Nasional

Aktivis 98: Ahok Tak Patuhi Program Poros Maritim Jokowi

Nusantarakini.com, Jakarta-

Santernya polemik antara Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, akhirnya membuat Aktivis 98 yang juga merupakan Ketua Dewan Pendiri Jaringan Nasional Indonesia Bersatu (JNIB), Wignyo Prasetyo angkat bicara.

Wignyo menjelaskan pemikirannya tentang kasus reklamasi teluk Jakarta kepada Nusantarakini.com. Pertama, Jakarta bukan cuma pulau G, Jakarta bukan milik para pengembang, Jakarta bukan milik Agung Podomiro. Jakarta milik rakyat Jakarta. Itulah esensi dari Jakarta Baru.

“Kalau kebijakan bersandar pada Keppres 1995, itu berarti keberlanjutan dari kebijakan lama. Jakarta Lama dong”,  katanya.

Kedua, reklamasi pulau G itu harus dihentikan, bukan cuma soal kabel bawah laut yg terganggu, tetapi juga masalah PLTU Muara Karang,

Ketiga, lanjut Wignyo, laut adalah open access. Artinya, nelayan bisa berproduksi dan mengambil manfaat dari open access tersebut. Reklamasi, maka laut akan menjadi protected area.

Keempat, tentu saja reklamasi, termasuk pembuatan pulau, tentunya berseberangan program Poros Maritim. Gak masuk akal, programnya Poros Maritim, kebijakan dan tindakannya malah “memperluas daratan”.

“ini jelas-jelas bertentangan dengan kebijakan Jokowi kan?”, pungkas Wignyo.

Merujuk pada informasi sebelumnya, Komite Bersama untuk Reklamasi Teluk Jakarta, yang beranggotakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan dan Pemprov DKI telah mengeluarkan penilaian bahwa reklamasi Pulau G telah merusak lingkungan hidup, mengancam proyek vital strategis, menggangu proyek PLTU yang akan mengancam pasokan listrik ke Jakarta, gangguan kabel bawah laut, pelabuhan dan lalu lintas laut khususnya nelayan.

Sebelumnya PTUN Jakarta telah mengabulkan seluruh gugatan nelayan kawasan Teluk Jakarta atas izin reklamasi Pulau G yang dikeluarkan Ahok. Menurut Hakim PTUN, keputusan Ahok tidak punya dasar hukum, tidak cermat, dan merugikan nelayan.

Menurut keputusan PTUN sedikitnya Ahok telah mengabaikan delapan poin hukum dalam menerbitkan SK Reklamasi Pulau G.

Belum lagi dugaan indikasi korupsi yang melibatkan petinggi PT. Agung Podomoro, Ariesman Wijaya yang juga menyeret nama besar bos Agung Sedayu, Aguan, memperlihatkan bahwa Proyek Reklamasi adalah proyek bermasalah hukum.

Sementara itu Sekjen Perhimpunan Kedaulatan Rakyat, Khalid Zabidi, mengatakan, seharusnya Gubernur DKI Jakarta, Basuki Purnama (Ahok) dan PT. Muara Wisesa Samudera anak usaha PT. Agung Podomoro, patuh pada keputusan pemerintah pusat yang diwakili Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli.

“Hentikan serta batalkan proyek Reklamasi Pulau G (Teluk Jakarta) karena terjadi pelanggaran berat,” serunya.

Sekarang, Ahok menantang Rizal Ramli dan bahkan Jokowi untuk mencabut Keppres 52/1995 yang sudah kadaluarsa karena sudah terbit Perpres 54/2008.

“Ahok mempertentangkan keputusan Rizal Ramli sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya dengan Jokowi sebagai Presiden,” sesal Khalid Zabidi seperti yang dilansir rmol. (*mc)

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Terpopuler

To Top