Hukum

Terjerat Kasus Reklamasi dan Tak Faham Konstitusi, Tamatlah Ahok!!!

Nusantarakini.com, Jakarta-

Keputusan Komite Gabungan soal penghentian pembangunan proyek reklamasi di Pulau G mendapat apresiasi dari Ketua Dewan Pendiri Jaringan Nasional Indonesia Baru (JNIB), Wignyo Prasetyo. Dalam siaran pers yang diterima redaksi Nusantarakini.com, Wignyo menilai bahwa apa yang dilakukan Pemerintah Pusat melalui Rizal Ramli, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman merupakan langkah yang patut didukung dan suah final.

Aktivis 98 ini menegaskan, pasal 18 ayat 7 UUD 1945 bahwa tata cara penyelenggaran pemerintah daerah di atur dalam UU. Selanjutnya, pasal 1 ayat 1 dan 5 UU No. 32 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, bahwa pemerintah Pusat adalah Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan negara RI dibantu Wakil Presiden dan menteri. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden, pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah.

“Jika Ahok memahami Konstitusi tentu tidak jadi ribut begini, ocehan Ahok tidak perlu itu,” kata Wignyo,

Dengan demikian, Ahok harus paham apa yang dilakukan Rizal Ramli merupakan tanggung jawab dan bentuk supervisi pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dibidangnya masing-masing. Rizal Ramli paham bahwa NKRI ini, bukanlah negara federal, melainkan NKRI ini adalah negara kesatuan. Hal ini menunjukkan Ahok tak paham bentuk penyelenggaraan NKRI ini.

Argumentasi Ahok didasarkan pada Keppres No.52 Tahun 1995 dan izin reklamasi dari Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 . Secara nyata, menurut Wignyo Keppres 52 Tahun 1995 , selain usang, juga melawan pasal 3 dan 4 Perpres Nomor 122 Tahun 2012
 tentang
 Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau, melawan kententuan UU No.26 tahun 2007 tentang penataan ruang, melawan PP No. 26 tahun 2008 tentang penataan ruang. Sampai sejauh ini DKI Jakarta belum memiliki Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Padahal reklamasi harus RZWP3K.
JNIB, lembaga yang didirikn Wignyo, juga mempertanyakan kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK), mestinya izin lingkungan tidak dapat dilakukan tanpa ada RZWP3K, karena tak lolos uji adminsitrasi berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.8 tahun 2013. Tanpa ini studi Amdal tidak dapat dilanjutkan. Oleh karena itu, penyelidikan lebih jauh harus ditujukkan pada Menteri KLHK, dianggap ceroboh dan bertanggungjawab terhadap tim KPA provinsi.

“Reklamasi Teluk Jakarta sama sekali tidak berpihak kepada nelayan dan masyarakat sekitar dan generasi akan datang, melainkan hanya berpihak kepada para pengusaha. Kebodohan Ahok ini dimanfaatkan para pelaku bisnis untuk memperoleh tempat pengembangan murah di Jakarta,” lanjut Wignyo.
Lebih lanjut, aktivis 98 korban penculikan rezim Soeharto ini mengatakan, bahwa apa yang diperlihatkan Ahok melawan keputusan pemeritah pusat, merupakan bentuk arognasi pemimpin setingkat gunernur kepada pemerintah pusat. Reklamasi pantai mempelihatkan Ahok lebih pro terhadap pelaku bisnis ketimbang rakyat kecil dan generasi yang akan datang.
“JNIB akan melakukan upaya apapun melawan kebijakan reklamasi Teluk Jakarta dan mendukung upaya pemerintah pusat menghentikan secara total reklamasi di Jakarta,” pungkas Wignyo (*mc)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top