Warkop-98

Aktivis Tionghoa Bicara Kompetensi Calon Gubernur. SIMAK Analisanya

Nusantarakini.com, Jakarta-

KOMPETENSI CALON GUBERNUR
by Zeng Wei Jian

Jokowi merupakan generasi ke 4 kepemimpinan nasional: Sukarno, Suharto, Gusdur-SBY, Jokowi. Figur Ahok mencuat di era Jokowi. Dharma Diani (korban penggusuran) enggan menyebut Ahok sebagai pemimpin.

Jelang pilgub 2017, Ahok mendadak jadi baik dan merilis slogan kampanye “pilih yang sudah terbukti kinerjanya (sebagai gubernur dki)”. Indirectly, pilihlah Ahok-Djarot.

Ini backwards slogan. Kandidat non-incumbent belum pernah jadi gubernur DKI. Semua paslon harus diposisikan di titik zero. Mestinya parameter memilih pemimpin itu berdasarkan “kompetensi”. Saya kira ini lebih relevan.

Netizen Buddy Utoyo menulis:

“Kompetensi meliputi Knowledge, Skills, Attititude and Communication. Pilih yang Kompeten untuk memimpin DKI. Kelemahan pada salah komponen maka TIDAK KOMPETEN menjadi pemimpin.”

Ahok ancur di soal kompetensi ini. Gaya komunikasinya abnormal. Attitudenya minus. Entah dia punya skill apa, selain baca tulis dan bahasa mandarin. Soal knowledge, Ahok bikin ngakak. Dia bilang nenek moyang kita tidak tinggal di tepi sungai.

Selain itu, faktor “prestasi” mesti jadi preferensi. Prestasi dalam arti luas. Tidak dipersempit menjadi prestasi sebagai gubernur DKI an sich.

Ahoker dan Basuker pelintir prestasi Ahok jadi seperti Hoax. Mereka membandingkan Ahok vs gubernur sebelumnya. Alhasil, Ahok is the best. Kata mereka. Faktanya jelas tidak demikian.

Mereka mencoba membangun delusi “relokasi” sebagai bahan dagangan politik pencitraan Ahok. Padahal, Bang Yos adalah gubernur yang pernah benar-benar melakukan relokasi. Pola “relokasi” rumah susun Ahok berbeda dengan Rusun Budha Tzu Chi.

Soal kebersihan dan infrastruktur diklaim sebagai prestasi Ahok.

Selain ngga ada hubungan dengan kesejahteraan rakyat, soal kebersihan sungai sudah dijelaskan Anies Baswedan. Itu program lanjutan dari gubernur sebelumnya. Foke memulai program JEDI. Diteruskan Jokowi dan Ahok. Siapa pun gubernur selanjutnya kemungkinan besar akan melanjutkan program tersebut.

Bila gubernur sebelum Jokowi tampak kurang perhatian soal “kebersihan sungai”, bukan berarti mereka kurang berpretasi atau lebih buruk dari Ahok.

Penilaian fair mesti dilakukan. Soal “kebersihan sungai” dan infrastruktur tidak bisa dipisahkan dari kebijakan nasional. Di sini pembahasan soal “generasi ke empat” di paragraf awal menemukan korelasinya.

Orde Jokowi memiliki fokus berbeda dari Orde Baru. Penilaian prestasi gubernur sejak Ali Sadikin sampai Foke harus berdasarkan pada fokus dan konsep pembangunan di era masing-masing. Jadi, ngga bisa menilai Gubernur Wiyogo dengan menggunakan standar nilai era Jokowi.

Orde Baru memiliki fokus pembangunan berdasarkan geo politik Cold War dan China Containment Policy. Kedua faktor ini tidak ditemukan di era Jokowi.

Konstelasi politik ini mengharuskan alokasi dana dan fokus perhatian pada bahaya laten komunis atau PKI. Sutiyoso memimpin era peralihan. Sepuluh tahun pertama Orde Baru adalah era restrukturisasi politik.

Saya kira, Sutiyoso cukup berhasil menjaga stabilitas politik DKI dari ancaman pertahanan dan keamanan. Buktinya PKI tidak hidup kembali. Hanya ada kelahiran PDI-P sebagai partai penguasa. Ancaman terorisme pun tidak berkembang secara massif.

Pertarungan ideologis Cold War era usai setelah blok komunis dunia runtuh. China masuk world trade organization. Jokowi bisa fokus pada infrastruktur dan ngutang.

Seandainya era Bang Yos memiliki fokus orientasi seperti sekarang, saya kira Bang Yos akan bikin Jakarta lebih bersih. Kompetensi, pengalaman dan latar belakang prestasi Bang Yos nyata di atas Ahok. Bang Yos jenderal bintang tiga. Sedangkan Ahok (anak belitong yang tidak jelas bibit, bebet, bobotnya) sering dikatakan sebagai politisi kutu loncat.

THE END

(*mc)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top