Warkop-98

Isu Robohkan Patung Dewa Kwan Kong, Pengamat: Tempuh Jalur Hukum Saja!

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Soal isu patung Dewa Kwan Kong di Tuban, saya sangat berharap jangan ada pihak-pihak yang sesukannya dan main hakim sendiri saja. Sebaiknya hal ini ditempuh lewat jalur hukum saja.

Jika ada pihak yang berani melakukan gugatan melalui pengadilan di dalam negeri maupun internasional, kemudian mampu membuktikan bahwa patung Dewa Kwan Kong yang ada di dalam komplek wilayah klenteng di Tuban itu telah merugikan Negara Republik Indonesia, baik itu secara materil maupun imateril. Maka saya, sebagai salah seorang warga negara Indonesia dari suku keturunan Tionghoa yang taat akan hukum, berjanji akan ikut serta datang ke Tuban untuk ikut merobohkannya.

Seperti pada masa-masa proses hukum mulai berjalan, bahkan sebelum memulai proses hukum dalam kasus penistaan agama yang dilakukan oleh terpidana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, saya turut selalu membela kebenaran dan keadilan. Saya turut melawan atas kelakuan Ahok itu dari awal hingga akhir.

Begitu juga dengan sekarang ada isu patung Dewa Kwan Kong yang ada di Tuban itu ingin dirobohkan oleh sebagian kecil saudara-saudari, saya juga sudah sangat siap untuk turut membela kebenaran dan keadilan dengan cara menempuh secara jalur hukum.

Karena menurut pengamatan saya sangat tidak pantas jika ada pihak yang ingin merobohkan patung Dewa Kwan Kong yang biasanya dipuja atau disembayangi oleh umat Kong Fu Zhu dan Budha.

Saya membaca lewat sosial media, ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab asal menulis dan menuduh dengan membabi buta.

Menurut pengamatan saya, tulisan-tulisan itu hanya berdasarkan sugesti atau tanpa dasar bukti kongkrit menuding negara Tiongkok dan warga keturunan Tionghoa seakan bekerja sama membangun patung Dewa Kwan Kong di Tuban itu sebagai simbol negara Tiongkok ingin mencaplok atau menguasai Indonesia.

Tulisan itu penuh dengan makna isu SARA yang sangat menyesatkan. Dan jika dibiarkan akan menjadi semakin liar. Saya berharap semua pihak yang menerima tulisan itu berhenti untuk menyebarkannya.

Isi di dalam tulisan itu juga berpotensi menimbulkan rasisme, karena makna tulisannya berindikasi adu domba dan juga berpotensi timbulnya perpecahan yang dapat merusak persatuan dan kesatuan di wilayah NKRI.

Saya menduga pihak penulis yang tidak bertanggung jawab itu seperti pihak yang anti Pancasila. Kalau sampai ada pihak yang anti Pancasila berarti bisa merusak kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dan juga isi dalam tulisan itu mengandung fitnah, dimana kita ketahui fitnah lebih kejam daripada membunuh. Jika mau menyebarkan berita harus yang jelas, siapa penanggung jawabnya dan siapa nama penulisnya. Jangan cuma pakai judul “copas-copes” yang seperti lempar batu sembunyi tangan.

Kemudian harus dibuktikan dulu, tidak ada dasar bukti main tuduh saja, itu melanggar hukum atau UUD.

Perlu kita ketahui di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia banyak sekali patung-patung yang tidak umum juga berukuran besar-besar dan dibangun di tempat umum lagi. Seperti di Pancoran Jakarta, Bali, Toraja, Bangka, Ambarawa, Mojokerto, Papua dan wilayah lainnya bisa saya buktikan semua itu.

Patung-patung besar itu semuanya selain tidak umum juga bukan patung pahlawan nasional Indonesia. Patung-patung Itu saya lihat asalnya dari berbagai negara luar juga. Seperti negara-negara Eropa, India, termasuk dari Cina juga dan lain sebagainya.

Semua bangunan itu tidak pernah dipermasalahkan. Mengapa sekarang tiba-tiba ada sebagian pihak tanpa asap dan api bin ajaib ingin mempermasalahkan patung Dewa Kwan Kong yang sampai segitu hebohnya. Ada apa sebenarnya, dan mengapa? Apakah patung mau jadikan alat politisasi ?

Jika ingin berpolitik juga kira-kira dulu lah, jangan sampai menghalalkan segala cara. Apalagi sampai dengan menggunakan patung sembahyang terus dijadikan alat provokasi lagi! itu kan sangat keterlaluan.

Pesan dari saya secara tegas, jika mau robohkan patung besar, yang tidak umum, yang bukan merupakan patung pahlawan nasional, ya jangan hanya patung Dewa Kwan Kong di Tuban saja.

Tolong robohkan juga semua patung-patung besar yang lainya, yang tidak sesuai dengan kriteria yang saudara-saudari inginkan, agar berlaku  adil. Hidup ini harus adil.

Soal IMB, Menurut saya pada saat membangun klenteng itu di Tuban, pastinya sudah ada surat Ijin Mendirikan Bangunan atau IMB. Apakah ingin mendirikan patung tambahan di dalam klenteng juga masih harus membutuhkan IMB khusus lagi? Dan apakah patung besar lainnya semua dibangun juga ada IMBnya?

Menurut pengurus Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) khusus bidang hukum, Sofyan Jimmy Yosadi,SH telah menyampaikan seperti ini.

“Sejak awal pendirian hingga proses pembangunan dan peresmian justru sudah berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia atau MUI, pihak kepolisian dan TNI, FKUB, para tokoh agama, tokoh masyarakat, Pimpinan NU dan GP Anshor maupun Banser.”

Dan saya amati sampai detik ini Pemda setempat juga tidak pernah mempermasalahkannya. Sangat aneh kan tiba-tiba bisa menjadi heboh.

Untuk ukuran besarnya patung, ada isu katanya terlalu besar. Sekarang saya mau bertanya apakah ada peraturan UU atau peraturan daerah yang mengatur tentang pembangunan patung-patung; seperti aturan membatasi ukuran-ukuran, jenis, tipe dan modelnya dalam pembangunan patung itu? Jika ada tolong dijelaskan, dan jika tidak berarti bebas.

Ada juga isu bahwa patung Dewa Kwan Kong adalah patung pahlawan perang dari Cina. Sepengatahuan saya di Cina saja tidak pernah khusus menganggap patung Dewa Kwan Kong adalah patung pahlawan perang Nasional Cina. Umat Kong Fu Zhu dan Budha di negara Cina sendiri pun menganggap patung Kwan Kong adalah maha dewa.

Patung Dewa Kwan Kong juga tidak identik Cina atau dimonopoli oleh Cina. Hampir semua klenteng yang ada di dalam negeri maupun luar negeri, selain Cina juga pasti ada patung Dewa Kwan Kong ini dan juga ada di sebagian besar vihara-vihara.

Adapun cerita tentang sejarah tiga negara atau “three kingdom”  di Cina yang menganggap seorang tokoh yang bernama Guan Yu sebagai dewa perang yang kemudian disebut dengan Dewa Kwan Kong itu pun sudah ribuan tahun yang silam atau sekitar pada tahun 269 sebelum masehi.

Cerita sejarah tentang dewa perang itu pun sampai pada akhirnya tidak ada seorangpun yang mampu membuktikan bahwa Dewa Kwan Kong adalah dewa perang yang diceritakan itu.

Yang jelas patung Dewa Kwan Kong sudah dianggap maha dewa oleh umat Kong Fu Zhu dan Budha di seluruh dunia. Sehingga dipuja atau disembayangi. Di dalam negeri saja patung Dewa Kwan Kong dipuja dan disembayangi oleh umat Kong Fu Zhu dan Budha sudah sejak ratusan tahun yang lalu. Pada saat itu negara pun belum merdeka.

Semua penjelasan sudah cukup panjang dan lebar, dan saya menjelaskannya sudah yang kedua kali.

Jika suatu hari nanti patung Dewa Kwan Kong yang ada di dalam wilayah komplek Klenteng di Tuban itu tetap di robohkan. Semisalnya dirobohkan dengan cara paksaan tanpa melalui gugatan dan putusan pengadilan dan atau tanpa berdasarkan peraturan UU yang berlaku, berarti pihak-pihak yang merobohkannya itu sudah bisa dijerat pasal dugaan tindak pidana pengrusakan, dugaan penistaan agama serta sudah merusak kebebasan beragama dan kerukunan kehidupan beragama di Indonesia.

Jika hal itu terjadi, pihak yang turut dengan paksa merobohkan juga patut saya katakan pihak yang anti Pancasila.

Sebagai warga negara Indonesia, saya sangat mencintai Indonesia dan taat akan hukum. Saya akan selalu membela kebenaran dan keadilan agar bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi maju dan makmur, jangan sampai mundur. Saya juga cinta Pancasila. [mrm]

*Kan Hiung alias Mr. Kan, Pengamat Politik dan Hukum.

Terpopuler

To Top