Analisa

PDI-P Usung Rizal-Risma? Berikut Analisa Wartawan Senior. WAJIB BACA

Nusantarakini.com, Jakarta-

Megawati Pertimbangkan Duet Rizal Ramli dan Tri Rismaharini

Tersisa beberapa hari sebelum deadline bagi partai politik atau gabungan partai politik di DKI Jakarta menyerahkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur yang dijagokan. Sejauh ini, keputusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah yang paling ditunggu-tunggu karena paling mempengaruhi konstelasi pertarungan di arena pilkada tahun depan.

Sementara bagi PDI-P, pertarungan di tahun 2017 sudah pasti akan menentukan posisi partai banteng itu di tahun 2019: apakah bisa mempertahankan kemenangan, meningkatkan basis dukungan, atau malah menelan pil pahit kekalahan.

Pada titiklah inilah penting bagi petinggi-petinggi PDI-P untuk berpikir sedikit visioner mengenai posisi partai yang diinginkan di masa depan (2019). Kepentingan pribadi dan kelompok di internal partai mesti dikesampingkan.

Berbagai nama bakal calon gubernur yang muncul dari kubu banteng mengisyaratkan masih ada perbedaan kepentingan di level intenal. Setidaknya ada tiga nama yang belakangan menguat di intenal PDI-P. Pertama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sang petahana. Kedua, Walikota Surabaya Tri Rismaharini; dan ketiga pendatang baru di bursa pilkada Jakarta, DR. Rizal Ramli.

Beberapa nama lain yang juga beredar di tengah masyarakat kini sudah semakin jauh dari jangkauan radar partai.
Bagi PDI-P dan Megawati menentukan tokoh yang didukung tidak bisa sembarangan. PDI-P harus mempertimbangkan sungguh-sungguh dinamika yang mungkin terjadi pada tahun 2019.

PDI-P harus bisa memastikan bahwa kandidat yang mereka dukung di tahun 2017 tidak akan menjadi penghambat agenda politik partai di level nasional pada tahun 2019.

PDIP membutuhkan tokoh yang tidak saja kompeten, tidak saja mengerti ajaran Trisakti, tetapi juga memiliki kemampuan dan ketulusan dalam membumikannya. Tokoh itu juga harus loyal dan menghormati partai.

Dalam konteks meningkatkan basis dukungan demi mempertahankan kemenangan di tahun 2019, PDI-P di saat bersamaan harus mempertimbangkan peluang partai di tempat-tempat lain, khususnya di Pulau Jawa sebagai barometer politik nasional.

Menguasai Pulau Jawa, atau menguasai enam provinsi di Pulau Jawa, adalah situasi ideal yang dibutuhkan PDI-P untuk bisa menguasai panggung politik nasional.

Kesalahan menentukan pilihan di Jakarta akan berdampak pada kekalahan di provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa, dan semangat kekalahan ini juga akan menulari provinsi-provinsi lain di luar Pulau Jawa.

Sudah tiba saatnya bagi PDI-P dan Megawati untuk mempertimbangkan apakah mendukung Ahok akan memiliki korelasi positif dengan gambaran konstelasi politik di tahun 2019.

Melihat rekam jejak yang dimiliki Ahok selama ini, sulit membayangkan Ahok akan loyal pada PDI-P. Ahok punya kebiasaan melompat-lompat dari satu partai ke partai lain. Dari PIB ke Golkar lalu ke Gerindra.

Ahok kadung menganggap dirinya sebagai yang paling dibutuhkan siapapun. Dia juga kerap mengesampingkan aturan main. Belum lagi, kebijakan pembangunannya di Jakarta menyakiti orang banyak, masyarakat kelas bawah yang merupakan kelompok masyarakat yang dilindungi PDI-P.

Risma adalah tokoh internal PDI-P yang jadi favorit. Diyakini mampu menyaingi Ahok. Namun keragu-raguan terhadap kemampuan Risma menghadapi Ahok tetap ada, termasuk di kalangan internal partai. Ada pandangan yang menganggap Risma sebaiknya bertahan di Surabaya untuk mempersiapkan diri mengikuti pemilihan gubernur Jawa Timur.

Sementara Rizal Ramli bukan nama baru bagi PDI-P. Rizal memiliki hubungan yang baik dengan Mega dan almarhum Taufiq Kiemas, serta petinggi-petinggi partai. Terapi ekonomi politik yang sering disampaikan Rizal Ramli dalam berbagai kesempatan, termasuk saat menjadi Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, memperlihatkan kemampuannya membumikan ajaran-ajaran Tri Sakti Bung Karno.

Rizal Ramli juga bukan tokoh partai politik. Ini membuat tidak ada risiko yang akan dihadapi PDI-P di tahun 2019 bila pada pilkada Jakarta tahun 2017 menggandeng Rizal Ramli.

Dengan mempertimbangkan hal-hal ini, kelihatan ada empat skenario yang bisa dipertimbangkan PDIP untuk pilkada Jakarta.
1. Mencalonkan Ahok, harus dihindari, jangan diambil.
2. Mencalonkan Risma.

3. Mencalonkan Rizal Ramli.
4. Skenario yang juga patut dan menarik untuk diperhitungkan. Ini adalah kombinasi dari skenario dua dan tiga, yakni memasangkan Risma dan Rizal Ramli dalam satu paket di Jakarta.

Varian satu dari skenario empat ini adalah menjadikan Risma sebagai cagub, dan Rizal Ramli sebagai cawagub. Sementara varian dua menjadikan Rizal Ramli sebagai cagub, dan Risma sebagai cawagub.

Skenario memasangkan Rizal Ramli dan Risma didukung hasil survei yang dilakukan Kelompok Kajian dan Analisa Kebijakan Publik Indonesia (KedaiKopi) awal bulan lalu.

Dari survei yang dilakukan, disebutkan bahwa peluang Ahok kalah dalam pilkada cukup besar; 40,3 persen bila ada calon yang kuat dan 23 persen bila Ahok tersangkut masalah hukum atau korupsi, serta 8,8 persen bila hanya ada dua pasangan dalam pilkada.

Terkait dengan calon yang kuat, dalam survei KedaiKopi itu disebutkan bahwa Tri Rismaharini dan Rizal Ramli memiliki peluang yang cukup besar. Bila demikian, mengapa PDIP tidak menggabungkan kekuatan Rizal Ramli dan Tri Rismaharini?

Inilah salah satu pokok diskusi yang sedang berkembang di kalangan internal PDIP, juga Megawati Soekarnoputri.

Mengenai apa keputusan finalnya, wallahualam bissawab.

Oleh: Teguh Santosa (Wartawan Senior)

Seperti yang dikutip laman Rmol.co. (*mc)

 

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top