Inilah Hakikat Struktur Ekonomi Indonesia Yang Disembunyikan

Nusantarakini.com, Jakarta –

Fenomena ekonomi Indonesia, tipikal warisan kolonial dan khas Asia Tenggara, yaitu berkuasanya jejaring kekuasaan ekonomi yang ditopang oleh rasialisme, dlm hal ini, etnik Cina. Di Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, fenomenanya sama. Karena Cina menyediakan jejaring, pasar dan informasi intelijen ekonomi.

Jadi jika melihat struktur ekonomi Indonesia, ilustrasinya kira-kira begini:

Konglomerat transnasional yang didominasi imigran Cina di puncak. Kekuasaannya ditopang oleh golongan parasit yang dimanfaatkan, yang terdiri dari aparat keamanan, tentara, peradilan, pajak, birokrasi dan ormas-ormas parasit.

Tetapi klub konglomerat ini meminta konsesi, keamanan distribusi produk, kemudahan mendapatkan modal dari perbankan, izin, tanah, administrasi dan tenaga kerja murah.

Semua konsesi permintaan konglomerat yang pada dasarnya mereka bertindak ekslusif rasial tersebut disuplai oleh pribumi. Di sinilah titik krusial hubungan ironik, tegang, komparatif dan aliansi antara dua golongan yang membentuk struktur ekonomi politik Indonesia ini.

Sebenarnya golongan konglomerat ini memiliki saingan yang mengancam bagi mereka, yaitu BUMN. Sayangnya jaringan BUMN ini dirusak dengan korupsi. Seberapa jauh peranan konglomerat merusak BUMN, perlu penyelidikan khusus.

Tapi konglomerat ini hanya berjaya karena topangan aparat yang berfungsi layaknya anjing. Bukan rahasia umum, aparat ini lebih loyal kepada duitnya konglomerat ketimbang nasib bangsanya sendiri.

Keadaan semacam inilah yang menjadi latar hadirnya sistem elektoralisme hari ini dan begitu mengherankannya kenapa sebagian elit politik pribumi dan aparat berdiri mengawal Ahok.

Selain penjelasan struktur ekopol khas Indonesia ini, non sense.

Lalu bagaimana solusinya?

Solusinya memang kembali menempuh jalan tradisional. Rakyat banyak yang dirugikan oleh perzinahan jahannam ekonomi yang dilukiskan di atas itu, baik pribumi maupun non pri, harus menyadari bahwa mereka adalah korban struktural. Mereka dibelah satu sama lain hanya untuk menjamin kelangsungan aparat jahannam dan konglomerat bajingan di atas.

Setelah menyadari hal di atas, hendaknya mereka membangun kerjasama ekonomis antar mereka secara komparatif, bukan kompetitif. Sebab lawan kompetitif mereka ialah jaringan konglomerasi yang keberadaannya sudah demikian tiranik terhadap nasib mereka.

Di titik krusial membangun blok warga ini, adalah masalah tersendiri yang menuntut penanganan yang tekun dan tanpa kenal lelah. Di sini dibutuhkan anak-anak muda kreatif yang merelakan dirinya jadi pahlawan bagi rakyat yang tertindas ini. (sdr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *