Nasional

MT Al Kendali: Berdasarkan Dekrit 5 Juli 1959, Pancasila Wajib Dijiwai Piagam Jakarta

Nusantarakini.com, Jakarta –

MT Al Kendali, seorang pengamat sosial politik, mengkritisi semarak peringatan Pancasila hari ini. Bagi dia, ada beberapa catatan yang penting diketahui semua orang, agar pemahaman terhadap kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan hukum tidak salah kaprah. Lebih jauh pandangannya, diuraikan berikut ini.

Bismillahirrahmanirrahim.

1. Tanggal 1 Juni 1946 lebih tepat disebut hari jadi (Konsepsi) “Pancasila Soekarno”, dan secara historis maupun yuridis, kurang tepat sebagai hari Kelahiran Pancasila, sebagai Asas atau Dasar Negara Indonesia.

Ingat, dalam konsepsi Pancasila Soekarno ini, sila “Ketuhanan” berada pada urutan terakhir.  Ingat juga, di samping konsepsi Soekarno, juga ada konsepsi Yamin dan Soepomo, yang intinya juga mengandung lima sila.

2. Sementara itu hasil gentlement Agreemen yg  dirumuskan oleh panitia sembilan yang kemudian disepakati dan diputuskan oleh Sidang Plena pada tg 22 Juni 1945, yang – atas usul Yamin-  disebut sebagai “Piagam Jakarta”.

Dalam Piagam Jakarta inilah, sila pertama berbunyi : “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk- pemeluknya”.

3. Fakta sejarah membuktikan bahwa pada 5 juli 1959, Soekarno sebagai Presiden mengeluarkan Dekrit yang intinya kembali ke UUD 45, yang dijiwai oleh Piagam Jakarta.

Dengan adanya Dekrit ini, maka seluruh isi dalam batang tubuh UUD 45 harus mengacu kepada nilai-nilai syari’at Islam.

Tugas utama kita adalah mengkaji ulang seluruh hasil Amandemen UUD 45, dan menolak seluruh produknya yang bertentangan dengan syari’at Islam.

Konsekuensi logisnya, seluruh produk perundang-undangan dan peraturan di bawahnya, harus juga ditinjau kembali, agar tidak bertentangan dengan syari’at Islam, yang sumbernya adalah Al Qur’an dan Al Hadits.

4. Secara pribadi saya berpendapat, menghargai Soekarno tidak harus memaksakan 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila (Pribadi Soekarno). Alangkah tepatnya, apabila menetapkan 5 Juli 59 sebagai hari Besar Nasional (Dekrit Presiden ), atau bentuk penghargaan lain yang sesuai dengan fakta sejarah, sekaligus mencabut 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila.

Menganggap Pancasila atau obyek/ subyek (makhluk) itu sakti, adalah tindakan yang mengotori aqidah tauhid. Sebut saja 1 Oktober sebagai hari kekalahan PKI atau sebutan lain yang aman dari segi aqidah.

 

~ MT Al Kendali

Terpopuler

To Top