Kematian Itu Datang Sesuka-sukanya, Kenapa Saudara Tidak Bersiap?

Nusantarakini.com, Jakarta – Setiap kali aku mendengar kabar kematian, apalagi tentang kematian orang-orang yang kukenal dan tak pernah terpikir akan lebih dulu menjemput kematian karena masih muda, tiba-tiba rasanya hatiku kecut. Haru, sedih, meraba-raba kapan aku menyusul pula dan luapan kecemasan yang mencekam (jangan-jangan nanti aku pula yang dapat giliran), semua perasaan itu campur aduk dalam benakku. Aku biasanya terperanjat, merenung beberapa saat, merasakan suasana batin yang hening tak berdaya seolah kematian itu begitu dekatnya melambai-lambai di depanku.

Begitu selalu haru-biru perasaanku apabila setiap kali sahabat-sahabatku terlebih dahulu menyelesaikan jatah umurnya di dunia yang krecek ini.

Baru saja orang yang kukenal tidak saja perangainya tapi mungkin sedikit mimpinya dapat kuraba dijemput kematian yang hening, di suatu rumah sakit di awal bulan yang indah ini. Semoga ini pertanda bahwa perjalanannya menuju Sang Pencipta juga hening dan tanpa kesulitan yang berarti.

Sahabatku yang namanya tidak banyak dikenal selain sebagai staf anggota DPD RI, Dzilbaqir, telah meninggalkan dunia yang amburadul ini yang bikin pusing orang-orang yang menghendaki Tuhan ketimbang materi yang fana ini. Tapi dia masih meninggalkan bocah-bocah yang memerlukan kehadirannya. Termasuk istrinya juga memerlukan dirinya untuk waktu yang lama selama di dunia ini.

Ini bukanlah protes. Sebab siapa yang sanggup protes kepada takdir. Kalau sudah jatah umurnya segitu, terima tidak terima, harus terima.

Kematian yang menyapa sahabatku ini memperingatkanku rasanya dengan keras, "Hei ghulam, kejar saja dunia dan seisinya itu sampai kau lupa kematianmu. Ayooo….apalagi! Teruuss…terusslah kejar dunia ini. Bangun terus mimpi-mimpimu. Jangan menoleh ke belakang. Lupakan aku sang maut. Ayo terus. Kok nggak berani? Kok takut? Cemen lu. Kematian lu takut. Dosa-dosa kau tumpuk. Kenapa bungkam? Takut ya bila dirimu setelah mati diperiksa dan diinterogasi sama pemilik nyawa yang dipinjamkan untukmu itu?

Mampus kamu. Ya sudah. Tobat saja kalau mau mulus perjalananmu setelah mati itu."

Suara ledekan dan hardikan semacam itu bertalu-talu bergaung di dalam benakku.

Memang kematian pada akhirnya adalah batas sekaligus peringatan agar tidak hanyut tenggelam dengan dunia yang senantiasa berakhir bagi setiap manusia ini.

Seperti yang dipahat dalam Al Qur’an "kematian dan kehidupan diciptakan untuk mengujimu siapa yang terbaik amalnya". "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkanmu."

Selamat berpisah saudaraku Dzilbaqir. Dirimu ternyata lebih duluan ketimbang aku. Semoga jumpa lagi di alam sana. Semoga aku mendapatkan kematian dalam suasana batin yang begitu siap dan rela.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *