Mr. Kan: Mengapa Harus Ada Perbedaan Pribumi dan Non Pribumi?

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Saya menanggapi akhir-akhir ini cukup banyak pro dan kontra, atas isu suara-suara yang berbahasa dan berkalimat persis sama dengan sejarah pada zaman penjajahan Belanda dan terutama zaman “Orba” serasa terulang kembali kalimat ini “Pribumi dan Non Pribumi”.

Sebagai Warga Negara Indonesia yang cerdas dan bijaksana, baik secara politik ataupun non politik, tentunya apapun yang kita lakukan untuk bangsa dan negara harus memiliki fungsi dan manfaat yang baik dan benar atau yang isinya bersifat memiliki energi yang positif untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa dan negara.

Disini saya hanya ingin mengajukan pertanyaan-pertanyaan besar dan sangat penting, serta menyampaikan ide dan pendapat untuk berkomentar atas isu perbedaan “Pribumi dan Non Pribumi itu semuanya”. Khususnya kepada pihak-pihak yang terhormat dan yang sedang gencar-gencarnya menyerukan suara-suara itu?

Apa fungsi dan manfaat untuk bangsa dan negara hingga harus dibuat adanya perbedaan antara Pribumi dan Non Pribumi? Mohon dijelaskan sejelas-jelasnya?

Menurut pengamatan saya, Apabila memang benar dengan harus dibuat adanya perbedaan antara “Pribumi dan Non Pribumi” yang hanya demi kemajuan dan kemakmuran bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka saya pribadi sebagai Warga Negara Indonesia yang sudah sangat merindukan akan kemajuan dan kemakmuran NKRI juga akan turut mendukung sepenuhnya.

Dan Apabila memang dengan di buat adanya perbedaan antara Pribumi dan Non Pribumi yang ternyata tidak ada fungsi dan manfaatnya untuk kemajuan dan kemakmuran NKRI, dan juga apalagi dengan adanya perbedaan, sehingga akan merusak persatuan dan kesatuan di NKRI, maka saya pribadi sebagai Warga Negara Indonesia yang punya jiwa idealis dan nasionalis sangat menyarankan saudara-saudara yang sebangsa dan setanah air untuk berhenti menyerukan perbedaan itu.

Perlu kita ketahui di atas tanah bumi pertiwi Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini memiliki jumlah jiwa peduduk sebanyak lebih kurang 254,9 juta jiwa, yang tercatat sensus oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2014 dan 2015. Terdapat jenis kelamin laki-laki sebanyak 128,1 jiwa dan perempuan sebanyak 126,8 jiwa yang terdiri dari 1.340 suku dan 728 bahasa daerah.

Bagaimana caranya kita bisa mampu membedakan mana yang disebut pribumi dan non pribumi? kira-kira dengan cara apa kita mampu membuktikan hal ini dengan akurat atau kongkrit? Coba sebutkan dengan jelas?

Apakah selama ini dasar utama yang merusak bangsa dan negara itu dikarenakan pribumi dan non pribumi? Saya yakin jika kita cukup cerdas dan bijaksana, pasti sadar bukanlah itu penyebab kehancuran kita.

Pada zaman penjajahan Belanda perbedaan pribumi dan non pribumi ini dibuat atau diciptakan oleh Belanda dan kemudian disebarkan untuk mengaduh domba dengan cara menanamkan perbedaan, ini jelas sekali strategi politik adu domba warisan Belanda.

Dimana kita ketahui pada saat itu politik aduh domba yang diciptakan Belanda ini bertujuan untuk memperlancar penjajahan terhadap Indonesia.

Kemudian warisan politik adu domba ini tampak jelas sekali masih di teruskan oleh rejim Orde Baru (Orba), karena pada zaman Orba jelas sekali masih adanya penanaman perbedaan. Dimana kita ketahui sistem-sistem negara sangat rusak parah di zaman itu, dan di bawah kekuasaan Presiden Soeharto selama 32 tahun.

