Mr. Kan: Berdasarkan Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945, Ahok Harus Dipenjarakan Dalam Lapas

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Perkara kasus penodaan agama yang dilakukan oleh saudara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah selesai diperkarakan oleh aparatur penegak hukum.

Selanjutnya tinggal Ahok menjalani hukuman yang sudah divonis atau yang sudah diputuskan terbukti oleh Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Utara 9 Mei 2017 yang lalu. Ahok divonis dengan hukuman pidana penjara selama dua tahun dan Ahok langsung di tahan.

Selasa 6 Juni 2017, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara telah menyampaikan keputusan secara resmi kepada pihak Pengadilan Negeri Jakarta Utara untuk pencabutan banding, pada saat JPU mengajukan banding dengan salah satu alasan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan Jaksa.

Sebelumnya 22 Mei 2017 Ahok dan keluarga juga sudah melakukan pencabutan banding di Pengadilan Jakarta Utara.

Atas dasar pencabutan banding oleh kedua belah pihak yakni Ahok dan JPU, maka saudara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah resmi berstatus narapidana, karena kedua belah pihak sudah tidak melakukan upaya hukum ke tingkat yang lebih tinggi.

Secara hukum kasus perkara terpidana Ahok sudah resmi berkekuatan hukum tetap atau disebut “inkracht van gewijsde”.

Pada tanggal 10 Mei 2017 yang lalu dini hari Ahok dipindahkan dari Lapas Cipinang dan di titipkan ke rumah tahanan Mako Brimob dengan alasan sisi keamanan hingga hari ini Minggu 11 Mei 2017.

Berdasarkan hukum dan undang-undang setiap narapidana harus dipenjarakan di lapas yang sudah disediakan oleh negara, yakni Lapas Cipinang atau Salemba dan atau Nusakambangan, untuk menjalani masa hukuman pidana penjara yang sudah diputuskan oleh majelis hakim, bukan di rumah tahanan lagi.

Sesuai peraturan hukum dan UU, maka Ahok harus segera dipindahkan ke Lapas. Demi menegakkan hukum yang berkadilan, tidak boleh ada orang yang dijatuhi hukuman, kemudian diistimewakan. Di dalam hukum semua harus disamaratakan, tidak boleh ada pilih kasih. Jika sampai terjadi pilih kasih maka itu bukan hukum, karena hukum itu harus adil.

Tujuan dengan adanya hukum adalah untuk menegakkan keadilan, menciptakan keadilan, dan mencapai keadilan, juga jika sampai di sebuah negara terjadi hukum pilih kasih maka negara dan bangsa tersebut bisa hancur.

Kemudian cukup jelas sekali berdasarkan pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

Di dalam pasal 27 ayat 1 ini juga menjelaskan, “Setiap warga negara Indonesia harus taat hukum. Tidak peduli baik dia pejabat tinggi, konglomerat maupun orang terpandang tidak diistimewakan di dalam hukum. Jadi semua sama dari tukang becak sampai tukang Insinyur. Dari Pak Kepala Desa sampai Bapak Presiden. Jika salah akan dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Di sini saya sebagai warga DKI Jakarta yang taat hukum, saya ingin menyampaikan sedikit kritikan terhadap penyampaian saran dari Plt Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat pada tanggal 10 Juni 2017 di Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu.

Djarot menyarankan agar Ahok tetap ditahan di Mako Brimob saja walaupun hukum sudah inkrah dan tidak dipindahkan ke Lapas Cipinang dengan alasan sangat rawan, kelebihan atau over kapasitas dan bisa memicu aksi demonstrasi, sehingga situasi dan kondisi Lapas bisa tidak kondusif.

Ada Enam kritikan serta saran dari saya sebagai berikut: Pertama, Pak Djarot sebagai Plt Gubernur Dki Jakarta, namun bukan aparatur penegak hukum atau pengacara, sehingga seharusnya Pak Djarot tidak begitu layak untuk ikut mengurusi hal-hal seperti itu, yang mana tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi seorang Plt Gubernur.

Kedua, empat alasan saran yang di sampaikan oleh Pak Djarot itu tidak sesuai dengan hukum yang berkeadilan. Saya menduga Pak Djarot ingin ada keistimewaan untuk Ahok. Mengapa? dan ada apa sebenarnya?

Karena dengan kondisi Lapas Cipinang yang kelebihan kapasitas dan sangat rawan atau sangat beresiko keamanannya, namun mengapa selama ini semua Napi yang dipenjarakan di Lapas Cipinang tanpa diperhatikan secara khusus sebelum dimasukkan ke Lapas itu? Mengapa khusus Ahok bisa ada perhatian khusus dengan alasan-alasan seperti itu? Atas dasar apa Pak Djarot bisa memberikan saran khusus seperti itu? Apa perbedaan Napi lain dibandingkan Ahok?

Ketiga, seharusnya menjadi seorang pemimpin Ibu Kota DKI Jakarta selayaknya Pak Djarot paham, betapa besar dan sangat pentingnya arti dari sebuah keadilan. Jika sampai seorang pemimpin tidak paham akan pentingnya keadilan, bagaimana bisa menerapkan keadilan terhadap warganya?

Keempat, berarti selama ini kondisi Napi yang ada di dalam Lapas Cipinang mengalami kelebihan kapasitas dan sangat rawan, yang bisa saya artikan sangat besar resiko keamanannya? saya ingin bertanya khusus lagi, apakah pihak-pihak petugas Lapas Cipinang telah membiarkan permasalahan kelebihan kapasitas dan resiko kerawanan yang telah terjadi?

Jika sampai iya, maka pihak petugas Lapas Cipinang harus segera memperhatikan hal itu, karena bisa melanggar hak asasi manusia (pelanggaran HAM). Solusinya harus segera dilakukan perbaikan agar tidak melebihi kapasitas serta meningkatkan tingkat keamanan, karena semua napi yang ada di dalam Lapas harus dijamin oleh Negara.

Kelima, atas dasar apa untuk seorang Ahok yang sudah berstatus Narapidana? Kemudian Pak Djarot bisa menyarankan Ahok tetap ditahan di rumah tahanan Mako Brimob dan tidak dipindahkan ke Lapas Cipinang? Apakah ada dasar hukum dan UU yang berlaku untuk seorang Napi tetap ditahan di rumah tahanan Mako Brimob ?

Keenam, persoalan khawatir akan memicu aksi demontrasi yang bisa membuat suasana di sekitar lapas menjadi tidak kondusif. Seperti awal pertama Ahok ditahan, dimana pada saat itu massa pendukung Ahok memblok jalan, mengoyang-goyang pintu gerbang Lapas Cipinang, lempar botol dan sebagainya.

Pertanyaannya, apakah pihak aparat keamanan harus takut terhadap massa pendukung Ahok yang seandainya malakukan dugaan anarkis semacam itu lagi? Apakah negara sudah harus takut dengan hal-hal seperti itu?

Tentunya tidak akan ya, NKRI jelas negara hukum, siapapun orangnya dan dari pihak manapun. Yang berani coba-coba melakukan anarkis seharusnya bisa langsung ditangkap oleh aparat keamanan dan diproses hukum, karena tindakan anarkis adalah pelanggaran hukum. [mc]

*Mr. Kan, Pengamat Politik dan Hukum, tinggal di DKI Jakarta.