Martimus Amin: Ustadz Bachtiar Nasir Sebaiknya Pensiun

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Senin 26 Juni 2017, sejumlah pengurus GNPF MUI bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana. Ada kontra terhadap pertemuan tersebut. Dari informasi yang beredar, pihak yang mengatasnamakan Presedium Alumni 212 memberikan tanggapan sepakat dengan pertemuan jika  diniatkan sebagai pra rekonsiliasi/ pra dialog nasional antara para ulama, aktivis , tokoh bangsa dengan pemerintah untuk mencari solusi menyelamatkan kehidupan bangsa dan negara.

Mereka menegaskan sebelum pertemuan sudah harus ada kepastian bahwa para ulama, aktivis-aktivis dan Ormas Islam yang dikriminalisasi dibebaskan tanpa syarat dari segala macam tuduhan. Termasuk soal diskriminasi hukum dan ekonomi yang hanya berpihak pada kelompok-kelompok tertentu saja, meredam bangkitnya Komunisme serta penuntasan mega korupsi BLBI, Sumber Waras, Reklamasi dll.

Presidum Alumni 212 menghendaki format pertemuan bersifat terbuka dan dihadiri komponen anak bangsa yang mempunyai kedudukan setara dengan pemerintah. Agar tidak ada DUSTA.

Jika syarat yang diajukan tidak dapat terpenuhi maka Presium Alumni 212 mengatakan tidak ada gunanya rekonsiliasi. Jadi pertemuan bukan sekedar pertemuan untuk menyelamatkan segelintir orang atau dilandasi kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu. Jika rekonsiliasi tidak dilandasi format terseubt, maka  jalan yang paling tepat utk menyelamatkan bangsa ini menurut Presium Alumni 212 adalah REVOLUSI KONTITUSIONAL atau PEOPLE POWER.

Adapun dari ringkasan hasil konferensi press GNPF 27 Juni 2017 menegaskan tidak ada perpecahan di dalam GNPF. Posisi GNPF tidak akan pernah meninggalkan perjuangan umat Islam. GNPF tetap konsisten berdiri mengawal semua permasalahan. Dengan mengutip pernyatan Jokowi bahwa presiden tidak pernah merasa mengkriminalisasi para ulama dan aktivis.

Adapun penulis hanya sebagai pemberi masukan ketiga, bahwa saya menegaskan sepakat dengan format dan syarat yang diajukan oleh Presidium Alumni 212. Lebih ideal sebagai syarat sebuah rekonsiliasi daripada pertemuan pengurus GNPF yang tidak ada rumusan agenda apapun, kecuali menghasilkan keterangan klarifikasi bahwa presiden  tidak pernah merasa mengkriminalisasi para ulama dan aktivis, hehe..

Menurut kami, Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) dan Ustadz Zaitun sebaiknya tidak tampil ke depan lagi. Sesuai statemennya di hadapan umat Islam di Istiqlal satu hari berselang dijatuhkan vonis Ahok oleh pengadilan Negeri Jakarta Utara. Aksi bela Islam cukup sampai di sini saja. Artinya dengan ahok sudah divonis, permainan  selesai.

Sikap UBN harus dihargai. Ia cukup sebagai penasihat di belakang layar. Jika ia tetap dan terus ditampilkan, maka sikapnya sudah dapat terbaca  cenderung kompromistis. Tidak ada format yang setara dan progresif bisa diandalkan dari pemikirannya lagi. Alias sudah mentok perjuangannya. Akhirnya akan membuat blunder pergerakan bagi kemashalatan bangsa dan negara. Serta mengorbankan semangat juang jutaan alumni bela Islam yang telah berkorban dengan harta, diri dan waktunya demi tegaknya kehormatan agama.

Selain itu, sebagaimana diketahui bahkan masyakarakat Ciamis berduyun-duyun jalan kaki ke Jakarta demi memenuhi panggilan ulama dan membela kehormatan agama. Sehingga rencana aksi 212 yang melemah akibat tekanan rezim, bersemangat kembali. Jangan kesemua ini terkorbankan secara sia-sia. [erche]

*Martimus Amin, Alumni Aksi Bela Islam.