Politik

Mau Tahu Ciri Khas Perilaku Politik Orang Indonesia? Ini Dia. Siapa Yang Tahu, Dia Akan Berkuasa

Nusantarakini.com, Jakarta –

Satu ciri khas sikap politik orang-orang Indonesia diwakili oleh ungkapan ini: “ngono ya ngono, tapi ojo ngono. Saya setuju, tapi…..”

Itu perkataan yang kerap kita temukan saat Anda bercakap-cakap dengan orang Indonesia terkait politik.

Setelah saya dalami, begitulah pada umumnya ciri khas sikap dan perilaku politik orang-orang Indonesia. Maka, kita jangan terlalu yakin dengan temuan suatu survey bahwa di lokasi tertentu, dengan populasi tertentu, menemukan bahwa masyarakat di situ setuju dan mendukung tokoh ini itu, isu ini itu. Sebab begitu hari H, hari ketika yang bersangkutan memutuskan secara pribadi dan merdeka, apa yang ditemukan sebelumnya, bisa 100% tiba-tiba berubah. Tergantung kondisi hati yang bersangkutan. Catat! Tergantung kondisi hati yang bersangkutan. Bukan tergantung keputusan rasional yang bersangkutan.

Orang Indonesia jarang memutuskan sesuatu secara rasional. Karena itu itu, akibatnya, jarang yang bersikap konsekwen dan konsisten. Dalam bahasa yang indah, umumnya MU NA FIK alias Hipokrit. Lain tadi, lain sekarang. Tergantung enak tidak enak. Tergantung kepentingan temporernya. Tergantung selera hariannya.

Mereka cepat berubah secara pilihan politik. Makanya, polling dan temuan survey, kerap tidak konsisten dengan hasil pungutan suara terakhir.

Hal ini berakar dari karakteristik masyarakat Indonesia yang emosional, ketimbang rasional. Paternalistik, ketimbang individualistik. Impulsif, ketimbang tenang dan tegas.

Serasional apa pun program dan visi suatu partai yang ditawarkan ke orang-orang Indonesia, jika menempuh kekuasaan dengan cara pemungutan suara, jangan berharap mengandalkan suatu janji program. Orang-orang Indonesia, tidak akan melihat dan memperhatikan nilai itu.

Sebaliknya, sejelek apa pun program dan visi suatu partai, jika pendekatannya afinitas emosional, primordial ditunjang pula oleh sogokan beras dan uang, masyarakat Indonesia akan menjatuhkan pilihan ke partai itu.

Yang tahu akan rahasia politik ini, adalah Partai Golkar, dan mereka menerapkan metode memetik suara dengan cara ini selama puluhan tahun, dan nyatanya mereka berhasil. Tetapi apakah itu dibenarkan? Itu soal lain. Yang penting bagi mereka, unggul dalam meraup suara.

Di masa Orde Lama juga begitu. Apakah PKI dan PNI menang karena program dan visi? Masyarakat mana tahu tentang itu? Yang mereka ingat adalah uang bantuan dari partai plus dengan cangkul, bibit dan pupuk. Ditambah patron-patron rakyat yang menganjurkan memilih suatu partai.

Ketika Orde Lama runtuh, Golkar melanjutkan metode sogokan politik itu ke rakyat. Sedangkan Partai-partai yang berseru untuk memenangkan agama, kalah dengan partai-partai pragmatis sekuler itu.

Inilah yang menjelaskan mengapa partai-partai berbasis agama, umumnya kalah suara dengan partai-partai yang mampu memainkan karakteristik irasional masyarakat Indonesia itu.

Kalau ingin partai-partai idealis berkuasa….ya…jangan lewat pemilu, deh. Tapi lewat revolusi. (sed)

Terpopuler

To Top