Warkop-98

SKANDAL FREEPORT: Bagi Kapitalis Tidak Ada Makan Siang Gratis

Nusantarakini.com, Jakarta –

Inti negosiasi antara Pemetintah Indonesia dengan Freeport adalah untuk memaksimalisasi keuntungan negara atas tambang terbesar di dunia yang sekarang mengeruk kekayaan nasional. Kalau dalam semua hal negara dirugikan oleh sebuah kesepakatan, maka itu bukan negosiasi tapi tindakan murahan jual diri.

Sebagai mana diketahui ada 4 hal yang menjadi isu utama dalam negosiasi antara Pemerintahan Jokowi dengan Freeport yakni :
1. Perubahan KK menjadi IUPK
2. Maksimalisai pajak bagi negara
3. Divestasi 51 persen kepada negara.
4. Pembangunan smelter di dalam negeri.

Kalau keempat hal itu tidak disetujui Freeport dan pemerintah menyerah maka itu berarti bahwa Pemerintah Jokowi dan Menteri Ignatius Jonan selama ini cuma omong kosong. Pemerintah selama ini sesumbar akan melakukan nasionalisasi dan mengontrol Freeport.

Saya menangkap ada indikasi pemerintah sengaja mengalah. Dengan demikian maka kekalahan tersebut dapat dipertukarkan dengan imbalan tertentu yang mengalir ke kantong pribadi aparat pemerintahan Jokowi.

Kalau itu terjadi maka Pemerintahan Jokowi telah melakukan kebohongan besar kepada rakyat. Berpura pura nasionalis dan tegas, namun ternyata membuat kesepakatan jahat yang merugikan negara.

Sebelnya dengan perubahan KK menjadi IUPK berarti Freeport lepas dari semua; kewajiban yang ada dalam KK. Mesti diketahui bahwa ada banyak kewajiban dalam KK yang tidak dipenuhi oleh Freport selama ini seperti kewajiban melakukan pengolahan di dalam negeri, kewajiban melakukan divestasi 51% yang sebetulnya sudah diatur dalam KK dan batas waktu pemenuhan kewajiban tersebut gagal dipenuhi Freeport.

Perubahan KK menjadi IUPK adalah insentif yang besar bagi Freeport. Mengapa? Karena seharusnya kontrak karya Freeport seharusnya berakhir tahun 2021, maka dengan berubah menjadi IUPK pemerintah memperpanjang hingga tahun 2041.

Insentif ini seharusnya mendapat kompensasi minimum yakni peningkatan penerimaan negara dari pajak.

Kalau faktanya ternyata pajak pun berkurang dan pemerintah menyetujuimya maka berarti ada udang di balik batu, ada skandal besar yang dirancang pemerintah dari awal yang terindikasi untuk meloloskan kepentingan pribadi penguasa. Saya rasa ini mengkonfirmasi pepatah tidak ada makan siang gratis. [mc]

*Salamuddin Daeng, Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).

Terpopuler

To Top