Tausiah

Sertifikasi Halal, Siapa yang Berhak ‘Nyetempel’?

Nusantarakini.com, Jakarta –

Selama ini jika kita biasa nanya “Halal MUI nggak?”. Kini, pemerintah alihkan sertifikasi halal ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH). Hal ini menimbulkan banyak reaksi masyarakat yang cenderung negatif, terkesan curiga, lalu berprasangka bahwa hal ini adalah hal yang kurang positif, ada udang dibalik batu.

Dalam Islam, tugas penguasa adalah mengurus urusan ummat, “riayah syu’unil ummah”, mengatur agar rakyat bisa memenuhi keperluannya, baik yang asas maupun pelengkap. Termasuk di dalamnya, menegakkan hukum Islam, yang salah satunya berkaitan dengan urusan makanan, mana halal dan mana haram, jadi itu memang tugas penguasa.

Hemat saya, andai tegak aturan Islam di negeri ini, penguasa memastikan tiap yang dijual itu halal, hingga yang diterbitkan bukan sertifikat halal tapi cap haram. Mengapa? Karena dalam Islam, hukum asal benda itu mubah (boleh), sampai ada dalil yang mengharamkannya. Enak bukan, kita aman beli apa saja, sebab penguasa menjaminnya.

Jadi, idealnya, dalam Islam memang tugas pemerintah atau penguasa adalah memastikan kehalalan tiap barang yang dijual di tempat umum, ini bagian kepengurusan.

Lalu mengapa banyak komentar miring ketika sertifikasi halal dipindah dari diurus MUI ke BPJH? Tidak lain dan tidak bukan, karena ummat tidak mempercayai penguasa.

Ummat melihat gagalnya penguasa dalam mengurus hal-hal vital, ditambah sangat minimnya keberpihakan penguasa pada ummat Muslim, itu yang menimbulkan selentingan negatif.

Dan ini takkan terjadi, bila pemerintahnya “sekalian Islami,” tidak pilah pilih, pastilah semua rakyat mendukung. Problemnya saat ini ummat berpikir “Kamu aja belum berlabel halal, lha kok malah ngurusi label halal.”

Ini yang justru harus diperhatikan penguasa, bahwa kesadaran ummat untuk berhukum pada syariat sudahlah sangat kuat, bila bisa diakomodasi, tentu sangat positif. [mc]

*Ust. Felix Siauw

Terpopuler

To Top