Isu Kebangkitan Komunisme: Fakta atau Fiksi?

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Satu dampak lain Indonesia berpaling ke Cina, yakni merebaknya isu kebangkitan komunisme. Kebangkitan komunisme bukan pengertian ormas atau parpol, tetapi masih pengertian kerangka berpikir dan cita-cita orang per orang atau individu per individu yang tergabung dalam kelompok-kelompok kecil. Bagi sebagian pengamat, tidak ada kebangkitan komunisme karena hal itu hanya “halusinasi” atau “fiksi” semata. Kebangkitan komunisme menjadi “faktual” jika berbentuk ormas atau parpol.

Masalah fiksi atau fakta tentang kebangkitan komunisme ini sungguh menjadi kandungan polemik bukan saja sesama rakyat, tetapi antara rakyat dan Rezim Jokowi.

Bagi mereka, percaya kebangkitan komunisme itu fiksi hanyalah framing politik Orba. PKI digambarkan begitu kejam dan tak berprikemanusiaan sejatinya telah mati. Tapi, ada upaya meghidupkan kembali agar masyarakat gelisah lagi.

Selanjutnya, anak kandung pendiri PKI DN Aidit, Ilham Aidit heran dengan kemunculan isu dan ketakutan atas kebangkitan komunisme. Ilham memastikan PKI takkan bangkit kembali dan faham komunis takkan berkembang.

Agak senada Ilham, Menkopolhukam Wiranto menilai, pergerakan komunis saat ini tidak sehebat dulu. Kini memang ada gerakan sporadis itu. Tapi, belum ada gerakan internasional mendukung gerakan komunis di Indonesia. Kondisi kini tak seperti era perang dingin ketika negara-negara berpaham komunis mendapat banyak sokongan dari negara adidaya sebagai pelindung.

Di lain pihak, bagi percaya kebangkitan komunisme faktual ajukan argumentasi utama, yakni Cina sebagai negara berideologi komunisme tentu akan membantu bangkitnya kembali komunisme di Indonesia. Argumentasi ini menyebabkan keresahan dan kecaman rakyat anti komunisme, terutama perwira TNI, kaum terpelajar didikan Barat dan kelompok Islam politik.

Panglima TNI Gatot Nurmantyo, mengingatkan kepada seluruh prajurit untuk terus waspada dan peka terhadap ideologi mengarah ke radikalisme terkhusus PKI. Berbagai kegiatan kelompok PKI sedang marak. Indikasi ini dapat dilihat dari munculnya atribut kelompok ideologi radikal, seperti palu arit, baik terpasang di sepatu, kaos, baju, dan spanduk. Termasuk dengan kemasan pagelaran kesenian bernuansa komunis dan sejenisnya.

Kemasan pagelaran kesenian bernuansa komunis dan sejenisnya, adalah salah satu wujud nyata gerakan radikal harus dicermati.

Berikutnya, Kasad Jenderal Mulyono mengingatkan, kebangkitan ideologi komunis makin terlihat nyata. Ada kelompok ingin memutar fakta sejarah seolah mereka adalah korban. Ia juga mengingatkan, komunis sebagai sebuah ideologi takkan pernah padam.
Komunis akan bermetamorfosa menjadi bentuk baru. Gerakan ini makin sulit dikenali dan menyusup ke berbagai lini tanpa disadari.

Dari pihak didikan Barat,
Amien Rais, menilai ada kebohongan sedang dilakukan untuk menutupi kebangkitkan PKI. Mereka bilang komunisme sudah usang, tidak usah ditakuti, sudah tidak ada di mana-mana. Orang seperti ini sangat tidak bertanggung jawab, pura-pura bodoh. Berbagai cara dilakukan PKI untuk bangkit kembali.

Saat ini komunis tengah berupaya terlebih dulu menghancurkan akhlak bangsa dengan menjadikan hak asasi manusia (HAM) sebagai tameng. Belum lagi pornografi, narkoba, menggiatkan juga itu kita sudah terjebak dengan komunisme kultural.

MUI Jawa Tengah mencurigai komunisme akan muncul kembali.
Ada empat indikasi. Pertama, tuntutan pihak mengatasnamakan keturunan PKI agar negara meminta maaf kepada PKI akibat peristiwa 1965. Ini dinilainya menjadi syarat rekonsiliasi nasional.

Kedua, Pemerintah juga diminta mengusut kuburan massal anggota PKI pada 1965. Kuburan ini diklaim menjadi bukti adanya pembantaian yang terstruktur.

Ketiga, maraknya penyelenggaraan seminar, diskusi, serta pertemuan-pertemuan yang digagas dan dilaksanakan oleh pihak mengatasnamakan simpatisan atau pembela hak asasi manusia PKI. Pertemuan ini terjadi secara masif, sistematis, serta terbuka.

Keempat, maraknya simbol, logo, dan hal ihwal yang berhubungan dengan PKI.

Berikutnya Habib Rizieq, sependapat mengenai banyaknya indikator menandai bangkitnya komunisme. Bisa dilihat melalui upaya sejumlah kelompok masyarakat:

1. Terus menerus menekan Pemerintah untuk mencabut Ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia. Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara RI bagi PKI, dan Larangan Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis atau Marxisme-Leninisme.

2. pemaksaaan pembahasan RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi 2015 tak lolos dari target pembahasan RUU di DPR.

Namun, di awal 2016 sudah ada upaya dari segolongan orang di DPR mengajukan kembali pembahasan RUU tersebut.
Targetnya, jika RUU tersebut lolos dan menjadi UU konsekuensinya adalah Rezim Jokowi harus meminta maaf kepada PKI, mengklarifikasi PKI adalah korban kejahatan perang, dan mengkompensasi kerugian timbul akibat dari peristiwa pemberontakan serta pengkhianatan organisasi komunis itu.

3. Hilangnya pelajaran sejarah tentang kekejaman dan pengkhianatan PKI dari kurikulum pendidikan nasional. Siapa berkepentingan terhadap dua hal ini, tidak lain adalah generasi muda dari para anggota PKI masa dahulu dan saat ini masih menganut paham komunisme sangat kuat. Generasi muda PKI saat ini ditengarai telah menyusup di berbagai level kehidupan bernegara dan berbangsa, mulai dari seni dan budaya dalam bentuk penerbitan buku dan film, hingga aktif di partai politik, eksekutif, dan legislatif

Rezim Jokowi perlu mengelola dan mengendalikan isu politik kebangkitan komunisme ini agar tidak menjadi konflik manifes. Jika tidak, issue ini dapat menjadi faktor pendukung merosotnya elektabilitas Jokowi menjelang Pilpres 2019 mendatang. [mc]

*Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Politik dan Pemerintahan NSEAS: Network for South East Asian Studies. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *