Saya Belum Pancasila. Masih Harus Belajar. Kamu Udah, Ya? Wuiihh…Kren, Ding?

Nusantarakini.com, Jakarta –

Hari ini kita Indonesia libur lagi. Libur peringati lahirnya konsep Pancasila.

Sebelumnya tak pernah ada kegiatan libur untuk peringati hari Pancasila.

Orde Baru saja yang getolnya minta ampun tunggalkan azas Pancasila, tak sudi ada libur hanya karena memperingati lahirnya Pancasila. Sebab, kebanyakan libur sama artinya bawa bangsa jadi bangsa pemalas dan suka hedon.

Malah era Soekarno saja, dimana Soekarno yang dipandang sebagai penggalinya Pancasila, tak mau kultuskan Pancasila. Tak mau rayakan Pancasila dengan libur-libur segala. Sebab, mereka para pendiri bangsa yang umumnya berotak dan intelek itu tahu, libur hanya akan buang-buang waktu sia-sia.

Sekarang memang unik. Pancasila yang tuntutannya untuk diamalkan, malah jadinya diliburkan.

Menghargai sesuatu itu bukan dengan libur, apalagi pesta. Itu bukan caranya orang kita.

Malah sekarang ada kampanye saya Indonesia, saya Pancasila.

Secara logika ajaib. Saya Indonesia, logis. Saya adalah subjek, Indonesia predikat. Indonesia memang tepat sebagai predikat.

Sedangkan saya Pancasila, mana subjek, mana predikat, mana subjek, saya yang suka berpikir logis, susah nyambung.

Bayangkan kalau orang Amerika bilang paralel begini. Saya Amerika. Saya demokrasi. Pasti orang yang waras merasa ada aneh dengan istilah itu.

Lain hal kalau dia bilang, saya Amerika, saya demokrat. Maka itu istilah dan jargon yang tepat.

Sampai di sini, pihak yang bikin jargon yang lalu diadopsi pemerintah Jokowi untuk proyek kampanye Pancasila tersebut, memang diskonteks, kalau bukan dikatakan orang tidak logis dan suka berfantasi.

Pancasila itu ajaran. Masak saya ajaran. Pengamal ajaran, ya bisa masuk akal.

Harusnya para pakar pembinaan bahasa Indonesia, musti layangkan protes. Itu yang rancang jargon, melanggar logika bahasa. Tidak pro kampanye bahasa yang baik dan benar.

Terakhir, good good saja sih pentingnya kampanye pengamalan Pancasila yang konsisten dan konsekwen. Tapi harus konsisten, ya. Jangan cuma dibibir. Sebab sudah terlalu sering dusta kampanye politik dilemparkan ke rakyat.

Kampanye terbaik tentang Pancasila yaitu dengan melaksanakan keadilan di tengah-tengah rakyat.

Yang salah, dihukum salah. Yang benar ditegakkan. Yang suka memanipulasi, dibuang ke laut.

Yang suka korupsi, dibabat sampai tumpas. Yang monopoli ekonomi, direform supaya hartanya terdistribusi ke rakyat. Yang menjadi kaki tangan asing, dibasmi. Yang suka nyinyir terhadap kesucian agama rakyat, dibui dan tidak dikasih hati.

Itu baru mengamalkan ajaran Pancasila secara konsekwen.

~ John Mortir