan mengajukan eksepsi/nota keberatan atau tidak. Sebelum menjawabnya, tim pengacara keberatan dengan redaksional dakwaan Jaksa yang membubuhi tanda Bintang-bintang. Hakim menjawab bahwa silahkan nanti ditulis dalam Eksepsi yang akan disampaikan nanti.

Sebelumnya, persidangan juga nampak tegang, ketika Koordinator pengacara Nelly, Dr. Sulistiyowati, SH mengajukan protes keberatan karena berkas Berita Acara Penyidikan (BAP) belum diterima tim pengacara terdakwa. Majelis Hakim akhirnya meminta Jaksa Penuntut Umum untuk memberikan berkas tersebut minggu depan dalam sidang lanjutan.

Nelly sendiri ketika ditanya awak media tentang sidang perdananya tersebut merasa semakin bersemangat lagi untuk menuntut keadilan. Kata dia, untuk teman-teman lain yang menjadi korban kriminalisasi juga demikian adanya.

“Dengan sidang perdana yang kita hadiri tadi, membuat saya semangat lagi untuk menuntut keadilan bagi saya. Begitu juga untuk teman-teman yang lain, yang mana kecenderungannya selama ini hanya untuk mengkriminalisasi para aktivis untuk bersuara. Saya rasa kita semua tahu dengan jelas bahwa sekali yang dilakukan Rezim ini untuk membungkam para aktivis untuk berbicara. Jadi sidang ini salah satunya adalah supaya terbuka bagi khalayak ramai, kepada publik supaya tahu,” tutur Nelly kepada awak media di Jakarta, Kamis petang (11/1/2018).

Sebagai korban jeratan UU ITE, ketika ditanya tanggapannya tentang dibentuknya Badan Siber Sandi Negara (BSSN), menurut Nelly ini benar-benar memperlihatkan kediktatoran rezim sekarang yang luar biasa.

“Dan ini sama seperti mematikan demokrasi yang ada di Indonesia ini. Bayangkan saja, uang dua triliun digunakan untuk itu. Dan saya rasa itu tidak akan berguna sama sekali. Sebaiknya akan lebih bagus uang dua triliun digunakan untuk memajukan masyarakat yang benar-benar membutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Bukan dibuang-buang membuat sesuatu mencari-cari kesalahan orang,” ucapnya.

“Bayangkan saja, seorang polisi hanya bekerja memperhatian akun facebook seseorang dengan dua triliun itu, coba bayangkan saja itu dibuang-buang uang untuk sesuatu yang tidak berguna. Dan itu uang rakyat, bukan uang pemerintah,” imbuh Nelly.

Nelly juga prihatin dengan begitu kuatnya campur tangan Lippo ke ranah hukum yang menurutnya sangat luar biasa. Kata dia, ini menunjukkan arogansi korporasi di Indonesia.

“Jadi kita sekarang pemerintah ini bukan untuk melindungi warga negaranya, tetapi hanya melindungi korporasi besar. Jadi kalau korporasi, terlindungi; tapi begitu rakyat, tertindas. Jadi semua ini tidak ada membela hak rakyat, semua itu omong kosong,” beber Nelly.

Menurut Nelly, Rezim ini sangat berbahaya untuk masa depan bangsa dan negara. kendati demikian, dirinya mengaku tidak dendam dengan Jokowi maupun Lippo.

“Kalau dendam tidak, karena ini bukan untuk saya, tapi untuk masyarakat. Karena saya tidak merasa bersalah. Karena ini jelas dan pasti kalau saya dikriminalisasi. Karena saya salah satu ibu rumah tangga yang cukup kritis untuk mengkritik pemerintah,” pungkas Nelly menjawab pertanyaan awak media. [mc]