Harga Naik dan Kartel Jalan Terus, Ini Fakta Ketahanan Pangan DKI yang Layak Diketahui

Nusantarakini.com, Jakarta – 

Pengantar

Ketahanan pangan adalah satu urusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta 2013-2017.

Penguatan ketahanan pangan salah satu isu strategis dan fokus dalam peningkatan kesejahteraan rakyat DKI. Juga sekaligus ketahanan sosial, stabilitas ekonomi dan politik, keamanan dan ketahanan nasional.

Beberapa aksi perlu untuk mewujudkan ketahanan pangan, antara lain penguatan kelembagaan, peningkatan kualitas SDM, pengembangan tata laksana berbasis metode iptek, ketersediaan dan kesehatan pangan, dan lain-lain.

Adakah Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mampu dan berhasil mengurus ketahanan pangan? Data, fakta dan angka di bawah ini bisa membantu pembaca mengambil jawaban.

Target Anggaran

Pada tahun 2013 rencana anggaran alokasi APBD urusan ketahanan pangan sebesar Rp. 33.193.645.600,00 (Rp. 33 miliar). Sedangkan Pemprov di bawah kepemimpinan Gubernur Jokowi mampu menyerap Rp. 31.083.577.465,09 (Rp. 31 miliar) atau 93,51%. Angka ini cukup tinggi tetapi masih di bawah 100% atau tergolong buruk.

Pada 2014 rencana anggaran alokasi APBD urusan ketahanan pangan sebesar Rp.83.857.876.780 (Rp. 84 miliar). Sedangkan Pemprov DKI yang dipimpin Ahok mampu menyerap Rp. 58.098.392.290 (Rp. 58 miliar) atau 69,28%. Angka ini masih di bawah 100% atau tergolong buruk.

Pada 2015 rencana anggaran alokasi APBD urusan ketahanan pangan sebesar Rp.77.914.380.097,00 (Rp. 78 miliar). Sedangkan Pemprov DKI era Ahok hanya mampu menyerap Rp.48.980.367.559 00 (Rp. 49 miliar) atau 62,86%. Angka ini masih jauh di bawah 100% atau tergolong lebih buruk.

Rata-rata kemampuan Pemprov DKI tiap tahun menyerap anggaran alokasi APBD urusan ketahanan pangan mencapai sekitar 78% atau tergolong lebih buruk.

Target Sertifikat

Pada 2012 kondisi kinerja sertifikat hasil uji hasil tanaman pangan dan holtikultura dikeluarkan sebanyak 1.570 sertifikat.

Pada 2013 target capaian 1.300 sertifikat. Pemprov DKI berhasil menerbitkan lebih 100%, yakni 1.310 sertifikat.

Selanjutnya pada 2014 target capaian 1.400 sertifikat hasil uji tanaman pangan dan holtikultura. Pemprov DKI hanya mampu menerbitkan 1.426 sertifikat.

Pada 2015 target capaian hasil uji tanaman pangan dan holtikultura 1.500 sertifikat. Pemprov DKI mampu menerbitkan 4.233 sertifikat. Pemprov DKI menunjukkan keberhasilan jauh melewati target capaian 100%. Kondisi kinerja untuk parameter ini sangat sukses.

Pada tahun 2012 kondisi kinerja sertifikat hasil uji hasil perikanan dikeluarkan sebanyak 13.784 sertifikat.

Pada tahun 2013 target capaian 28.416 sertifikat hasil uji hasil perikanan. Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Ahok menerbitkan 11.654 sertifikat. Angka ini menunjukkan jauh sekali dari target capaian, masih di bawah 50% dan tergolong sangat buruk.

Selanjutnya pada tahun 2014 target capaian hasil uji hasil perikanan sebanyak 28.730 sertifikat. Namun, fakta menunjukkan Pemprov DKI tak mampu mencapai target, hanya 10.639 sertifikat. Angka ini sangat buruk, masih di bawah 50% dari target capaian.

Pada 2015 target capaian sebanyak 29.000 sertifikat hasil uji hasil perikanan. Pemprov DKI ternyata hanya mampu menerbitkan 10.991 sertifikat. Gagal total, capaian sertifikat dalam realitas obyektif jauh dibawah 50%.

