Berapa Besar Group Lippo Mengalirkan Modal Ke Cina?

Nusantarakini.com, Jakarta

Merupakan hal yang alamiah jika orang sayang dan loyal kepada leluhurnya. Rasa sayang itu diwujudkan dengan pengabdian. Pengabdian seorang konglomerat ialah menanam modal di tanah leluhur.

Demikianlah yang dilakukan para taipan sino-indonesia kepada RRC, tanah leluhur mereka. Salah satunya pemilik Group Lippo yang kini di Indonesia memiliki kawasan Lippo Karawaci, Lippo Cikarang, Rumah Sakit, Hotel hingga group media Berita Satu.

Li Moe Tie alias Li Wenzheng alias Mochtar Riyadi dan Lippo agresif menanam modal di Cina, tanah leluhurnya, sehingga tak mudah untuk merinci semua investasi Lippo di daratan Cina. Menurut penelisikan GFI, Lippo juga membeli kawasan seluas 135 ribu kaki persegi di atas rencana stasiun bawah tanah di Guangzho.

Di sektor keuangan, Lippo juga mulai menanamkan pengaruhnya di daratan Cina. Lippo mendirikan perusahaan sekuritas dI Shenzen dan Shanghai, melalui pembelian The Nanhai Commercial Bank. Menurut catatan Tim Riset Global Future Institute, modal para konglomerat Indonesia uangnya disimpan di tanah leluhurnya di daratan Cina, mencapai triliunan rupiah. Bahkan melebihi investasi Cina yang masuk ke Indonesia.

Hampir seluruh pengusaha keturunan Cina yang besar di Asia Tenggara melakukan hal yang sama. Sebut saja misalnya Chia Ek Chor (Thailand), Robert Kuok (Malaysia), Jia Tong (Singapura). Mereka berdatangan ke daratan Cina dari Hongkong dan Taiwan. Maupun dari negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Mereka menanam modal di Cina karena melihat adanya potensi pasar yang tinggi.

Para taipan ini umumnya membangun industri primer dan infrastruktur, dengan petimbangan agar merangsang Cina menjadi negara modern secara cepat. Selain itu, para taipan ini membawa serta keahlian manajemen yang terbukti sukses diterapkan untuk mengelola teknologi barat di lingkungan yang belum maju.

Dan persis seperti analisis Seagrave, para taipan yang besar di Asia Tenggara itu, umumnya menanamkan modalnya di daerah kelahirannya sendiri, atau leluhurnya.

Liem Soe Liong, industrinya berbasis di kawasan Fujian, tanah kelahirannya. Mochtar Riyadi, di propinsi Shandong, atau lebih dikenal dengan kawasan Fuzhou. Dan investasi yang dilakukan, umumnya berupa investasi jangka panjang, dan tidak mengejar keuntungan jangka pendek.

Tak pelak lagi, strategi ini diterapkan atas dasar ikatan emosional dengan tanah leluhurnya, tanpa mengesampingkan aspek keuntungan bisnisnya itu sendiri. Liem membangun kota kelahirannya Fuqing menjadi kawasan industri. Mochtar Riyadi membangun proyek turisme dan infrastrukturnya di Putian. Eka Cipta membangun kerajaan industrinya di Quanzhou.

Capital Flight Para Taipan Cina

Yang patut dicermati oleh para pengambil kebijakan strategis bidang Politik-Keamanan maupun Ekonomi di Indonesia, gelombang investasi para taipan ke Cina daratan bukan sekadar konsekwensi dari perubahan orientasi pembangunan ekonomi Cina dari sosialisme ke kapitalisme.

Salah satu isu sensitif yang perlu diwaspadai adalah soal capital flight. Lepas kejatuhan Suharto kala itu tak lepas dari adanya tekanan dari dua badan perekonomian dunia, IMF dan World Bank, namun capital flight para taipan itulah yang menjadi pemicu kejatuhan Suharto akibat melambungnya nilai mata uang dolar AS terhadap rupiah.

Membengkaknya hutang luar negeri itu berasal dari tingginya capital flight. Apalagi ketika tidak ada kontrol negara terhadap para konglomerat. Hal ini semakin diperkuat oleh fakta bahwa kedutaan besar kita di Beijing tidak tahu menahu berapa nilai investasi para taipan tersebut di Cina.

Sejak era Suharto hingga Jokowi, sepertinya Departemen Keuangan maupun Bank Indonesia serta Bappenas, tidak sanggup menghalangi larinya modal ke luar negeri. Termasuk yang dilakukan oleh para Taipan yang ada di Indonesia.

Karena itu, solusi yang sempat diajukan oleh ekonom Rizal Ramli, beberapa waktu lalu, kiranya masih cukup relevan. Yaitu dengan mengumpulkan informasi statistik. Dengan cara itu, nanti akan diperoleh gambaran jelas tentang motivasi modal itu dilarikan ke luar negeri.

Di Amerika, ada lembaga yang melakukan pengawasan, yaitu Federal Research. Di sana orang tidak bebas begitu saja mengirim uang keluar. Misalnya untuk investasi sebesar 10 ribu dolar AS saja, mereka harus mengisi formulir di salah satu bank. Sehingga calon investor keluar negeri itu juga akan diserbu pertanyaan yang kritis terkait motivasinya menanam modal ke luar negeri. Mau kemana investasinya, dan bidang apa yang akan diinvestasikan. (sft)

Sumbet: GFI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *