Analisa

Signikansi Gagasan Tazkiyah dalam Menangani Cacat Bawaan dari Peradaban Modern

Nusantarakini.com, Jakarta –

Gagasan Tazkiyah atau menyucikan diri di hadapan Allah merupakan gagasan yang kosong dari konstruksi besar peradaban yang berasal dari Barat yang dikemudian hari mendominasi dunia dengan apa yang disebut modern untuk memberi legitimasi universal dari peradaban tersebut kepada seluruh dunia–sebuah nama yang menyembunyikan jejak bahwa peradaban dominan ini memang berasal dari dunia sebelah Barat.

Tidak saja gagasan Tazkiyah yang kosong dari konstruksi peradaban modern yang kini hampir seluruh manusia mengadopsinya, tapi juga ternyata gagasan tentang Tuhan atau Allah pun dikosongkan dari peradaban ini. Mereka menemukan strategi pengosongan Tuhan dalam konstruksi peradaban mereka dengan apa yang mereka namakan dengan sekularisasi. Ketika meningkat menjadi paham, maka hal ini disebut sekularisme.

Tragisnya, hingga hari ini, gugatan tentang persoalan fundamental ini, nyaris tanpa terdengar–apakah dikubur dan dibungkam secara sistematis–kecuali dari sebagian intelektual Muslim yang memang sangat menyadari cacat bawaan dari peradaban modern yang muncul dari barat dunia.

Sekarang, bila kita hendak memperbaharui konstruksi peradaban kita dewasa ini ataupun hendak merenovasi konstruksi peradaban modern yang sudah terlanjur universal dan global, maka gagasan dan ajaran tazkiyah yang memang dibutuhkan secara mendesak oleh manusia hendaklah didakwahkan kepada manusia.

Gagasan ini merupakan sentral dari ajaran Islam. Gagasan tazkiyah meliputi segala hal dari aktivitas kehidupan manusia, dari muamalat, jinayat, ibadah, hingga munakahat. Atau dalam kategori perspektif modern, mulai dari publik hingga privat, mulai dari politik, ekonomi, hukum, budaya, hingga seni. Semua aktivitas harus diproses terlebih dahulu dengan asas dan tujuan tazkiyah. Maka disinilah distingsi peradaban antara Islam dan modern itu. Dan di sini pulalah signifikansi Islam terhadap peradaban modern yang dapat memperbeharuinya secara lebih baik bagi manusia.

Pada akhirnya, berlakulah di sini qaidah ushul fiqh dalam hal menangani peradaban modern, yakni memelihara yang lama yang positif merupakan hal yang baik dan tidak ditolak dalam Islam.

Sekarang menjadi jelas, dakwah tazkiyah yang berakar pada surah ‘abasa dan doktrin zakat, merupakan hal yang strategis di dalam hal menangani secara damai peradaban modern. Semakin intens dan total seseorang mengamalkan doktrin tazkiyatun nafsi dan zakat, maka semakin berhasil seseorang mengatasi kurungan peradaban modern yang kadang membawa manusia jatuh ke dalam kehidupan yang buruk seperti binatang. Ulaa ika kal an’am bal hum adlallu, kata Allah.

Seperti yang diungkap di atas, akar doktrin tazkiyah tersurat dalam surah ‘Abasa. Suatu ketika, seorang yang buta bernama Abdullah Ummi Maktum menemui Rasulullah dengan maksud membersihkan diri dari dosa-dosa dengan cara masuk Islam. Tetapi, dirinya ingin terlebih dahulu diajari oleh Rasul terkait Islam. Kemudian Rasul ditegur karena sempat mengabaikan kehadiran Abdullah Ummi Maktum tersebut karena sibuk meladeni pihak lain. Poinnya ialah bahwa begitu pentingnya soal tazkiyah ini dan mengutamakan melayani manusia yang bermaksud membersihkan diri dari dosa, penting sekali dalam Islam.

Demikian sentralnya doktrin tazkiyah ini dalam konstruksi peradaban Islam, pantaslah bila syirik–suatu aktivitas pikiran dan tindakan yang menyangkal keesaan Tuhan atau mempersekutukan Tuhan–dicap oleh doktrin ajaran Islam sebagai hal yang kotor atau rijs. Itu pulalah mengapa sebelum menunaikan shalat terlebih dahulu diwajibkan suatu prasyarat sahnya sholat yaitu aktivitas thaharah atau mensucikan anggota badan atau wudlu maupun tayamum. Ini semua sekali lagi bermakna betapa sentralnya doktrin tazkiyah dalam sistem Islam dan konstruksinya.

Mungkin baru penulis ini yang menyadari kedudukan dan signifikansi doktrin tazkiyah dalam peradaban yang dibentuk Islam seperti halnya kedudukan dan signifikansi doktrin sekularisasi dalam peradaban modern. Kedua-duanya adalah sumbu, poros, pengukur sekaligus filter dari masing-masing peradaban tersebut. Dua-duanya dapat digunakan sebagai strategi pembentukan peradaban. Sekularisasi digunakan sebagai strategi pembentukan peradaban modern di negara manapun, demikian juga halnya tazkiyah.

Jika demikian adanya, mari kita laksanakan tazkiyah di dalam segala segi kehidupan dengan senantiasa mendasarkan pada ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan Tuhan melalui kitab-Nya, Al-Qur’an, supaya peradaban modern dapat tertangani sebagaimana yang diharapkan agar bersih dari implikasi sekularisasi, yaitu pengosongan gagasan tentang Tuhan dalam peradaban.

Saya harap, semoga dengan uraian singkat ini kita dapat memahami distingsi antara peradaban modern dan peradaban Islam, dan bagaimana menangani perbedaan di antara keduanya secara damai dan teratur. Begitu juga kiranya gagasan ini memberi celah sedikit bagaimana memberi jawaban atas krisis peradaban modern hari ini. Wallahu a’lam bishhawab.

 

~ Kyai Kampung (sed), 31/08/2017

Terpopuler

To Top