Nasional

Ini Dia Perkembangan Tulisan “Cerita Busuk dari Seorang Bandit” Haris Azhar. Simak Selengkapnya!

Nusantarakini.com, Jakarta-

Berikut press release yang diterima redaksi Nusantarakini.com dari INFID sebagai hasil konferensi pada 18 Agustus 2016 di Cikini.

“Nawacita, Pemberantasan Narkoba dan Ancaman bagi Kebebasan Berekspresi” 

Kesaksian Freddy Budiman yang diungkap oleh Haris Azhar beberapa waktu lalu di halaman akun Facebook berbuntut panjang. Tulisan yang berjudul “Cerita Busuk dari Seorang Bandit” itu mengungkapkan bagaimana keterlibatan oknum-oknum petinggi pemerintahan dengan jaringan narkoba Freddy Budiman. Tulisan itu cenderung disikapi secara negatif oleh pihak pemerintah dengan menjadikan Haris Azhar sebagai tersangka pencemaran nama baik Polri, BNN dan TNI.

Bila benar, kami memandang hal ini sebagai upaya kriminalisasi terhadap pembela HAM dan mereka yang berani menyuarakan kebenaran. Akibatnya, ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi akan terancam. Sebaliknya, bila pemerintah meresponnya secara positif dengan menganggap tulisan Haris Azhar sebagai informasi penting yang harus ditelusuri sebagai bagian dari usaha serius untuk memberantas narkoba, maka dunia penegakkan hukum memiliki harapan. Jalan Nawacita seharusnya berada di jalur ini. Persoalannya, apakah pemerintah Jokowi akan memilih jalan pertama atau kedua dalam menanggapi tulisan Haris Azhar? Apa yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk kembali ke Jalan Nawacita?

Haris mengatakan bahwa di awal pertemuannya, Freddy bercerita ada ketidakadilan di dalam proses hukum yang ia jalani. Ia merasa oknum-oknum penegak hukum juga turut bermain di dalam jaringan narkoba tersebut. Kesaksian penting itu berencana disampaikan Haris kepada Presiden Jokowi melalui juru bicaranya, Johan Budi. Melihat tidak ada respon positif dari Presiden, Haris memutuskan untuk mempublikasikan tulisannya di laman akun Facebook pribadi. “Saya percaya kepada publik”, tuturnya. Bagi Haris penting sekali baginya untuk mengungkapkan hal itu karena Freddy mencoba menggambarkan bagaimana orang-orang dan institusi-institusi tertentu terlibat dalam jaringan narkoba yang luas dan besar. Momentum ini turut dimanfaatkan Haris untuk menekankan pentingnya pembentukan tim independen oleh Presiden bukan hanya menjalankan fungsi sebagai lembaga penyidik fakta, melainkan penjamin keselamatan korban serta konektivitas antarlembaga.

Kian memperkuat pernyataan Haris, Zumrotin K Susilo dari Yayasan Kesehatan Perempuan beranggapan bahwa Nawacita yang disampaikan Jokowi salah satunya adalah tentang pemberantasan narkoba. Hukuman mati yang diberlakukan oleh Jokowi seakan-akan menegaskan pentingnya bagi kita untuk memberantas narkoba. Tetapi ketika Haris muncul dengan informasi yang sangat penting, mengapa presiden diam saja? Bagi Zumrotin, Jokowi sudah seharusnya membentuk tim independen untuk menyelidiki kesaksian Haris. Tim harus bersifat independen agar tidak ada konflik kepentingan. Zumrotin juga menyoroti perihal kebebasan berekspresi. “Setidaknya tahun ini sudah ada 11 orang yang dikriminalisasi, salah satunya Gendo, aktivis yang menolak reklamasi Teluk Benoa”, paparnya. Baginya tidak adil apabila niat untuk menyampaikan kebenaran justru berbalas ancaman dan tuduhan pencemaran nama baik tanpa ada pemeriksaan lebih lanjut.

HS Dillon selaku anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menambahkan, “Indonesia saat ini berada pada tahapan defisit demokrasi substantif ketika reaksi terhadap pengungkapan Haris adalah kriminalisasi. Orang banyak mengutip demokrasi, namun kehilangan makna dibaliknya. Kita beruntung ada sosok Haris yang berani mengungkapkan kebobrokan dalam suatu jaringan pada level besar di tingkat operasionalnya”. Ia mengatakan bahwa hal penting yang diungkapkan Haris adalah bahwa ada keterlibatan para pengawas terhadap kegiatan yang seharusnya mereka awasi. Hal ini penting karena Jokowi mengaku bahwa perkara narkoba ini adalah masalah besar. Sudah seharusnya Jokowi membentuk tim presiden untuk mengungkap kebobrokan yang bersifat sistemik. “Kita harus mulai dengan membersihkan sapunya terlebih dahulu”, paparnya.

Hal ini juga turut mendorong Mugiyanto, selaku Project Manager Human Rights and Democracy INFID untuk angkat bicara. Masyarakat Indonesia dengan gamblangnya mengenakan label “haters” kepada mereka yang dengan niat baik menyampaikan komentar kritis, hingga kedepannya orang enggan untuk mengungkapkan kembali pendapatnya. Bagi Mugiyanto, Jokowi seharusnya jangan memfasilitasi tindakan-tindakan pembatasan kebebasan berekspresi seperti ini. Di samping itu, terkait Nawacita, Jokowi berkomitmen untuk memberantas narkoba. Jika memang serius, Jokowi harus menumpas sampai ke hulu, jangan hilirnya saja. Masyarakat ingin melihat pengejawantahan komitmen Jokowi dalam memberantas narkoba dan korupsi.

Sebagai penutup, Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) MM Dillah menegaskan bahwa apa yang dilakukan Haris adalah meneruskan informasi, tidak terdapat unsur menyatakan pendapat ataupun ekspresi. Baginya saat ini kita harus melihat Jokowi sebagai lembaga, bukan sebagai individu, sehingga pembentukkan tim independen harus dilakukan dengan serius dengan dasar yang kuat. Kita semua anggap bahwa persoalan narkoba ini serius dan bukan pekerjaan ringan, hanya akan berhasil jika dilakukan dengan serius. (*mc)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top