Kita juga harus menyadari Soeharto dan keluarganya yang disebut keluarga cendana itu sangat kaya raya hingga hari ini. Pada saat jatuhnya Soeharto itu cukup banyak berita terbongkarnya dugaan kasus-kasus Korupsi Soeharto.

Sepuluh presiden terkorup di dunia, Mohammad Soeharto menduduki barisan nomor satu terkorup sedunia, yakni menurut laporan Transparansi Internasional Korupsi Global 2004 dengan dugaan menggelapkan dana sebesar antara USD 15 – 35 Miliyar.

Diantara sepuluh presiden terkorup di dunia itu, kesembilan presiden terkorup sudah di hukum oleh PBB melalui hukuman Internasional serta hukuman dalam negerinya masing-masing.

Hanya saja Soeharto seorang lah yang tidak bisa di hukum oleh aparatur penegak hukum baik internasional mau pun nasional hingga hari ini, tidak ada satu pun dugaan kasus korupsi Soeharto dan keluarganya yang bisa di proses hukum sampai berakhir meninggal Mohammad Soeharto.

Salah satu kasus korupsi yang di ciptakan Soeharto adalah “Yayasan Supersemar” kasus ini sudah bergulir puluhan tahun sejak pasca tumbangnya Soeharto hingga hari ini belum ada terdengarnya eksekusi.

Nah menurut hasil analisis saya, seharusnya tidak ada pentingnya dengan dibuat perbedaan antara pribumi dan non pribumi, yang paling penting kita harus menjadi WNI yang taat akan hukum dan undang-undang yang berlaku di NKRI, patuh terhadap Pancasila, punya semangat nasionalisme yang cukup baik, dan bisa turut ikut serta membangun bangsa dan negara yang lebih maju dan lebih makmur.

Dari zaman Orba hingga detik ini, apa sebabnya negara kita sudah tampak sangat jelas sekali akan mengarah kehancuran? Jelas sekali penyebab utamanya adalah karena “Korupsi Kolusi Nepotisne” (KKN) yang sudah merajarela dan makin Merajarela. Dan juga “pihak-pihak asing” yang terus mengeruk hasil bumi kita itu saja kedua musuh besar utama kita.

Karena para koruptor yang merajarela adalah penjajah, mengapa? Mereka juga akan kerja sama dengan pihak asing untuk melakukan korupsi, tentunya mereka para koruptor lebih fokus lakukan korupsi untuk menambah kekayaan pribadi dan kelompoknya dibandingkan membangun bangsa dan negara.

Sehingga koruptor lah yang merusak kehidupan bangsa dan negara serta menghilangkan tingkat kesejahteraan manusia di NKRI.

Jadi kesimpulannya yang paling penting saat ini dan yang harus kita serukan adalah bagaimana caranya membasmi koruptor sampai ke akar-akarnya serta mengusir semua pihak asing yang masih mengeruk hasil bumi kita dan tegakkan hukum yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Secara hukum dan undang-undang jelas sekali yang disebut Warga Negara Indonesia (WNI) adalah setiap orang yang lahir di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berkehidupan di Indonesia, dan di peraturan undang-undang pun jelas sudah tidak diperbolehkan menyebut kata pribumi dan non pribumi. Sebab dengan menanamkan perbedaan itu sangat bertentangan dengan azas Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan rasa segala hormat saya. Saya minta maaf yang Sebesar-Besarnya, jika ada pihak yang tidak berkenan atas penulisan artikel ini. Saya menulis sesuai fakta sejarah dan apa adanya, tanpa ada kepentingan apapun, yang mana hanya demi kemajuan dan kemakmuran NKRI tercinta Ini.

Salam persahabatan dan perjuangan untuk semuanya yang sebangsa dan setanah air yang selalu hanya untuk NKRI tercinta.

Terima kasih.

*Kan Hiung alias Mr. Kan, pengamat politik dan hukum. [mc]