Pada 2012 kondisi kinerja sertifikat hasil uji produk hewan dikeluarkan sebanyak 10.000 sertifikat.

Pada tahun 2013 target capaian sebanyak 23.090 sertifikat. Pemprov DKI hanya mampu menerbitkan 9.515 sertifikat. Sangat jauh dari target capaian, di bawah 50%, dan tergolong sangat buruk.

Selanjutnya pada tahun 2014 target capaian sebanyak 14.000 sertifikat.
Pemprov DKI mampu terbitkan 15.103 sertifikat. Angka bagus karena telah melewati sedikit target capaian 100%.

Pada tahun 2015 target capaian 15.000 sertifikat hasil uji produk hewan.
Pemprov DKI mampu menerbitkan 15.768 sertifikat. Angka keberhasilan mencapai 100% target capaian 2015.

Permasalahan dan Solusi Ideal

1. Kondisi ketahanan pangan di DKI berbeda, bukan produsen, sangat tergantung pasokan daerah lain (98%), dan keterbatasan lahan. Solusi ideal aantara lain membangun sentra perdagangan beras, sentra daging, membangun lumbung pangan (konsep cadangan pangan), percepatan pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, pengoptimalan pemanfaatan lahan pekarangan, dan lain-lain.

Apakah Pemprov DKI melakukan hal tersebut? Tentu masih jauh.

2. Pemprov DKI belum mengambil langkah tegas, jelas, dan konkret dalam mengatasi persoalan pangan. Buktinya, rakyat DKI terus direpotkan oleh masalah kenaikan harga bahan pangan. Menjelang ibadah puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, harga pangan naik terus. Pemprov DKI tak bekerja untuk mengambil solusi ideal mengendalikan harga dimaksud, dan memutuskan jaringan kartel pangan. Sekali lagi harga pangan naik terus.

Umum diketahui kenaikan harga pangan tak berarti berdampak positif terhadap petani. Yang paling diuntungkan yakni pelaku usaha kartel.

Kartel adalah kelompok berbagai badan hukum usaha berlainan yang bekerja sama untuk menaikkan keuntungan masing-masing tanpa melalui persaingan usaha dengan pelaku usaha lain. Mereka sekelompok produsen atau pemilik usaha yang membuat kesepakatan untuk melakukan penetapan harga, pengaturan distribusi dan wilayah distribusi, termasuk membatasi suplai.
Kelompok kartel pangan sebagai aktor utama menentukan naik turun harga pangan jalan terus. Pemprov DKI hanya bisa menonton tanpa aksi solusi. Kartel jalan terus.

3. Regulasi atau Peraturan Daerah (Perda) sangat penting untuk mengatur masalah ketersediaan pangan atau stok, distribusi, konsumsi, dan keamanan pangan. Apalagi DKI masih membutuhkan pasokan pangan dari beberapa daerah, perlu diatur di dalam Perda. Tapi, Ibukota RI ini belum juga punya Perda tentang Ketahanan Pangan dimaksud.

Aneh, untuk kepentingan rakyat lambat, tapi untuk Perda Pulau Palsu/Reklamasi cepat-cepat diurus. Inilah fakta kinerja Pemprov DKI di bawah kepemmpinan Ahok.

Kesimpulan

Ketahanan pangan adalah satu urusan Pemprov DKI 2013-2017. Namun, rata-rata kemampuan tiap tahun menyerap anggaran alokasi APBD urusan ketahanan pangan mencapai sekitar 78% atau tergolong lebih buruk.

Target capaian penerbitan sertifikat hasil uji parameter pangan, hewan dan perikanan, tidak setiap tahun gagal meraih target capaian 100%. Ada parameter Pemprov DKI berhasil meraih target. Namun, kondisi kinerja Pemprov DKI bidang sertifikasi ini tergolong lebih buruk.

Pemprov DKI juga tak mampu dan gagal nengambil solusi ideal mengendalikan kenaikan garda pangan karena prilaku kelompok kartel.

Apakah kepemimpinan Ahok masih perlu dilanjutkan? Padahal mengurus ketahanan pangan saja tak mampu dan gagal. Silakan pembaca jawab sendiri dengan hati nurani. (mc)

*Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior Network for South East Asian Studies (NSEAS), dan alumnus Program Pasca Sarjana Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1986. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *