Indonesia Tanpa Oligarkhi, Misi Tunggal Pergerakan Hari Ini

Nusantarakini.com, Jakarta –

Disorientasi. Itulah masalah yang mendera dunia pergerakan nasional hari ini. Baik dari kalangan Islam, maupun di luar itu, hampir mengalami masalah yang sama.

Disorientasi, awal mula demoralisasi. Demoralisasi akhirnya kelesuan dalam nafas pergerakan.

Ini disebabkan kompromi dengan status quo dan membiarkan elemen musuh bercampur dengan dunia politik pergerakan.

Banyak aktivis pergerakan bekerjasama dengan musuh. Terutama bekerjasama dengan para oligarkh dan taipan.

Padahal oligarkhi dan para taipan inilah yang mengacaukan Indonesia dewasa ini.

Membiarkan kekuasaan oligarkh yang menyesak di berbagai lini, sama saja membiarkan pergerakan bangkrut dan kehabisan nyawa. Dan itulah yang terjadi hari ini. Sebab, secara esensial, oligarkhi adalah musuh pergerakan. Kecuali pergerakan palsu yang mengejar kepentingan pribadi oknumnya.

Mencermati situasi dewasa ini yang merundung rakyat Indonesia, pergerakan harus difokuskan untuk menyingkirkan oligarkhi dari kehidupan ekonomi, sosial, politik dan budaya Indonesia. Fokus ini harus menjadi suara yang mendengung ke saentero Republik. Tidak boleh ragu, dan tanpa kompromi.

Sebab, oligarkhi inilah biang kerok dari segala kerusakan yang menimpa Indonesia hari ini.

Studi tentang buruknya perilaku oligarkhi, melimpah. Dan sudah pasti dimaklumi, oligarkhi selalu bertendensi jahat, korup, egois dan hipokrit.

Jadi, dalam rangka menaikkan semangat pergerakan dewasa ini sekaligus menyatukan agenda, tidak bisa tidak, visi Indonesia bebas dari cengkeraman oligarkhi harus dijadikan sebagai agenda bersama pergerakan.

Kita betul-betul merindukan Indonesia yang presiden dan politisinya serta rakyatnya yang tidak diatur dan diprogram para oligarkh guna mencaplok kekayaan dan pasar Indonesia yang besar.

Di sini, beberapa kelompok sebenarnya sudah mulai bergerak. Mulai dari kelompok Sri Bintang, PETA, dan seterusnya. Tinggal bagaimana menyeragamkan irama pergerakan agar tidak bertabrakan satu sama lain.

 

~ Syahrul Efendi Dasopang