Warkop-98

Mengapa Sekarang Aku Mual dengan Indonesia?

Nusantarakini.com, Bogor

Ribet dan kusut betul Indonesia ini, kecuali pada segelintir konglomerat, jenderal dan pejabat birokrasi. Bagi mereka Indonesia ini ladang dan kebun yang indah permai. Tinggal petik buah saja kapan pun.

Tapi bagi rakyat bawah, Indonesia tidak saja hutan belantara, tapi juga penjara siksaan.

Ini semua bermula dari manipulasi atas imaginasi rakyat tentang apa yang dimaksud lingkungan-hidup baru masa depan bernama Indonesia yang alasan eksistensialnya bertumpu pada cita-cita yang enak di dengar, seperti keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran.

Yang namanya cita-cita, tidak lebih dari pada angan-angan yang belum terjadi. Tapi aneh, rakyat dari berbagai etnik, daerah digabungkan sedemikian rupa oleh propoganda imajinasi elit-elit itu.

Kenyataannya sampai generasi pertama dari manusia yang lahir dari lingkungan-hidup baru bernama Indonesia itu mati, angan-angan tinggallah angan-angan. Kecuali pada segelintir konglomerat, jenderal dan pejabat. Mereka benar-benar menikmati ghonimah bernama Indonesia.

Kisah mega korupsi e-KTP fakta sempurna bagaimana ghonimah bernama Indonesia itu dibagi-bagi layaknya rampasan perang oleh elit-elit bajigur itu.

Sampai di sini, kita menjadi tercenung, untuk apa Proyek Sosial Politik bernama Indonesia, jika rakyat telah berkorban sedemikian rupa menerima nasibnya terasingkan dengan identitas etniknya, daerahnya dan kepercayaan tradisionalnya hanya untuk bela-belain mendukung imajinasi tentang Indonesia.

Tanyalah orang Jawa, berapakah jumlah dari mereka yang tahu menggunakan alfabet hanacaraka. Tanya juga orang Bugis berapakah jumlah di antara mereka yang mampu menggunakan aksara Bugis. Demikian juga orang Batak. Kenyataannya baik orang Jawa, Bugis maupun Batak, tidak banyak yang tahu dan mengerti menggunakan aksara yang mereka miliki akibat terlantarnya kebudayaan asli mereka demi proyek sosial politik Indonesia. Tapi mereka rela demi Indonesia kendati harus menelan rasa kecewa terhadap elit-elit serakah.

Aksara daerah mereka sebagai landasan kebudayaan mereka harus terasing hanya untuk bela-belain aksara latin Indonesia. Padahal aksara latin itu berasal dari penjajah Eropa.

Pengorbanan kultural mereka tak sebanding dengan apa yang mereka terima dalam hidup mereka di suatu lingkungan yang dibentuk secara politik bernama Indonesia.

Yah…saya menggugat karena mual dengan dahsyatnya korupsi di atas nama Proyek Sosial Politik Indonesia. Termasuk dalam mega proyek e-KTP maupun Pilpres dan Pilkada yang bikin muntah itu.

~Syahrul Efendi Dasopang, Penulis Sekian Buku

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top