Sri Bintang Ogah Jadi Saksi Mahkota Makar. Ini Alasannya

Nusantarakini.com, Jakarta-

Mantan politisi yang getol mengkritisi Rezim Orde Baru, Sri Bintang Pamungkas memberikan keterangan tertulis terkait dengan kasus hukum terdakwa dugaan makar. Berikut pers rilis lengkap yang diterima redaksi Nusantarakini.com:

*SRI BINTANG PAMUNGKAS (SBP) MENOLAK MENJADI SAKSI MAHKOTA*

Saya tetap menyatakan bahwa makar atau Coup de’tat atau kudeta itu tidak ada, meskipun secara sepihak pasal 108 dan 160 KUHP sudah dihilangkan dari tuduhan, istilah makar atau permufakatan makar tetap saja digunakan sebagai tuduhan, juga sekarang muncul kata dugaan.

Lho, baru diduga kok sudah ditangkap dan ditahan selama 2 bulan. Karena itu saya tetap bertahan dalam posisi saya tidak mau bicara, saya akan bicara sampai semua puas, Joko – Jeka puas, Tito puas, setelah tuduhan terkait makar dicabut dan mereka minta maaf.

Kita ini ada di negara hukum, bukan negara kekuasaan, tiba-tiba, tidak bicara “BA” tidak bicara “BU”, Lagi enak-enak tidur, dibangunkan dengan paksa, lalu dipaksa mengikuti kehendak, bahkan ada yang didobrak pintunya lalu dipaksa keluar dan diborgol. Lalu diperiksa untuk dipaksa mengakui tuduhan. Ini negara apa?! Saya berpikir ini negara Joko – Jeka – Tito. Sungguh tidak pancasilais apalagi sopan…! Saya sudah lama mengamati Police Brutality model densus 88. Dibawah Joko – Jeka ini, kelihatannya mau mengarah kepada model-model “Guantanamo”.

Sejak Joko – Jeka naik panggung, bahkan jauh sebelum itu, kami sudah banyak bicara termasuk beroposisi melawan berbagai kebijakan rezim yang menyimpang dari konstitusi, pancasila dan cita – cita kemerdekaan 1945. Artinya, perlawanan kami ini adalah “reaksi ” atas kebijakan dan langkah rezim yang kami anggap mencederai rakyat, bangsa dan negara. Tapi pikiran dan pendapat kami tidak pernah mendapat perhatian.

Bahkan, ketika kami melihat kenyataan negara ada dalam bahaya besar sebagai akibat semakin merajalelanya kepentingan asing dan aseng di era Joko – Jeka ini tanpa menjawab apapun, segera kami diringkus dengan tuduhan bohong. Tanpa ada dialog!

Tidak ada dialog! Inilah negara kekuasaan! Ini pernah terjadi di jaman Soeharto. Lucunya Soeharto, bilang sesudah menangkap saya pada 1995, dalam peristiwa Jerman. “Kenapa tidak dibicarakan di dalam negara. Negara bicara tentang kejelekan Indonesia di luar negara!.. ”

Padahal sejak 1985 saya sudah bicara, tetapi Soeharto tidak menggrubis. Soeharto pun salah, karena selain bicara dalam forum ilmiah di Universitas Hannover dan Universitas Teknik Berlin, pemuda dan pelajar Indonesia di Jerman itu baru minta saya bicara, sesudah tahu saya ada di Jerman. Jadi saya tidak khusus pergi ke Jerman untuk membeberkan kebijakan Soeharto yang saya anggap keliru, karena saya sudah banyak bicara di dalam negeri.

Sekarang Joko – Jeka mengulang kesalahan Soeharto dan main tuduh, tangkap dan tahan, seperti diktator dalam sebuah rezim otoriter!

Saya saja tidak bicara kepada penyidik tentang diri saya yang dituduh makar karena memang makar itu tidak pernah ada. Sekarang saya diminta bicara sebagai “Saksi Mahkota” untuk tersangka lain dalam perkara yang sama, bagi saya membikin saksi mahkota adalah tindakan keji para penyidik.

Saya pernah dihadapkan kepada saksi mahkota. Para ahli hukum pun menilai itu sebagai upaya “kehabisan akal” tidak rasional, tidak profesional, hanya terjadi di negara fasis dan komunis, model George W. Bush, penjahat Guantanamo!

Karena itu, saya menolak menjadi saksi mahkota, kepada yang setuju dan mau, silahkan saja!

Jakarta, 16 Januari – 2017

Sri Bintang Pamungkas

(mc)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *