“Tapa Pepe” Tolak Ahok di PDI-P, Karena Wangsit dari Gunung Kawi

Nusantarakini.com, Jakarta-

Aksi teatrikal di depan kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDI-P), Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016). Aksi yang dilakukan oleh Djoemali Darmokondo, lelaki asal Gunung Kawi, Malang, bersama tiga kawannya itu mereka sebut sebagai “Tapa Pepe.”

Aksi Djoemali dan kawan-kawannya tersebut dilakukan dengan cara duduk dan tidak mengenakan baju sambil bermain wayang. Dalam aksi teatrikal tersebut Djoemali menyiramkan tepung dan air berwarna merah ketiga kawannya. Aksi ini juga sempat membuat kemacetan lalu lintas di depan kantor PDI-P, sebelum aparat kepolisian meminta Djoemali dan kawan-kawan berhenti aksi karena dianggap tidak memiliki izin.

Djoemali bercerita, kalau dulu pada zaman kerajaan Majapahit, tradisi “Tapa Pepe”, dengan cara berjemur beramai-ramai dilakukan untuk menyampaikan aspirasi kepada raja di alun-alun keraton. Kami juga, kata Djoemali melakukan aksi ini sebagai bentuk protes rakyat kepada penguasa atas kondisi bangsa yang tidak stabil.

Menurut Djoemali, jika kondisi tidak harmonis, itulah rakyat berkuasa. Sehingga rakyat jelata yang menyampaikan aspirasi di alun-alun. Kemudian di pendopo agung ini biasanya ditemui oleh rajanya.

“Kemudian raja menyampaikan apa maumu? apa kehendakmu? Ada persoalan apa?,” tuturnya.

Djoemali melanjutkan, pada saat itu elit-elit kerajaan mempunyai persoalan-persoalan, baiki di sektor agraria, pertanian, kekeluargaan dan mentalitas. Dan rakyat pada saat itu biasanya melakukan bentuk protes dengan cara “Tapa Pepe.” Pada saatn malam hari, mereka juga melakukan ritual doa, karena bagaimana pun yang namanya penguasa raja di pendopo ini adalah representasi dari illahi.
“Tuhan pun merepresentasikan untuk menghargai orang-orang miskin,” tambahnya.
Seperti dikutip Suara.com, Djoemali dan kawan-kawan sengaja mendatangi kantor DPP PDI-P karena mendengar bahwa partai moncong putih ini akan mengusung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam pilgub DKI Jakarta 2017.  Djoemali mendengar wacana tersebut muncul di tengah penolakan sebagian besar warga Jakarta yang menganggap Ahok memimpin dengan cara tidak santun dan tidak konsisten, cenderung seperti kutu loncat, pindah dari satu partai ke partai lain, bahkan sudah masyhur sebagai “Gubernur Podomoro” karena lebih pro pengembang dan suka menggusur properti warga miskin di Jakarta.
“Saya dapat ilham dari lereng Gunung Kawi disuruh ke sini, yang menyatakan bahwa PDI Perjuangan telah kehilangan telunjuk atau arah,” pungkasnya. (*mc)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *