Dari Kesadaran Kembali ke UUD 45 Asli sampai Pencapaian Perjuangan

 

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Sejak diamandemennya UUD 45 asli dari 1999-2002, pada akhirnya mendorong kesadaran para Negarawan baik senior maupun junior. Dan para senior tentu yang mulai menyadarkan, sementara junior terus mencari dan mendobrak-dobrak, ada apa sebenarnya yang terjadi pada Negara Indonesia.

Namun ketika antara senior dan junior membangun komunikasi tentang kondisi Rakyat, Bangsa dan Negara, pada akhirnya tercapai kesadaran bersama. Bahwa untuk mencapai cita-cita Proklamasi, kita harus kembali ke UUD 45 asli. Apalagi proses amandemen UUD sangat konspiratif dan bersifat ilegal. Ilegal ini karena proses amandemen tidak mengikuti aturan konstitusi dan hukum yang berlaku. Pada akhirnya konstitusi UUD Amandemen menghasilkan perilaku bernegara dari para politisi untuk melanggar hukum.

Sebagai Negara modern, konstitusi merupakan dasar dari adanya sebuah Negara yang bersumber dari ideologi. Ketika UUD Amandemen diberlakukan, maka terjadilah proses perubahan secara senyap dari ideologi Pancasila ke Liberalisme Brutal.

Senyap disini adalah sebuah proses yang sengaja disembunyikan, namun sebenarnya sedang dijalankan. Jati diri kebangsaan kita sudah digantikan dengan cara pandang seolah-olah terbuka, namun sebenarnya menutup (ekslusif). Eksklusif disini bermakna bahwa politik dan ekonomi hanya boleh dikuasi kaum oligarki dan korporasi termasuk konglomerat taipan. Yaitu terdiri dari partai-partai politik mafia dan dinasti yang berelasi dengan korporasi dan konglomerat taipan.

Sedangkan Rakyat hanya dijadikan obyek penghisapan dan disenangkan oleh paham kebebasan liberal. Sementara kesejahteraannya hanya diberi sedikit tetesan yang perbandingannya sangat jauh jika dibandingkan penyerapan sumber-sumber kemakmuran yang dikuasai dan dikelola para oligarki dan korporasi. Kaum oligarki ini terdiri dari partai-partai politik pro amandemen yang saat ini menguasai parlemen dan pemerintahan. Sedangkan korporasi menangani proyek-proyek kemakmuran demi kepentingan ekonominya. Bahkan keadilannya pun dibatasi oleh kepentingan kekuasaan tersebut. Apalagi rezim kekuasaan saat ini menghidupkan kembali politik pendekatan keamanan untuk merampas keadilan Rakyat. Sehingga korban kriminalisasi dan intimidasi mulai terlihat dengan adanya penangkapan ulama, aktivis dan berbagai teror dari kekuasaan.

Agama sendiri diposisikan untuk tunduk pada kekuasaan. Jika mencoba mengkritisi, maka cap radikal dan intoleransi menjadi cara penguasa membungkam daya kritis kebenaran.

Inilah produk dari UUD Amandemen yang secara konkritnya menjadi arus penguasaan segelintir orang. Bahkan 160an lebih undang-undang diciptakan sebagai payung kekuasaan mereka.

Untuk mencapai perjuangan yang telah disepakati, yaitu kembali ke UUD 45 asli, tentu diperlukan konsolidasi yang mampu membawa Rakyat Banyak dalam kesadaran ini dan ikut dalam proses pencapaian perjuangan.

Beberapa kali telah dicoba untuk mendobrak kondisi ini, baik secara politik gerakan atau secara gugatan hukum. Namun memang belum berhasil karena posisi politik dan situasi massa Rakyat yang belum memungkinkan. Bahkan pada kegiatan 212, para aktivis ditangkap karena dianggap makar saat berencana memperjuangkan kembalinya UUD 45 asli. Dan penangkapan 11 aktivis ini direspon oleh rezim Jokowi sebagai kesempatan untuk menghidupkan kembali watak otoriter dan diktatornya. Dan akhirnya hingga sekarang pendekatan keamanan menjadi bagian program kekuasaan, dimana Polisi sebagai instrumen sayap politiknya.

Disinilah kita perlu merubah strategi pencapaian perjuangan, melihat posisi dan situasi riil yang terjadi sekarang.

Pada akhirnya diperlukan perjuangan politik untuk mencapai misi luhur kesadaran Daulat Rakyat, yaitu Kembali ke UUD 45 asli. Perjuangan politik ini membutuhkan konsolidasi gerakan Rakyat sebagai instrumen kekuatan Rakyat dan Partai Politik non oligarki sebagai instrumen politik yang dipandang legal oleh Rezim Amandemen. Perlu kita ingat, bahwa lawan yang kita hadapi saat ini bukan hanya Rezim Jokowi, akan tetapi termasuk jaringan kekuasaannya, yaitu Rezim UUD Amandemen terdiri dari kaum oligarki politik dan korporasi konglomerat taipan. Meski mereka seringkali berseberangan akan tetapi dalam satu kesempatan, mereka mengerucut. Inilah tantangan kita untuk bersatu menghadapi kekuatan besar tersebut.

Dibutuhkan satu kapal besar kekuatan Rakyat dalam konfederasi banyak organisasi perjuangan yang solid untuk membangun kerjasama dengan partai politik sebagai manifestasi konsolidasi kekuatan Rakyat dan kekuatan Politik. Sehingga terbangun Kekuatan Politik Rakyat untuk pencapaian perjuangan kita, Kembali ke UUD 45 asli. Inilah salah satu wacana strategi yang bisa kita capai bersama yang tentu masih banyak strategi lain untuk mewujudkan cita-cita luhur kita semua, yaitu menempatkan Rakyat sebagai Pemilik Negara atau di istilahkan Daulat Rakyat. [mc]

*Yudi Syamhudi Suyuti, Ketua Presidium Musyawarah Rakyat Indonesia.