Ahok vs Bangsa Indonesia, Keberanian Yang Lenyap?


Nusantarakini.com, Jakarta – Ahok benar-benar menguji bangsa ini sampai dimana batas-batas perwujudan jiwanya. Dengan munculnya Ahok dengan segala tantangannya itu terhadap bangsa ini, nyatalah untuk sementara waktu seperti apa gambaran jiwa bangsa ini.

Dengan tantangan Ahok, bangsa ini terbelah pada dua golongan: ada yang ikut manut ke Ahok, dan satu golongan lagi menentang dengan sebisanya. Sebisa-bisanya hingga hari ini hanya sebatas ngomel, baik yang diungkapkan di jalanan maupun cuma di grup-grup wa.

Melihat reaksi bangsa ini terhadap arogansi Ahok, membawa kita pada suatu renungan: sudah sirnakah keberanian dan rasa harga diri bangsa ini? Atau jangan-jangan bangsa ini hanya mitos saja sebagai sebuah nation. Sebab jika nation, pasti ada marwah dan rasa kebersamaan yang tinggi. Nyatanya terhadap tantangan arogansi Ahok, sebagian golongan manut-nut menyembah Ahok.

Oh pantaslah jika nusantara ini pernah menjadi pusaka bergilir bagi bangsa-bangsa di Eropa, dari Portugis, Belanda, Prancis, Inggris dan kembali lagi kepada Belanda. Lalu setelah Belanda, direbut pula oleh Jepang, bangsa yang tanahnya tidaklah luas dibandingkan Sumatera dan Jawa.

Hanya karena karunia Allah sajalah, dimana Allah memberikan kesempatan dengan dibomnya Hiroshima dan Nagasaki, bangsa ini dibebaskan. Kendati demikian, Belanda tidak langsung melepaskannya begitu saja. Baru pada Desember 1949-lah, Belanda legowo berikan kedaulatan penuh bagi Indonesia. Dan itu pun ada syaratnya, utang negara Belanda dilimpahkan ke bangsa ini untuk menanggungnya.

Coba bayangkan, Belanda yang berutang, kita yang bayar. Sudah itu, masih dibuat plot RIS dimana perpanjangan tangan Belanda masih diakui hidup, hingga tibalah Mosi Integral Natsir pada 1950, pemimpin Masyumi, mengakhiri plot RIS.

Sekarang, terus terang saja, bangsa ini tengah beralih tangan ke Cina. Hisapan Cina makin kencang sejak era pasca Orba. Melalui kolaborator ekonominya di negeri ini, baik terorganisir maupun karena ikatan politik, negeri ini sudah atau tengah dioper ke Cina. Lalu bagaimana sikap penyelenggara negaranya? Senang-senang saja, selama kenikmatan pribadi mereka tersalurkan.

Melihat watak sebagian bangsa ini yang tega memangsa bangsanya sendiri demi kepentingan dirinya sendiri, mengingatkan kita tentang kejamnya orang-orang pada bangsa ini. Kejam, tetapi sekaligus pengecut. Egoisnya melebihi batas.

Pengelana Eropa di masa lalu pernah menceritakan bahwa untuk membuktikan tajamnya pedang yang baru mereka sepuh, mereka tidak segan-segan mencobakannya ke orang-orang yang tak berdosa yang kebetulan lewat di jalanan. Demikianlah kejamnya sifat bangsa ini. Jadi jangan heran, bila penguasa keamanan di sini banyak yang merekayasa terorisme demi kesenangan, pangkat dan anggaran. Itu sudah watak.

Pada saat yang sama bangsa ini juga punya sifat tak terpuji. Mereka dapat berkolaborasi dengan bangsa lain, dipakai oleh bangsa lain, demi mengincar kekuasaan di antara mereka. Dan inilah pintu yang dari dulu membuka penjajahan di negeri ini. Karena saudara atau anak raja mau naik tahta, maka bekerjasamalah dia dengan VOC untuk menumbangkan raja yang bertahta, kendatipun akibatnya dia rela negerinya dihisap dan diperintah VOC atau bangsa lain.

Sifat ini menurun dari waktu ke waktu. Sekarang Cina yang jadi VOC-nya. Sifat lainnya adalah suka disuap. Orang Cina tahu watak yang menghancurkan tersebut. Orang Cina menjerat leher pejabat-pejabat dengan suap sekalipun mengakibatkan rusaknya budaya bangsa ini.

Sisi baiknya ialah bahwa bangsa ini gemar menautkan diri kepada guru, walaupun sekarang kedudukan sosial guru dikacaukan dengan urusan gaji dan tunjangan.

Itulah sebabnya bangsa ini punya istilah guru bangsa. Jadi, jika gurunya bagus dan memompa keberanian dan altruisme, maka bangsa ini bisa menjadi altruis.

Satu-satunya guru bangsa yang mengubah watak bangsa ini, yaitu Tjokroaminoto. Dialah guru bangsa penganjur patriotisme dan altruisme yang paling mendalam pengaruhnya.

Saat ini, saat dimana egoisme, kekejaman, kebengisan dan kerusakan mewabah, kita perlu guru bangsa yang sejati seperti Tjokro. Kita butuh Muhammad Saw yang dapat dipercaya dan dipanuti. Karena bangsa ini sudah terlalu sesak dengan orang-orang rompak. (sdf)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *