Nasional

Indonesia Dijajah Taipan?

Nusantarakini.com, Jakarta –

Indonesia disadari atau tidak, diakui atau tidak, sudah dijajah segelintir taipan. Para taipan itu nyaris tak tersentuh oleh hukum dan sekaligus mendikte politik, ekonomi, hukum dan opini.

Dikatakan, kekayaan 10 orang taipan saja, setara dengan APBN Indonesia. Aspek kekayaan mereka mencakup segala hal, dari properti, perkebunan, otomotif, perbankan, ritel, hingga cabe.

70 persen luas tanah di kawasan strategis di Ibukota milik para taipan. Bagaimana okupasi itu terjadi dengan sistematis, tentu karena adanya persekongkolan jahat dengan pejabat pribumi yang juga tidak kalah destruktifnya.

Bukan rahasia umum lagi, dalam menjalankan penjajahan mereka terhadap perekonomian dan sekarang merengsek ke wilayah politik, modus yang ditempuh adalah apa yang disebut beternak pejabat. Pejabat-pejabat ternakan mereka inilah yang mereka gunakan memuluskan perluasan penjajahan mereka. Selain itu, suap merupakan cara tradisional yang ampuh mereka terapkan.

Apabila Belanda di masa lalu menjajah dengan terang-terangan, para taipan ini nyaris tidak terdeteksi oleh kaum intelektual sekalipun. Kaum intelektual di negeri ini langka sekali–bahkan tidak ada–yang menyatakan para taipan itu sebagai penjajah.

Untuk mengukur berlangsung tidaknya suatu penjajahan di suatu wilayah dapat diukur dari teori kemakmuran suatu wilayah. Cara mengukurnya gampang sekali.

Jika suatu wilayah, sumber daya ekonomi dan sumber daya manusianya kaya, namun hasil-hasil dari kekayaan itu tidak memakmurkan masyarakat di wilayah tersebut, tetapi mengalir ke luar negeri dan hanya dinikmati oleh segelintir pihak yang antara lain para pemilik kapital besar dan pejabat-pejabat penting, maka sudah pasti di wilayah tersebut berlangsung penjajahan.

Pertanyaannya, apakah Indonesia seperti itu? Jelas dan tidak dapat diragukan lagi. Dan penjajahnya adalah para taipan yang memanfaatkan para pejabat dan penguasa-penguasa lokal seperti halnya yang diterapkan oleh penjajah Belanda di masa lalu.

Salah seorang ilmuan ekonomi politik yang mensinyalir adanya penjajahan semacam ini ialah mendiang Sritua Arief. Dia dengan baik menggambarkan bagaimana kekayaan di wilayah Indonesia tidak dapat dinikmati oleh kaum pribumi karena masih berlangsungnya skema penjajahan dalam praktik ekonomo. Pelaku penjajahan itu ialah para taipan yang bekerjasa dengan administratur yang memiliki kekuasaan dalam hal pemberian izin.

Dalam budaya yang tak tersingkap ke permukaan dimana para taipan itu menternakkan calon-calon pejabat, maka kekalnya penjajahan mereka terhadap negeri ini berlangsung dengan tenang. Di permukaan mereka tidak menampakkan diri sebagai tuan penjajah, namun operasi kekuasaan ekonomi dan politik mereka tetap bersifat menjajah yang cirinya adalah membuat ketergantungan dan penghisapan secara sistematis dan berkesinambungan.

Masyarakat harus menyadari ini. Mereka harus lepas dan merdeka dari penjajahan para taipan. (sdf)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top