Elektabilitas Jokowi Terancam, Setnov Dihantam!?

Nusantarakini.com, Jakarta –

Nama Setya Novanto (Setnov) disebut dalam E-KTP, hasilnya Setnov ditahan.

Nama Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo sama disebut juga dalam kasus yang sama, Ganjar aman.

Nama Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey juga sama disebut terima dana E-KTP, Olly aman.

Nama Ketua KPK juga terlibat sama dalam E-KTP, Ketua KPK aman.

Dan banyak nama-nama lain juga aman. Lalu kenapa Setnov yang heboh?

Karena Setnov kelas pejabat elit saat ini kelasnya di atas Ganjar dan Olly; juga di atas Ketua KPK.

Setnov pejabat tinggi yang saat ini bisa dibilang paling elit setelah Jokowi, Prabowo dan Megawati.

Setnov bukan kelas ketua umum partai lain, kelas Setnov di atas Zulkifli Hasan, Muhaimin, Romahurmiziy, Sohibul Iman, Oesman Sapta dan ketum-ketum partai lain.

Setnov dikorbankan karena Setnov kelas kakap, karena hanya dengan menangkap Setnov semua isu kebusukan rezim bisa ditutup.

Jika KPK hanya menangkap Gubernur Jateng dan Gubernur Sulut, atau nangkap anggota DPR lain, itu gak akan ngefek banyak, mereka gak punya nilai jual.

Satu satunya yang punya nilai jual hanya Setnov. Terbukti dibalik penangkapan setnov, semua misi rezim tercapai tanpa kritik termasuk meng-holding-kan 3 (tiga) BUMN.

Semuanya ketutup dengan berita “kebusukan” Setnov yang dirancang rapi oleh media yang mayoritas pro Jokowi.

Semua media, live dan bahkan mem-breaking news-kan berita saat KPK menjemput Setnov tengah malam.

Luar biasa lebaynya berita Setnov bagi mereka yang paham ilmu media, sedangkan berita kebijakan Jokowi yang hancur-hancuran ditutup rapat-rapat.

Kita menolak membela koruptor, tapi di balik masalah Setnov ada seribu mudhorot yang dilakukan rezim, tapi kita dipaksa tutup mata dan telinga.

Ini semua tidak lain dan tidak bukan adalah untuk suksesi Jokowi untuk periode kedua, hanya orang awam yang gak sampai mikir ke sana.

Pilpres semakin dekat, elektabilitas Jokowi hanya 38% menurut survei mayoritas, tanpa banyak pengalihan isu, jalan Jokowi ke periode kedua sangat berat.

Sampai-sampai Panglima TNI yang terkenal kalem akhirnya buka juga suara mendukung Jokowi 2019, konsolidasi tersembunyi, prematur, dan melanggar aturan.

Jauh hari sebelumnya, Jokowi juga sudah mengintruksikan Relawan Projo-nya untuk memulai kerja buat periode kedua Jokowi untuk pilpres 2019. Sangat tidak etis Presiden sudah “curi” start kampanye saat kinerjanya semua amburadul.

Dengan kemenangan Anies Sandi di Jakarta, kekalahan Ahok dan juga kekalahan Rano di Banten, koalisi Jokowi memang sadar posisinya berat di mata rakyat.

Apalagi pasca kekalahan Blok Jokowi dalam isu reklamasi Pantai Jakarta, Jokowi sadar betul 2019 bukan tahun hoki jika tidak bermanuver.

Sentimen anti rezim begitu kuat dan meluas dengan bukti hasil survei; bukan versi saya, ini adalah ancaman nyata yang harus dijawab dengan balasan manuver nyata dari penguasa.

Kita menunggu rakyat membuka mata, agar rakyat tidak tersihir dan terkecoh, agar rakyat tidak ikut larut dengan drama singkat ini, lalu melupakan esensinya.

Agar rakyat tetap fokus menumbangkan rezim ini di kotak suara nantinya, Indonesia sehat, solusinya ganti Jokowi atau pemimpin yang bermental sejenis.

Rakyat yang cerdas jangan pernah mau nawar, walaupun rezim nantinya nawarin seribu mahar, tetap tumbangkan! [mc]

*Tengku Zulkifli Usman, Analis Politik Dunia Islam & Internasional, tinggal di Jakarta.