Budaya

Inilah Kesukaran Hidup Orang Beragama Saat Ini Akibat Penetrasi Kapitalisme. Baca Sampai Tuntas!

Nusantarakini.com, Jakarta

Sistem nilai yang berlaku kuat dewasa ini telah menimbulkan kontradiksi dan dilema bagi banyak kaum Muslimin, terutama yang bermaksud menjalankan ajaran agama secara murni dan penuh. Kapitalisme telah bertanggungjawab membentuk realitas objektif yang menyakitkan bagi kaum Muslimin yang hendak menjalankan agamanya.

Akibat pertentangan antara realitas objektif dengan idealisme ajaran Islam, muncul banyak usaha untuk mengatasi hal tersebut. Beberapa usaha yang dapat dicatat yaitu, pertama, menundukkan idealitas Islam ke dalam realitas sosial yang berlaku. Bentuk ekspresi pemahamannya misalnya, menganggap menjadi kaya raya itu memang didukung penuh oleh ajaran Islam. Dengan kayalah, seseorang dapat melaksanakan tuntutan Islam lebih leluasa dan efektif. Zakat dan sedekah akan dapat berkembang jika seorang Muslim kaya. Sebab itu, dai yang menganut paham ini, menganjurkan dengan kuat agar Muslim harus kaya raya. Uniknya, penganut dan penganjur paham ini amat ramai dewasa ini.

Usaha yang kedua ialah bertahan menolak tekanan nilai realitas sosial yang yang berlaku. Mereka berkeyakinan bahwa Islam hanya berurusan dengan ketakwaan kepada Allah. Perkara kekayaan tidaklah istimewa di hadapan ajaran Islam.

Akibat dari pandangan dan prinsip ini, membawa penganutnya senantiasa berada dalam kondisi antagonistik dengan realitas yang berlaku. Sebagian tetap bersabar menghadapi antagonisme itu, sedangkan sebagian lagi maju untuk melenyapkan antagonisme tersebut dengan mencoba menghancurkan konstruksi realitas yang dihadapinya. Eksprimennya ada dua, pertama, membangun lingkaran sosial yang terpisah dari lingkaran sosial yang berlaku umum. Eksprimen kedua, mengambilalih kendali kepemimpinan pada realitas sosial dan kemudian mencoba mengubahnya berdasarkan idealitas dan konsepsi Islam yang dianggap murni. Kedua-dua eksprimen ini oleh banyak pengamat disebut revivalisme Islam.

Usaha ketiga yaitu mensinkretiskan idealitas Islam dengan realitas sosial yang disadari menyimpang dari idealitas Islam, namun tidak bisa dihadang akibat pengaruhnya yang kuat dan dalam pada masyarakat. Sinkretisme ini mirip eksprimen sinkretisme kuno ketika Islam bersinkretis dengan adat istiadat lokal suatu masyarakat tradisional.

Sinkretisme Islam di Jawa yang mengabsorb tradisi Jawa-Hindu, kemudian dimodifikasi sedemikian rupa dengan bentuk dan kemasan Islam, atau sebaliknya, Islam yang dikemas oleh sepuhan adat lokal, hal di atas merupakan pola yang sama pada kasus sinkretisme Islam terhadap realitas sosial masa kini.

Realitas sosial yang melahirkan fatsoen “miskin itu hina” adalah hasil dari konstruksi kapitalisme terhadap realitas sosial. Konstruksi kapitalisme inilah yang bertanggungjawab menyusun dan membentuk nilai-nilai sosial masa kini di dalam masyarakat yang agaknya hal ini berlaku secara global. Kapitalisme melihat eksistensi manusia dari semata-mata jumlah kepemilikan dan kepenguasaan terhadap kapital atau harta.

Kapitalisme ini timbul dengan digdaya karena memang kecenderungan manusia yang memiliki sisi materialistik. Manusia di samping merupakan makhluk materialistik, juga merupakan makhluk spritualistik. Di masa kini, aspek materialistik dari manusia inilah yang difasilitasi dan dikembangkan secara kuat melampaui pengembangan spritual manusia. Kapitalisme berkontribusi besar terhadap hal ini. Sebab dasar kapitalisme itu adalah materialisme.

Ketika ideliatas Islam disinkretiskan dan dikawinkan dengan fatsoen yang dilandasi oleh pandangan hidup kapitalisme tersebut, yaitu “miskin itu hina”, maka yang terjadi adalah distorsi terhadap idealisme Islam. Kapitalisme secara filosofis berseberangan jalan dan tujuan dengan Islam.

Usaha keempat untuk mengatasi pertentangan realitas sosial dengan idealitas Islam yaitu menjalankan prinsip sekularisme dalam kehidupan nyata. Prinsip dari sekularisme ialah  bahwa perkara agama merupakan domain individu atau perseorangan. Sekularisme ini ibaratnya, penganut Islam yang bermuka dua, beriman pada saat diperlukan, dan kafir di waktu yang lain. Sewaktu-waktu beriman, sewaktu-waktu kafir.

Orang yang menganut sekularisme ini menjalankan suatu kesadaran yang terpecah dan bermuka banyak. Tampaknya, usaha keempat inilah dewasa ini yang paling banyak dipraktikkan dan dijalankan orang. Tentu penganut Islam semacam ini bukanlah suatu sikap yang terpuji dan dapat diklasifikasikan sebagai orang yang sebenarnya tidak sepenuhnya percaya pada agama.

Usaha kelima, yaitu meninggalkan dan menolak tuntutan ajaran Islam sepenuhnya. Penolakan ini didasari oleh kecenderungannya untuk memilih menerapkan realitas sosial ketimbang idealitas ajaran Islam. Ekspresi umum dari model penganut semacam ini ialah para ateis dan penganut humanisme.

Dari kelima model usaha untuk mengatasi pertentangan realitas sosial kostruksi kapitalisme dengan idealitas Islam di atas, masing-masing golongan tersebut menuntut cara pendekatan spesifik. Seorang penganjur idealitas Islam tidak bisa memandang sama rata begitu saja masyarakat Muslim kontemporer dikarenakan masing-masing memiliki cara berpikir dan pengalaman keagamaan yang berbeda satu sama lain.

Peta kelima model cara hidup ini seharusnya memberi pengertian kepada para penganjur Islam agar lebih cerdas dan tepat sasaran di dalam mendakwahkan Islam dewasa ini. Amat disayangkan banyak dai atau penganjur Islam sama sekali tidak punya wawasan tentang peta kelima model cara hidup yang timbul akibat penetrasi kapitalisme sekarang. (sda)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top