Jika Pecah Konflik Besar: Apa Yang Harus Disiapkan?

Nusantarakini.com, Yogyakarta –

Asia Tenggara berada dalam iklim konflik besar. Selain titik-titik api konflik terus meluas, seperti di Marawi Filipina, Rakhine di Myanmar, juga yang perlu diwaspadai ialah implikasi dari agresivitas RRC untuk meluaskan pengaruhnya di Asia Tenggara.

Ekspansi China terlihat dengan nyata secara militer, kebudayaan dan ekonomi. Di bidang militer, terpantul dari gesekan teritorial di laut Cina selatan. Sedangkan di bidang ekonomi, semakin merengseknya produk-produk dan kapital China di seluruh Asia Tenggara. Akibatnya, etnis China yang sudah lama bermukim dan beradaptasi di lingkungan Asia Tenggara turut terseret ke dalam potensi konflik.

Sementara itu, sebagai adi kuasa lama di Asia Tenggara, AS tidak happy dengan hadirnya China sebagai saingan baru memperebutkan pasar dan sumber daya alam serta pengaruh geopolitik di Asia Tenggara.

AS mulai memanfaatkan sentimen anti China di kalangan masyarakat pribumi di Asia Tenggara. Di Filipina mulai tumbuh suasana psikologis anti China. Di Indonesia malahan semakin ke sini semakin mengental.

Bilamana hal ini tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah yang berkuasa, yaitu misalnya dengan menggalakkan percampuran lingkungan sosial dan ekonomi, bukan malah memperdalam gap di antara pribumi dan etnik China, maka bisa-bisa meledak menjadi konflik rasial yang besar.

Hal ini mengingat eskalasi dan ritme psikologis semenjak kasus Ahok mencuat setahun yang lalu dan tidak diiringi dengan kebijakan yang meredakan suasana ketidakpuasan tersebut.

Namun jika konflik benar-benar meledak, tentu suasana sudah jauh berubah di bandingkan sebelum meningkat pesatnya pengaruh militer dan ekonomi China.

Artinya, jika konflik membawa etnik China ke dalam pusaran, dapat diprediksi, RRC tidak akan tinggal diam, mengingat pengaruhnya yang semakin kuat dan tanggungjawabnya terhadap keselamatan etnik China perantauan makin baik akibat jasa ekonomi yang diberikan etnik China perantauan bagi pertumbuhan China demikian dalamnya.

Nah, jika RRC masuk intervensi kepada suatu negara yang dilanda konflik, di situ eskalasi konflik menjadi tidak karuan dan berisiko pecahnya negara tersebut. Prediksi ini tentu sangat menghawatirkan.

Jika skenario buruk semacam itu tidak dapat dihindarkan di masa depan akibat kelengahan dan anggap remeh pemerintah, rakyat harus dapat memitigasi risiko konflik semacam itu. Selain itu, rakyat sudah harus siaga menghadapi secara total supaya terhindar dari mati konyol.

Fakta menunjukkan, bukankah konflik acapkali meletus tanpa disangka-sangka sebelumnya? Maka tak ada salahnya memperkuat hubungan satu sama lain dan mengeratkan hubungan dan komunikasi antar manusia supaya kecurigaan satu sama lain dapat diturunkan. Sayangnya, pemerintah kelihatannya kurang peka dengan potensi konflik rasial ini. Harusnya, segera dengan cepat ditanggulangi faktor-faktor pengungkitnya, seperti kerakusan dan hukum yang tidak kredibel. (ke9)